• Rabu, 18 Juni 2025

Minim Investasi, 3.468 Warga Metro Masih Menganggur

Rabu, 18 Juni 2025 - 13.08 WIB
85

Kepala Disnakertrans Kota Metro, Budiono saat dikonfirmasi di kantornya. Foto: Arby/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Dibalik geliat pembangunan yang terus digembar-gemborkan oleh Pemerintah Kota Metro, angka pengangguran tetap menjadi ironi yang belum terpecahkan.

Berdasarkan data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, tercatat sebanyak 3.468 orang di Kota Metro berstatus pengangguran terbuka. Angka ini setara dengan 3,71 persen dari total 93.584 angkatan kerja di kota berjuluk Bumi Sai Wawai tersebut.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Metro, Budiono secara terbuka mengakui bahwa problem pengangguran di Metro bukan sekadar akibat dari kesenjangan antara jumlah pencari kerja dengan ketersediaan lapangan kerja, melainkan lebih dalam, minimnya investasi skala besar yang masuk ke Metro menjadi penyebab utama.

“Permasalahan ketenagakerjaan kita sangat kompleks. Setiap tahun angkatan kerja meningkat, tapi laju penciptaan lapangan kerja tidak mampu mengejar. Apalagi, luas wilayah Kota Metro sangat kecil dan investasi besar yang masuk bisa dibilang sangat minim,” kata Budiono saat dikonfirmasi awak media, Rabu (18/6/2025).

Tak seperti kawasan industri di provinsi tetangga yang menjadi magnet bagi investor dan pencari kerja, Kota Metro justru terjebak dalam paradoks wilayah urban yang miskin industri.

Budiono menambahkan, hampir tidak ada perusahaan besar yang benar-benar mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan di Kota Metro. Sebagian besar lapangan kerja hanya bersifat informal, musiman, atau skala kecil-menengah.

“Minimnya perusahaan besar berdampak langsung pada terbatasnya lapangan usaha yang tersedia. Padahal, jumlah pencari kerja aktif yang telah mendaftar melalui aplikasi nasional siapkerja Kemnaker RI tercatat sebanyak 109 orang, sementara calon pekerja migran Indonesia atau CPMI asal Metro mencapai 270 orang," jelasnya.

Fenomena ini mengindikasikan satu hal, warga Metro semakin banyak yang mulai melirik luar daerah dan bahkan luar negeri demi bertahan hidup. Kota sendiri belum dapat menjadi episentrum ekonomi yang bisa menampung warga produktifnya.

Pemerintah Kota Metro melalui Disnakertrans memang tak tinggal diam. Dalam upaya menekan angka pengangguran, mereka menjalankan sejumlah program rutin seperti Job Canvassing, yakni pendataan lowongan kerja secara berkala.

Sepanjang 2024, pihaknya telah mendata 234 lowongan kerja dari 120 perusahaan baik di dalam maupun luar Kota Metro.

"Informasi lowongan ini kemudian disebarkan melalui media sosial, papan pengumuman, surat resmi ke kecamatan, hingga siaran radio. Namun, penyebaran informasi ini belum cukup untuk menyelesaikan akar masalah pengangguran," ungkapnya.

Sejumlah kalangan menilai, langkah-langkah ini hanya bersifat administratif dan informatif dan tidak menyentuh persoalan struktural seperti penciptaan sektor industri baru, insentif bagi investor, atau revitalisasi pusat-pusat ekonomi rakyat.

“Kami akui, keterbatasan dana dan wilayah menjadi kendala serius dalam penciptaan lapangan kerja baru. Tapi kami tetap mendorong perluasan kesempatan kerja melalui berbagai program pelatihan, sertifikasi, dan fasilitasi migrasi kerja yang aman,” beber Budiono.

Bagi generasi muda, terutama lulusan SMA maupun SMK dan perguruan tinggi di Metro, peluang kerja yang relevan dengan latar belakang pendidikan sangat terbatas. Banyak dari mereka akhirnya banting setir ke pekerjaan informal, menjadi ojek daring, bekerja di toko, atau menjadi buruh lepas.

Situasi ini diperparah dengan tidak adanya kebijakan afirmatif dari Pemkot Metro untuk mendorong investasi padat karya, pembangunan kawasan ekonomi baru, atau insentif fiskal bagi investor lokal. Hingga kini, belum ada satupun kawasan industri yang benar-benar dikembangkan di Metro secara serius.

Data Disnakertrans memang penting sebagai potret statistik. Namun, yang lebih mendesak adalah kemauan politik untuk menjadikan persoalan ketenagakerjaan sebagai prioritas lintas sektor.

Pemerintah Kota Metro dituntut tidak hanya menjadi pengumpul data dan penyalur informasi, tetapi juga sebagai penggerak penciptaan peluang ekonomi.

Tanpa adanya keberanian untuk membuka ruang bagi investor baik dalam bentuk penyederhanaan regulasi, pembebasan lahan strategis, maupun kemudahan perizinan, maka angka 3.468 pengangguran ini akan terus membayangi, bahkan bisa membengkak seiring pertumbuhan angkatan kerja tiap tahun.

Metro butuh lebih dari sekadar niat baik dan rutinitas administratif. Metro butuh kebijakan ekonomi yang berani, inklusif, dan visioner. Jika tidak, kota ini hanya akan menjadi transit para pencari kerja dan bukan rumah bagi mereka yang ingin membangun masa depan. (*)