Buaya Sang Predator Ganas Penghuni Sungai Terbesar di Tanggamus Diburu

Tim BKSDA didampingi kepala Pekon dan warga saat meninjau Way Semaka sebelum melakukan upaya menangkap buaya yang menjadi momok. Foto: Sayuti/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Tanggamus - Way Semaka, sungai terpanjang dan terbesar di
Kabupaten Tanggamus, yang mengalir membelah Kecamatan Bandar Negeri Semuong,
Wonosobo, dan Semaka, selama ini dikenal sebagai urat nadi kehidupan. Namun,
ketenangan sungai itu telah lama terusik. Di balik riaknya yang damai,
mengendap ancaman buaya muara (Crocodylus porosus), predator ganas yang kini
menjadi musuh bersama warga Tanggamus.
Pada Senin (30/6/2025), duka kembali menyelimuti Pekon Sripurnomo. Wasim
(80), seorang kakek yang dikenal ramah, ditemukan tak bernyawa di pinggiran Way
Semaka. Ia menjadi korban terbaru dari serangkaian serangan buaya yang telah
terjadi sejak tahun lalu. Serangannya cepat dan mematikan. Tubuh Wasim sempat
diseret ke dalam air sejauh 200 meter sebelum ditemukan warga.
Kabar kematian Wasim segera menggugah gerak cepat Balai Konservasi Sumber
Daya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Lampung. Tiga personel
diturunkan ke lokasi: Yuliar sebagai koordinator lapangan, bersama Akbar dan
Muhammad Doni. Mereka membawa jerat kolong, tali-temali, dan umpan hidup berupa
ayam serta bebek.
“Jika tali-temali cukup, akan kami pasang tiga perangkap di titik-titik kemunculan buaya. Metode ini pernah berhasil kami gunakan tahun lalu,” ujar Yuliar saat meninjau lokasi pada Rabu (2/7/2025).
BACA JUGA: Serangan
Buaya Kembali Terjadi di Tanggamus, Warga Desak Pemerintah Ambil Tindakan
Serangan buaya di Way Semaka bukan cerita baru. Pada 13 Mei 2025, Maryati
(45), warga Dusun Sukadamai, Pekon Sripurnomo, diserang saat mandi di sungai
tak jauh dari rumahnya. Seekor buaya menyergap tiba-tiba dari dalam air,
menerkam kakinya hingga mengalami patah tulang dan luka parah.
Jeritannya menggema di antara dinding-dinding dusun. Warga berlari
menolong, berhasil menarik tubuh Maryati dari rahang sang predator. Ia selamat,
namun hingga kini masih menjalani pemulihan trauma dan luka yang belum pulih
sepenuhnya.
Setahun sebelum Maryati dan Wasim diserang, Way Semaka sudah menelan korban
jiwa. Pada 24 Juni 2024, Painah (51) dan Ngatini (58), dua tetangga yang
tinggal di RT 004 RW 002 Pekon Sripurnomo, diserang buaya secara bersamaan.
Painah tewas mengenaskan, jenazahnya baru ditemukan keesokan harinya. Ngatini
selamat, namun mengalami luka gigitan di bagian punggung.
Tak lama kemudian, pada 27 Juni 2024, tim BKSDA berhasil menangkap seekor
buaya muara sepanjang 2,95 meter dengan lebar tubuh 45 cm. Buaya itu terjerat
dalam perangkap kolong dan langsung dievakuasi ke Pusat Penyelamatan Satwa SKW
III Lampung BKSDA Bengkulu, di Rajabasa, Bandar Lampung.
“Buaya ini punya gigi taring bagian atas yang patah. Artinya, sudah sering
berkonflik atau terluka,” ujar Joko Susilo, Kepala SKW III Lampung.
Dulu, Way Semaka menjadi tempat berkumpul, ibu-ibu mencuci pakaian,
anak-anak berenang sambil tertawa, dan bapak-bapak memancing sambil berbagi
cerita. Namun kini, senyap menyelimuti. Tak ada lagi tawa atau ceburan air,
yang tersisa hanyalah ketakutan.
“Anak-anak sekarang dilarang ke sungai. Airnya tenang, tapi kami tahu ada
bahaya di dalamnya,” kata Juwariyah, warga Pekon Sripurnomo.
Tim BKSDA pun mengingatkan, konflik manusia dan buaya bukan semata karena
buaya menjadi lebih ganas, tetapi karena alam yang semakin rusak, habitat
mereka menyempit, dan pakan di hutan menghilang.
“Buaya ini tidak datang untuk berburu manusia. Mereka datang karena dipaksa oleh keadaan,” ujar Yuliar.
Berikut ini daftar korban buaya di Sungai Way Semaka:
- Painah (51) 24–25
Juni 2024 Pekon Sripurnomo Meninggal dunia
- Ngatini (58) 24
Juni 2024 Pekon Sripurnomo Luka-luka
- Maryati (45) 13
Mei 2025 Dusun Sukadamai, Sripurnomo Luka parah, patah kaki
- Wasim (80) 30
Juni 2025 Pekon Sripurnomo Meninggal dunia
Way Semaka kini menjadi simbol konflik antara alam yang terus terdesak dan
manusia yang kian mendekat ke habitat satwa liar.
Perangkap-perangkap yang kini dipasang oleh tim BKSDA bukan sekadar alat
penangkap predator, tetapi juga cermin atas ketidakseimbangan yang kita
ciptakan sendiri.
Jika kita tak segera menyelamatkan alam, maka mungkin akan datang hari di
mana Way Semaka tak lagi hanya mengalirkan air, tapi juga air mata. (*)
Berita Lainnya
-
Orang Tua Siswa di Tanggamus Sambut Positif Penghapusan Uang Komite Sekolah
Rabu, 02 Juli 2025 -
Serangan Buaya Kembali Terjadi di Tanggamus, Warga Desak Pemerintah Segera Ambil Tindakan
Senin, 30 Juni 2025 -
Lansia di Tanggamus Tewas Diterkam Buaya Saat Buang Air di Sungai Way Semaka
Senin, 30 Juni 2025 -
Satu Jemaah Haji Asal Tanggamus Wafat di Madinah, 386 Jemaah Pulang ke Tanah Air
Senin, 30 Juni 2025