Sudah Saatnya RTH Berubah Jadi RTP, Jalan Tengah Antara Fungsi Sosial dan Ekonomi, Oleh: Arby Pratama

Arby Pratama Wartawan Kupas Tuntas Grup. Foto: Kupastuntas.co
Kupastuntas.co,
Metro - Ketika kita berbicara tentang pembangunan kota yang berorientasi pada
keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat, satu isu yang kerap muncul adalah
soal pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH) yang idealnya menjadi paru-paru kota
dan tempat rekreasi warga, namun realitasnya sering kali justru menjadi lahan
kosong tak terurus.
Terminal
Mulyojati 16C di Kecamatan Metro Barat menjadi contoh konkret dari kegagalan
pendekatan konvensional dalam pengelolaan RTH dan justru baru-baru ini bisa
dimanfaatkan dengan baik dalam event Festival Putri Nuban (FPN) Hari Ulang
Tahun (HUT) Metro ke-88.
Sudah
saatnya kita menggeser paradigma. Alih-alih terjebak dalam kerangka lama yang
kaku, Kota Metro seharusnya mulai memikirkan skema baru yang lebih adaptif dan
responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan tantangan fiskal daerah.
Maka,
gagasan mengubah RTH menjadi Ruang Terbuka Publik (RTP) di kawasan Terminal
Mulyojati bukanlah sekadar ide segar, tetapi kebutuhan yang mendesak.
Dalam
banyak kasus, RTH yang dibiarkan begitu saja tanpa program pemanfaatan aktif
justru menjadi sumber pemborosan anggaran. Tanpa pengelolaan yang dinamis,
kawasan tersebut akan menumpuk beban biaya perawatan tanpa kontribusi nyata
bagi pendapatan daerah.
Sebaliknya,
transformasi menjadi RTP membuka ruang kolaboratif antara pemerintah, swasta,
dan masyarakat sipil. Ruang ini tidak hanya sekadar hijau, tetapi juga
fungsional, produktif, dan fleksibel sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi,
dan budaya masyarakat.
Contoh
paling relevan dapat kita lihat di Lapangan Saburai, Bandar Lampung. Kawasan
yang dulunya hanya menjadi lapangan umum kini menjelma sebagai pusat
penyelenggaraan berbagai event besar, mulai dari konser musik, balap motor,
kontes otomotif, hingga pasar rakyat.
Kehadiran
event berskala lokal hingga nasional mampu mendorong perputaran ekonomi rakyat
dan menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah kota. Mengapa Metro tidak bisa
melakukan hal yang sama.
RTH
Terminal Mulyojati 16C bukanlah lokasi yang tidak strategis. Justru sebaliknya,
ia berada di titik lintas dan memiliki luas lahan yang cukup untuk
dikembangkan. Sayangnya, karena statusnya sebagai RTH, potensi ekonomi kawasan
ini seolah terpenjara oleh batasan administratif dan kebijakan konservatif yang
tidak lagi relevan dengan konteks hari ini.
Gagasan
menjadikan lahan ini sebagai pusat kegiatan publik berorientasi ekonomi, mulai
dari event tahunan HUT Kota Metro, festival budaya, lomba otomotif, bazar UMKM,
hingga panggung kreativitas anak muda, jelas akan memberikan efek domino yang
besar. Sektor jasa, kuliner, pariwisata lokal, hingga penginapan akan ikut
terdongkrak.
Dan yang
terpenting, semua itu bisa dikemas dalam skema yang tetap memperhatikan unsur
keberlanjutan lingkungan. Ruang publik tidak harus kehilangan fungsi hijaunya
hanya karena berubah menjadi pusat kegiatan. Dengan desain tata ruang yang
cerdas, keduanya bisa berjalan berdampingan.
Kini
tantangannya bukan pada gagasan, tapi pada keberanian eksekusi. Pemerintah Kota
Metro harus bersikap tegas dan cerdas dalam menata ulang pemanfaatan aset
publik.
Apakah
akan terus membiarkan aset RTH menjadi beban APBD, atau mengambil langkah
strategis dengan mengalihfungsikan menjadi RTP yang produktif dan berkontribusi
terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Memang,
perubahan status lahan akan membawa konsekuensi birokrasi. DLH sebagai
pengelola RTH tentu akan melepas tanggung jawab jika lahan beralih fungsi.
Maka, koordinasi dengan BPKAD, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP),
serta Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) menjadi penting.
Namun semua ini bisa diatasi, asalkan ada kemauan politik yang kuat dan
semangat kolaboratif antar-OPD.
Perubahan
tidak berarti pengkhianatan terhadap fungsi awal, tetapi penyesuaian terhadap
kebutuhan zaman. RTH Terminal Mulyojati 16C memiliki potensi untuk menjadi etalase
baru Kota Metro, pusat interaksi warga, inkubator ekonomi rakyat, sekaligus
wajah kota yang inklusif.
Sudah
saatnya kita tidak memandang ruang terbuka semata sebagai ruang hijau, tetapi
sebagai ruang hidup, yaitu hidup secara sosial, hidup secara ekonomi, dan hidup
secara budaya. RTH yang berubah menjadi RTP bukanlah pengurangan fungsi,
melainkan perluasan makna. Dan inilah waktunya Kota Metro memimpin perubahan
itu. (*)
Berita Lainnya
-
Idul Adha dan Pesan Luhur dari Sang Penguasa,Oleh: Arby Pratama
Sabtu, 07 Juni 2025 -
Mengapa Gaji ASN Pemprov Lampung Tak Boleh Telat, Oleh : Dr. Saring Suhendro
Kamis, 15 Mei 2025 -
Berjalan di Alam Bawah Sadar, Oleh: Arby Pratama
Senin, 10 Maret 2025 -
Terimakasih Wahdi-Qomaru, Selamat Mengabdi Bambang-Rafieq, Oleh: Arby Pratama
Sabtu, 22 Februari 2025