• Kamis, 18 September 2025

Suplai Gabah Berkurang, 40 Persen Penggilingan Berhenti Produksi

Kamis, 02 November 2023 - 16.57 WIB
295

Penggilingan Padi dan Beras. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) mengakui masih kesulitan untuk memperoleh pasokan gabah yang siap digiling menjadi beras. 

Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso mengatakan, suplai gabah pada penghujung tahun ini masih jauh dari kebutuhan penggilingan secara nasional. Mau tak mau, sebagian penggilingan memilih untuk berhenti produksi hingga suplai kembali normal. 

"Banyak (penggilingan) yang sudah tidak aktif. Ada yang mengatakan 40 persen tidak aktif,” kata Sutarto, seperti dikutip Republika.co.id, Rabu (1/11/2023). 

Perpadi mencatat, jumlah penggilingan padi kecil saat ini mencapai 160 ribuan. Sementara penggilingan kelas menengah sekitar 7.000 penggilingan dan skala besar ada 1.700 perusahaan. 

Sutarto mengungkapkan, saat ini memang masih terjadi overkapasitas penggilingan padi di Indonesia. Pasalnya, kemampuan produksi padi tidak diikuti dengan jumlah pertumbuhan industri penggilingan padi di tiap-tiap daerah.

Sebagai catatan, rata-rata produksi beras masih sekitar 30 juta ton dalam lima tahun terakhir, dengan capaian tahun 2022 lalu sebanyak 31,5 juta ton. 

Menurut Sutarto, ketimbang pemerintah terus memberikan izin untuk pendirian penggilingan padi baru, lebih baik melakukan revitalisasi terhadap penggilingan yang ada saat ini. Sembari produksi beras terus diupayakan meningkat. 

"Jumlah penggilingan padi kita itu terlalu berlebih. Makanya kita mengimbau pemerintah jangan membangun baru dan konsentrasinya di Pulau Jawa,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, musim paceklik beras saat ini memang rutin terjadi karena faktor musiman. Hanya saja, kendala tahun ini ditambah dengan kemarau ekstrem El Nino yang membuat petani kesulitan air saat memasuki musim tanam. 

Mau tak mau, periode musim tanam yang seharusnya sudah dimulai Oktober lalu mundur hingga November. Dampaknya, musim panen kemungkinan juga akan mundur sehingga masa paceklik beras akan lebih lama. Pemerintah pun diminta menyiapkan seluruh upaya untuk mengantisipasinya.

Terpisah, Direktur Bisnis Perum Bulog, Febby Novita menjelaskan, tren kenaikan harga beras saat ini merupakan yang tertinggi dalam empat tahun terakhir.

Saat ini kata Febby, Bulog mengelola CBP sebanyak 1,47 juta ton. Sebanyak 1,38 juta ton merupakan beras impor, dan dalam negeri 79.627 ton. Bulog juga punya beras komersial yang diperdagangkan bebas sebanyak 87,7 ribu ton. 

Lebih lanjut, Febby mengatakan, Bulog telah mendapat kuota penugasan impor beras sebanyak 1,5 juta ton tahun in selain dari total penugasan impor 2 juta ton sejak akhir 2022 lalu. 

"Saat ini masuk terus beras dari luar negeri untuk pemenuhan stok minimal CBP itu sendiri,” kata Febby.

Sebelumnya, Kantor Wilayah (Kanwil) Perum Bulog Provinsi Lampung akan menambah Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang berasal dari impor. 

Kepala Kanwil Perum Bulog Lampung, Bambang Prihatmoko mengatakan, cadangan beras yang bersumber dari impor itu jumlahnya sebanyak 44.500 ton.

"Ada penambahan beras sementara ini dari Pakistan sebanyak 32.000 ton dan Thailand sebanyak 12.500 ton," ujar Bambang Prihatmoko, Selasa (31/10/2023). 

Bambang menyampaikan, dengan adanya penambahan beras impor tersebut maka semakin memperkuat stok beras yang ada di Provinsi Lampung.

"Jadi masyarakat tidak perlu khawatir dengan penambahan yang ada dan stok beras di gudang Bulog cukup banyak dapat memenuhi kebutuhan dan permintaan di pasar," kata dia. 

Puluhan ribu ton beras impor itu ia menginformasikan akan masuk di minggu kedua bulan November mendatang. "Diperkirakan minggu kedua sekitar tanggal 12 November 2023 seluruh beras impor itu akan masuk," katanya.

Terhadap kualitas pihaknya meyakinkan bahwa beras impor yang berasal dari Pakistan dan Thailand itu memiliki kualitas yang baik, dengan tingkat kerusakan atau 'broken' lima persen.

"Beras impor ini sifatnya untuk ketahanan pangan seperti memenuhi kebutuhan operasi pasar beras, pengendalian harga dan bahkan hingga bencana, karena fungsinya sebagai beras cadangan milik pemerintah," pungkasnya. (*)