Pengadaan Buku Perpustakaan SDN 1 Sebarus Lampung Barat Diduga Langgar Prosedur

SDN 1 Sebarus, Lampung Barat. Foto: Ist
Kupastuntas.co, Lampung Barat - Pengadaan
buku perpustakaan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 sebarus tahun pelajaran 2022-2023
diduga tidak sesuai prosedur. Dugaan ini muncul setelah ditemukan ketidak
sesuaian mekanisme antara pihak sekolah, penerbit dan Dinas Pendidikan, serta
dapat dilihat dari data berupa dokumen pengadaan yang ditunjukkan pihak
sekolah.
Berdasarkan penelusuran
Kupastuntas.co, pengadaan buku dilakukan benar melalui platform Sistem
Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) namun kuat dugaan proses terlaksana
hanya sebatas formalitas dan sarat rekayasa karena dilihat dari data yang
ditunjukkan pihak sekolah dan penerbit tidak mengacu pada alur SIPLah yang
dianjurkan pemerintah.
Sales penerbit Yudhistira wilayah
Lampung Barat, mansur mengaku bahwa pengadaan dilakukan melalui SIPLah, dan
seluruh mekanismenya sudah sesuai aturan, namun kesalahan dalam pengiriman buku
seperti kelebihan jumlah, kekeliruan judul, atau ketidak sesuaian kelas adalah
hal yang biasa terjadi.
“Pemesanan memang melalui SIPLah,
kalau terjadi kesalahan itu umum, karena pengiriman dilakukan dari cabang yang
menangani seluruh kabupaten. Kami hanya bisa kroscek secara data sebelum kirim.
Jika sekolah sudah menyatakan cocok antara pesanan dan fisik, kami anggap tidak
ada masalah,” ujar Mansur.
BACA JUGA: Buku Perpustakaan SD di Lampung Barat
Dijual Bebas, Ini Respons Dinas Pendidikan
Mansur menambahkan, pengembalian
(return) buku dilakukan pada 17 Maret 2023. Namun, ketika dimintai data lengkap
pengadaan, ia sempat keberatan karena awalnya yang dibahas hanya buku
bermasalah, bukan seluruh transaksi. Ia kembali menegaskan jika mekanisme
pemesanan buku sudah sesuai aturan yang berlaku melalui aplikasi.
“Awalnya fokusnya buku yang
bermasalah, kok sekarang mengarah ke keseluruhan data. Modelnya jadi seperti
itu bagaimana?,” katanya, menunjukkan ketidaksiapan membuka seluruh dokumen,
yang memunculkan kecurigaan adanya pelanggaran prosedur.
Sikap tertutup juga ditunjukkan
Kepala SDN 1 Sebarus, Darlin. Ia awalnya enggan memberikan akses untuk
dokumentasi rincian pemesanan buku, dengan alasan kerahasiaan internal sekolah.
Ia menyebut data tersebut biasanya hanya diberikan kepada Aparat Penegak Hukum
(APH), dan khawatir akan penyalahgunaan jika difoto dan tersebar.
“Kami bukan menolak, hanya
hati-hati. Ini data bisa saja disalahgunakan jika HP hilang atau digunakan
orang lain. Tapi ini bisa dipertanggungjawabkan, sudah diperiksa BPK juga,”
kata Darlin.
Darlin menjelaskan setelah
seluruh proses transaksi pemesanan buku dan pengiriman selesai dilakukan dan
begitu buku diterima, petugas perpustakaan langsung melakukan cap untuk
pendataan sesuai prosedur yang berlaku pada alur pemesanan menggunakan SIPLah.
Namun anehnya pesanan buku yang
seharusnya hanya 20 mengalami kelebihan sebanyak 6 eksemplar dan oleh petugas perpustakaan
tetap dilakukan pengecapan, padahal petugas tau jika buku yang dipesan hanya 20
eksemplar hal tersebut kembali menunjukkan adanya pelanggaran prosedur.
BACA JUGA: Kata Penerbit Terkait Buku Perpustakaan SD
Dijual Bebas di Marketplace: Kelebihan Pengadaan
Seharusnya jika pihak sekolah
sudah tau jumlah buku yang diterima melebihi pesanan seharusnya kelebihan buku
langsung disisihkan dan tidak langsung dilakukan pengecapan oleh pihak sekolah,
menunjukkan kurangnya pengawasan yang dilakukan pihak sekolah ataupun penerbit.
Terlebih lembaran daftar
pemesanan buku yang ditunjukkan oleh Darlin, diduga tidak termasuk dalam alur
pengadaan buku melalui SIPLah, pada dokumen tertera nama Yudhistira Group serta
di tandatangani dan diberi cap basah, sedangkan pada sistem SIPLah tidak ada
dokumen yang diberi cap basah karena semua sudah berbasis online.
Bendahara sekolah SD 1 Sebarus Utsman
mengatakan, pemesanan melalui SIPLah dilakukan setelah adanya koordinasi antara
sekolah dan penerbit dan kepala sekolah, dengan memperhatikan kebutuhan dan
jumlah siswa. Penerbit dipilih berdasarkan harga dan layanan, bukan karena
intervensi.
