• Sabtu, 05 Juli 2025

Pasca Kecelakaan di Lampura, PT KAI Tunggu Itikad Baik Sopir Truk Sebelum Tempuh Jalur Hukum

Kamis, 20 Juli 2023 - 19.36 WIB
2.9k

Manager Humas Divre IV Tanjungkarang, Muhammad Reza Fahlepi. Foto: Sri/Kupastuntas.co

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Buntut kecelakaan yang melibatkan KA Kuala Stabas dengan truk bermuatan tebu, di perlintasan sebidang liar di Km.81+0/1 petak jalan antara Blambangan Pagar - Kalibalangan Lampung Uatara (Lampura), Selasa (18/7/2023) sore, PT Kereta Api Indonesia (KAI) berencana mengambil langkah hukum.

PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre IV Tanjungkarang bakal membawa kasus tersebut ke jalur hukum, jika supir truk tidak mempunyai itikad baik atas kejadian tersebut.

"Kita berusaha untuk memediasi. Dimana kita ingin melihat iktikad baik dulu dari yang bersangkutan (supir truk), apakah mau bertanggungjawab atas kejadian kemarin," ujar Manager Humas Divre IV Tanjungkarang, Muhammad Reza Fahlepi, Kamis (20/7/2023).

Reza mengaku, pihaknya saat ini telah berkomunikasi juga dengan perusahaan tebu yang mempekerjakan sopir tersebut.

"Seandainya, kalau tidak ada iktikad baik, atau tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Terpaksa kita akan mengambil jalur hukum disitu. Akan kita laporkan ke pihak kepolisian," terangnya.

BACA JUGA: Terjadi Tabrakan KA Kuala Stabas dengan Truk di Lampura, PT KAI Akan Tuntut Sopir Truk

Namun hingga saat ini, pihaknya masih menunggu yang bersangkutan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, yaitu tidak mendahulukan perjalanan kereta api sehingga terjadi kecelakaan tersebut.

"Karena atas kejadian itu membuat kerugian negara, kerugian aset kereta api. Baik dari segi perjalanan kereta api yang tertunda, kerusakan sarana pasca kejadian tersebut," kata dia.

Selain itu, Reza menjelasakan bahwa ada ancaman pidana bagi pelanggar lalu lintas yang melibatkan kereta api sesuai dengan yang tertulis pada pasal 296 Undang-undang Lalu Lintas

“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp750.000," ungkapnya.

Sementara itu, Pengamat Transportasi dari ITERA, IB Ilham Malik mengatakan, penyebab kecelakaan lalu lintas antara kereta api dengan kendaraan darat lainnya macam-macam.

Tapi untuk konteks yang kejadian kecelakaan di Lampung Utara kemarin, ia mengira itu memang perlu diperiksa oleh pihak yang terkait untuk melihat apa sebenarnya yang terjadi.

"Apakah karena memang kelalaian pengemudi kendaraan barang yang memang mungkin sudah tahu bahwa simpang di situ tidak berpalang pintu tetapi kemudian tidak waspada atau bagaimana, ataukah ada faktor lainnya. Jadi kalau pengendaranya adalah supir yang memang sering melintasi jalan tersebut saya kira seharusnya sudah tahu kondisi dilokasi itu,” ujar Malik.

Selanjutnya, banyaknya kecelakaan menjadi PR bagi pihak terkait, terutama Kementerian Perhubungan juga PT Kereta Api sendiri.

"Banyaknya jalan raya sendiri tidak ada penjaga atau pengatur lalu lintas yang akan menyebrang. Seringkali ada jalan yang tidak berpalang pintu," katanya.

Berdasarkan undang-undang perkereta apian, sudah dijelaskan bahwa setiap pemerintah daerah yang luas jalannya itu melintasi rel kereta api sebenarnya memiliki kewajiban untuk menyiapkan penjaga atau pintu atau palang pintu rel kereta api.

"Jadi kalau jalan tersebut adalah Jalan kabupaten ya memang harusnya Lampung Utara yang menyediakannya, kalau dia jalannya adalah jalan provinsi maka pemerintah provinsi yang menyiapkannya, tapi kalau dia adalah jalan nasional maka pemerintah pusat lah yang wajib untuk menyiapkannya. Jadi memang sudah ada pembagian tugas dan tanggungjawab," ucap dia.

Sementara, Ir. Muhammad Abi Berkah Nadi, Pengamat Transportasi Itera lainnya menilai, sering terjadinya kecelakaan pada perlintasan kereta api ini banyak faktor, baik terjadi di perlintasan sebidang jalur penghubung lintas kereta api dengan lintas jalan raya, atau kecelakaan pada daerah pemukiman yang dekat dengan jalur perlintasan kereta api.

Bahkan jelasnya, yang sering banyak di jumpai jalur perlintasan ilegal yang tidak ada izin dari PT KAI, yang digunakan pada kendaraan roda dua untuk mobilisasi, sehingga terjadi kecelakaan karena tidak ada penjagaan keamanan.

"Nah sekarang dirjen perkeretaapian sudah tegas belum dalam kasus perlintasan liar atau illegal, sudah tidak diizinkan untuk dilalui mobilisasi kendaraan baik roda empat maupun roda dua, karena akan menyebabkan kecelakaan karena dianggap melanggar perlintasan kereta api," ungkapnya.

Untuk teknisnya memang ada beberapa wilayah yang tidak terjangkau tak memiliki palang pintu. Maka dari itu pada perlintasan tersebut walaupun tak memiliki palang masih dipantau dan dijaga oleh penjaga bahkan warga sekitar turut dalam berperan apabila ada kereta api melintas ikut membantu.

Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah kejadian kecelakaan pada perlintasan yang sudah dijaga dan memiliki palang pintu ada yang menyebabkan terjadi kecelakaan.

"Ini yang patut diperhatikan karena pada perlintasan kereta api secara undang-undang disampaikan pengendara harus mendahulukan kereta lewat. Karena kereta api tidak bisa mengerem mendadak, kecepatan kereta api stabil apabila sudah berjalan, maka dari itu jalur kereta api harus clear dari kendaraan atau mobilisasi apapun," ungkapnya.

Oleh karenanya menurutnya, mungkin yang perlu diperhatikan tingkat kesadaran bagi pengendara pada saat perlintasan kereta api harus benar benar paham dan pentingnya keselamatan.

"Apabila palang pintu sudah akan tertutup itu diwajibkan pengendara mengalah dan sabar dalam menunggu kereta api melintas, agar tidak terjadi konsleting kendaraan berhenti di tengah perlintasan kereta api," tandasnya. (*)

Video KUPAS TV : 1.303 Sapi di Lampung Terinfeksi LSD, 972 Dinyatakan Sembuh