• Selasa, 08 Juli 2025

Warga Bayar Retribusi Sampah Tanpa Diberi Karcis, Kepala DLH Bandar Lampung: Ilegal!

Senin, 17 Juli 2023 - 07.55 WIB
1.3k

FotoL Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sejumlah warga di Bandar Lampung membayar retribusi sampah tanpa diberikan tanda bukti pembayaran seperti karcis. Besaran iuran sampah yang dibayar berkisar Rp20 ribu sampai dengan Rp25 ribu per bulan.  

Praktek penarikan retribusi sampah tanpa disertai tanda bukti pembayaran seperti karcis, ternyata hingga kini masih berlangsung di lapangan. Sejumlah warga mengaku ditarik retribusi sampah sebesar Rp20 ribu hingga Rp30 ribu per bulan oleh petugas yang biasa mengambil sampah di lokasi setempat.

Seorang warga di Way Kandis, Kecamatan Tanjung Senang, Bandar Lampung mengungkapkan, ia membayar iuran sampah sebesar Rp30 ribu per bulan tanpa diberikan bukti pembayaran seperti karcis.

“Iya, saya bayar Rp30 ribu per bulan kepada petugas sokli yang biasa mengambil sampah di rumah saya. Tapi anehnya setiap saya bayar tidak pernah diberikan tanda bukti pembayaran seperti karcis,” kata warga yang minta namanya jangan ditulis ini, Minggu (16/7/2023).

Ia mengatakan, sempat menanyakan kepada petugas terkait tanda bukti pembayaran namun hingga belum pernah diberikan. “Saya sudah beberapa kali menanyakan tanda bukti pembayaran iuran sampah tersebut, namun hingga kini belum pernah dikasih. Alasannya sih nanti-nanti saja,” ungkapnya.

Warga ini mengatakan, selain dirinya, masih ada beberapa warga setempat lainnya yang bayar iuran sampah sebesar Rp30 ribu per bulan namun tidak ada bukti pembayaran.

“Selain saya ada beberapa warga lain yang tidak pernah diberikan tanda bukti pembayaran sampah setiap kali bayar. Karena tidak pernah diberikan hingga kini maka kami kini malas menanyakan lagi,” ujarnya.

Ia menerangkan, pembayaran iuran sampah tahun 2023 ini sudah naik menjadi Rp30 ribu per bulan. Pada tahun 2022 lalu, bayarnya hanya Rp25 ribu per bulan. “Petugas mengambil sampah di rumah warga tidak setiap hari, hanya satu sampai dua kali dalam seminggu. Makanya kadang sampah sampai menumpuk,” imbuhnya.

Pernyataan sama disampaikan warga Rajabasa Raya, Kecamatan Rajabasa. Warga yang tinggal di salah satu Perumnas ini mengatakan, setiap bulan ia membayar iuran sampah sebesar Rp20 ribu per bulan. Namun, setiap pembayaran tidak pernah diberikan tanda bukti oleh petugas.

“Saya bayar iuran sampah kepada petugas sebesar Rp20 ribu per bulan. Tapi memang tidak pernah diberikan tanda bukti pembayaran seperti karcis atau nota lainnya,” kata warga ini.

Ia mengatakan, sejak awalnya memang tidak pernah diberikan karcis saat bayar iuran sampah. Penarikan iuran langsung dilakukan oleh petugas sokli yang biasa ambil sampah di rumah, dengan hanya dicatat saja dalam buku yang dibawanya.

“Petugas sokli ambil sampah di rumah saya tidak setiap hari. Satu minggu mungkin hanya 2 sampai dengan 3 kali saja. Sehingga kadang sampah sampai menumpuk di rumah,” katanya.

Kondisi berbeda terjadi di Perumahan Rajabasa Permai, Bandar Lampung. Yuniar, warga setempat mengatakan, ia membayar iuran sampah kepada petugas pengangkut sampah sebesar Rp50 ribu per bulan, dan diberikan tanda pembayaran (nota). Jumlah tersebut termasuk untuk pembayaran uang keamanan.

"Tapi kadang jengkel kami sudah bayar iuran terus, tapi pengangkutannya nggak setiap hari. Padahalkan sampahnya pasti ada setiap hari, apalagi sampah rumah tangga, sisa makanan atau bekas masak dan lain-lain," kata Yuniar.

Yuniar mengaku, tidak keberatan namun harus membayar sebesar itu sepanjang pengangkutan sampah dilakukan secara rutin setiap hari. "Ya maunya diangkut minimal sekali dalam sehari biar nggak numpuk," ungkapnya. Yuniar menerangkan, selama ini pengangkutan sampah dilakukan tiga hari sekali, bahkan terkadang satu minggu hanya satu kali.

Seorang warga Sukabumi Indah Tirtayasa, Bandar Lampung menuturkan, membayar uang kebersihan lingkungan atau iuran sampah sebesar Rp20 ribu per bulan dan diberikan bukti nota pembayaran.