“Kami membandingkan harga di
SIPLah, kemudian setelah cocok di acc pak kepala sekolah kami langsung proses,
setelah itu pilih Yudhistira karena pelayanannya cepat dan komunikatif.
Pengiriman biasanya butuh waktu 1–2 bulan, itu normal. Tidak ada paksaan
memilih penerbit,” jelasnya.
Ia juga mengaku bahwa seluruh
alur pemesanan buku perpustakaan sudah sesuai dengan prosedur SIPLah, namun
saat dimintai bukti transfer dan SPJ, Utsman mengaku tidak dapat menunjukkannya
karena sudah tidak menjabat sebagai bendahara, dan lupa menyimpan dokumen
tersebut.
“Bukti pembayaran ada, tapi saya
tidak ingat di mana. Itu sudah lama, mungkin bendahara yang sekarang masih
menyimpan,” ujarnya.
Sementara itu, terpisah sumber
pihak sekolah lain yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa pihak
penerbit dalam belanja buku kerap mengeluarkan rabat atau yang biasa disebut
sebagai cashback, yang diberikan langsung kepada pihak sekolah.
"Namun anehnya, rabat yang
semestinya kembali ke kas negara justru dikembalikan ke pihak skeolah, padahal
dalam regulasi keuangan negara telah mengatur setiap perbelanjaan yang
menggunakan keuangan negara rabat atau cashback atau diskon harus dikembalikan pihak
penyedia ke kas negara," ujar sumber yang juga penyelenggara pendidikan di
kabupaten Lampung Barat.
Sementara itu, Kasi Kurikulum
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Barat, Lediyawati, menegaskan bahwa
seluruh pengadaan buku di sekolah harus dilakukan melalui SIPLah, dan SPJ wajib
dimiliki serta disimpan sebagai bentuk pertanggungjawaban keuangan negara.
“Kalau melalui SIPLah, tidak ada
proses manual dan tidak ada negosiasi langsung. Prosesnya seperti belanja
online jika sudah transfer, barang langsung dikirim. Tidak ada alasan
pengiriman mundur 1–2 bulan,” tegas Ledy.
Ia menduga, sekolah hanya
menggunakan SIPLah sebagai formalitas transaksi, sementara komunikasi dan
negosiasi dilakukan secara langsung dengan penerbit, yang rata-rata merupakan
warga lokal Lampung Barat. Hal ini tentu menimbulkan potensi konflik
kepentingan dan pelanggaran asas transparansi dalam pengadaan barang dan jasa.
“Terkesan hanya setengah hati menggunakan
SIPLah. Kalau sudah transfer dan upload, buku seharusnya langsung dikirim.
Kalau masih menunggu dua bulan, berarti ada masalah antara keduanya pada saat
transaksi,” kata Ledy.
Ia menegaskan Dinas tidak pernah
mengondisikan pihak sekolah untuk memilih penerbit tertentu. Peran Dinas hanya
menginput daftar harga ke dalam sistem ARKAS. “Kami tidak mengarahkan ke siapa
pun. Kalau daftar harga tidak tercantum, sekolah tidak bisa membeli buku dari
penerbit itu,” ujarnya.
Lebih jauh, Ledy menyebut bahwa
potensi kesalahan dalam pengadaan memang ada, tetapi seharusnya bisa
diminimalisir jika mekanisme SIPLah dijalankan sesuai aturan. Ia juga
menekankan bahwa minimal 10 persen dari anggaran BOS dialokasikan untuk
pengadaan buku perpustakaan, sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Disinggung mengenai kemungkinan
adanya cashback yang diberikan pihak penerbit, ia mengatakan semua alur
pengadaan menjadi tanggung jawab sekolah, sehingga yang bertanggungjawab
sepenuhnya terkait hal tersebut adalah pihak sekolah.
Dengan berbagai temuan tersebut,
muncul dugaan bahwa pengadaan buku perpustakaan SDN 1 Sebarus tidak sepenuhnya
mengikuti prosedur SIPLah secara utuh dan dapat membuka ruang pelanggaran
administratif. Ketidak terbukaan dalam akses data dan lemahnya dokumentasi
menjadi indikasi potensi pelanggaran yang harus ditelusuri lebih lanjut oleh
pihak berwenang.
Sebelumnya, kasus ini bermula
saat ditemukan buku bercap “Perpustakaan SDN 1 Sebarus, Kecamatan Balik Bukit,
Kabupaten Lampung Barat” dijual bebas di marketplace Shopee. Sontak temuan ini menguatkan
dugaan adanya praktik jual beli buku milik perpustakaan sekolah yang notabene
adalah milik negara. (*)
Berita Lainnya
-
Dua Jamaah Haji Asal Lampung Barat Wafat, 306 Jamaah Tiba di Tanah Air
Jumat, 04 Juli 2025 -
KPU Lampung Barat Catat Penambahan 4.138 Pemilih, Total Capai 226.374 Pemilih di Triwulan II 2025
Rabu, 02 Juli 2025 -
Petugas PJR Bongkar Penyelundupan Ganja 4 Kg di Tol Bakter
Rabu, 02 Juli 2025 -
Kuota LPG 3 Kg Hanya Cukup Hingga November, Pemkab Lambar Usulkan Penambahan
Selasa, 01 Juli 2025