Minim Investasi, 3.468 Warga Metro Masih Menganggur

Kepala Disnakertrans Kota Metro, Budiono saat dikonfirmasi di kantornya. Foto: Arby/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co,
Metro - Dibalik geliat pembangunan yang terus digembar-gemborkan oleh
Pemerintah Kota Metro, angka pengangguran tetap menjadi ironi yang belum terpecahkan.
Berdasarkan data
resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, tercatat sebanyak 3.468
orang di Kota Metro berstatus pengangguran terbuka. Angka ini setara dengan
3,71 persen dari total 93.584 angkatan kerja di kota berjuluk Bumi Sai Wawai
tersebut.
Kepala Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Metro, Budiono secara
terbuka mengakui bahwa problem pengangguran di Metro bukan sekadar akibat dari
kesenjangan antara jumlah pencari kerja dengan ketersediaan lapangan kerja,
melainkan lebih dalam, minimnya investasi skala besar yang masuk ke Metro
menjadi penyebab utama.
“Permasalahan
ketenagakerjaan kita sangat kompleks. Setiap tahun angkatan kerja meningkat,
tapi laju penciptaan lapangan kerja tidak mampu mengejar. Apalagi, luas wilayah
Kota Metro sangat kecil dan investasi besar yang masuk bisa dibilang sangat
minim,” kata Budiono saat dikonfirmasi awak media, Rabu (18/6/2025).
Tak seperti kawasan
industri di provinsi tetangga yang menjadi magnet bagi investor dan pencari
kerja, Kota Metro justru terjebak dalam paradoks wilayah urban yang miskin
industri.
Budiono
menambahkan, hampir tidak ada perusahaan besar yang benar-benar mampu menyerap
tenaga kerja dalam jumlah signifikan di Kota Metro. Sebagian besar lapangan
kerja hanya bersifat informal, musiman, atau skala kecil-menengah.
“Minimnya
perusahaan besar berdampak langsung pada terbatasnya lapangan usaha yang
tersedia. Padahal, jumlah pencari kerja aktif yang telah mendaftar melalui
aplikasi nasional siapkerja Kemnaker RI tercatat sebanyak 109 orang, sementara
calon pekerja migran Indonesia atau CPMI asal Metro mencapai 270 orang,"
jelasnya.
Fenomena ini
mengindikasikan satu hal, warga Metro semakin banyak yang mulai melirik luar
daerah dan bahkan luar negeri demi bertahan hidup. Kota sendiri belum dapat
menjadi episentrum ekonomi yang bisa menampung warga produktifnya.
Pemerintah Kota
Metro melalui Disnakertrans memang tak tinggal diam. Dalam upaya menekan angka
pengangguran, mereka menjalankan sejumlah program rutin seperti Job Canvassing,
yakni pendataan lowongan kerja secara berkala.
Sepanjang 2024,
pihaknya telah mendata 234 lowongan kerja dari 120 perusahaan baik di dalam
maupun luar Kota Metro.
"Informasi
lowongan ini kemudian disebarkan melalui media sosial, papan pengumuman, surat
resmi ke kecamatan, hingga siaran radio. Namun, penyebaran informasi ini belum
cukup untuk menyelesaikan akar masalah pengangguran," ungkapnya.
Sejumlah kalangan
menilai, langkah-langkah ini hanya bersifat administratif dan informatif dan
tidak menyentuh persoalan struktural seperti penciptaan sektor industri baru,
insentif bagi investor, atau revitalisasi pusat-pusat ekonomi rakyat.
“Kami akui,
keterbatasan dana dan wilayah menjadi kendala serius dalam penciptaan lapangan
kerja baru. Tapi kami tetap mendorong perluasan kesempatan kerja melalui
berbagai program pelatihan, sertifikasi, dan fasilitasi migrasi kerja yang
aman,” beber Budiono.
Bagi generasi muda,
terutama lulusan SMA maupun SMK dan perguruan tinggi di Metro, peluang kerja
yang relevan dengan latar belakang pendidikan sangat terbatas. Banyak dari
mereka akhirnya banting setir ke pekerjaan informal, menjadi ojek daring,
bekerja di toko, atau menjadi buruh lepas.
Situasi ini
diperparah dengan tidak adanya kebijakan afirmatif dari Pemkot Metro untuk
mendorong investasi padat karya, pembangunan kawasan ekonomi baru, atau
insentif fiskal bagi investor lokal. Hingga kini, belum ada satupun kawasan
industri yang benar-benar dikembangkan di Metro secara serius.
Data Disnakertrans
memang penting sebagai potret statistik. Namun, yang lebih mendesak adalah
kemauan politik untuk menjadikan persoalan ketenagakerjaan sebagai prioritas
lintas sektor.
Pemerintah Kota
Metro dituntut tidak hanya menjadi pengumpul data dan penyalur informasi,
tetapi juga sebagai penggerak penciptaan peluang ekonomi.
Tanpa adanya
keberanian untuk membuka ruang bagi investor baik dalam bentuk penyederhanaan
regulasi, pembebasan lahan strategis, maupun kemudahan perizinan, maka angka
3.468 pengangguran ini akan terus membayangi, bahkan bisa membengkak seiring
pertumbuhan angkatan kerja tiap tahun.
Metro butuh lebih
dari sekadar niat baik dan rutinitas administratif. Metro butuh kebijakan
ekonomi yang berani, inklusif, dan visioner. Jika tidak, kota ini hanya akan
menjadi transit para pencari kerja dan bukan rumah bagi mereka yang ingin membangun
masa depan. (*)
Berita Lainnya
-
Kejari Metro Musnahkan Barang Bukti Narkoba, Senjata Api dan Uang Palsu
Rabu, 18 Juni 2025 -
Usai Viral, Pemkot Metro Evakuasi ODGJ dan Kembalikan ke Daerah Asal
Rabu, 18 Juni 2025 -
Guru Diminta Berinovasi, Integrasikan Teknologi dalam Metode Pengajaran di Sekolah
Selasa, 17 Juni 2025 -
Telan Anggaran 20 Miliar, Tiga Proyek Strategis Penanganan Banjir Kota Metro Dimulai Juli 2025
Selasa, 17 Juni 2025