“Saya keberatannya pengangkutan sampah di lingkungan kami tidak intens per hari. Sangat jarang pengangkutan sampah satu kali dalam sehari bahkan tidak pernah terjadi. Jadi sampah-sampah kami bertumpuk,” katanya.

Bahkan lanjut dia, beberapa waktu lalu pengangkutan sampah dilakukan hanya dua kali dalam satu bulan. Sehingga ia terpaksa mengangkut sendiri sampah-sampah rumah tangga miliknya ke tempat penyortiran sampah yang berada di belakang kampus UIN Raden Intan Lampung Sukarame.

"Pernah sampahnya nggak di angkut-angkut, cuma diangkut pas masuk tanggal pembayaran. Jadi petugas sampahnya datang mengangkut sampah sekalian ambil iuran sama ngasihin nota pembayaran sampah saja," terangnya. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung, Budiman P Mega saat dihubungi mengatakan, prosedur penarikan retribusi sampah telah diatur pada Perwali Nomor 8 Tahun 2019.

Dalam perwali itu disebutkan bahwa penarikan retribusi sampah menggunakan dua mekanisme yaitu ada surat ketetapan retribusi daerah (SKRD) dan ada karcis yang menariknya satuan organisasi kebersihan lingkungan (SOKLI).

"SKRD ini pembayarannya langsung setor ke bank, sementara kalau Sokli karcis itu langsung tunai. Nah kalau pemungutannya tanpa karcis itu ilegal," kata Budiman.

Ia menjelaskan bahwa retribusi sampah itu diambil berdasarkan data potensi. Dari potensi itu, baru ditetapkan targetnya per tahun. "Pada tahun ini kami ditargetkan sebesar Rp13,5 miliar, dan hingga akhir Juni ini sudah mencapai 49 persen," ungkapnya.

Selain itu lanjut dia, dalam Perwali itu juga diatur baik retribusi rumah tangga, perusahaan, hotel, rumah sakit dan lainnya yang nilainya berbeda-beda. "Kalau sampah rumah tangga itu retribusinya Rp50 ribu per bulan," terangnya.

Ia menerangkan, penyetoran retribusi dilakukan oleh setiap UPT di 20 kecamatan. Setiap UPT menyetor langsung ke bendahara DLH, dan dari DLH disetorkan ke bank atau ke kas daerah.

Untuk kedepannya, pihaknya sedang menyusun rencana pembayaran retribusi sampah memanfaatkan teknologi atau melalui sistem online. Sehingga nantinya tidak lagi menggunakan uang tunai. "Seperti kita mau bayar PLN, kartu tol dan lainnya, yang bisa lewat Alfamart dan sebagainya," katanya.

Ia menjelaskan, untuk penarikan retribusi sampah rumah tangga di jalan protokol itu langsung kewenangannya DLH. Namun, jika rumahnya di dalam atau masuk gang bisa membuang langsung sampahnya ke TPS (tempat penampungan sementara).

"Kalau nggak ada karcisnya buang saja ke TPS sendiri saja, jika tidak mau bayar. Tapi kalau mau bayar, itu harus ada karcisnya," papar Budiman.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Bandar Lampung, Dedi Yuginta mengatakan, untuk mengatasi kebocoran retribusi sampah, ia mendorong agar kedepan memanfaatkan pembayaran secara digital seperti bayar listrik atau pajak. Sehingga, warga tidak langsung setor tunai kepada petugas.

"Sekarang lewat online sudah mulai diujicobakan. Nah kita mendorong ini segera diterapkan," kata Yuginta.

Ia mengungkapkan, selama ini retribusi sampah rumah tangga terkadang diserahkan oleh pihak kecamatan ke kelurahan, dan selanjutnya oleh pihak kelurahan diserahkan ke tukang pungut sampah.

"Nah tukang pungut sampah inikan mereka yang mengambil dan memungut retribusi sampah sendiri. Kadang-kadang itu (uangnya) untuk mereka," katanya.

Menurutnya, selama ini orang yang memungut sampah rumah tangga bukan dari petugas DLH, namun merupakan petugas yang langsung mengangkut sampah rumah tangga tersebut.

"Nantinya mereka inilah yang langsung mengangkut sampah ke TPA. Karena mereka itu tenaga lepas. Pemkot kan tidak bisa memberikan motor atau mobil, sehingga mereka menggunakan kendaraan pribadi miliknya untuk mengangkut sampah itu,” jelasnya.

Ia menyarankan, petugas yang memungut retribusi sampah rumah tangga harus ada izin dari kelurahan dan dibagi per wilayah agar lebih terpantau. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Senin, 17 Juli 2023 berjudul "Warga Bayar Retribusi Sampah Tanpa Diberi Karcis"