Tradisi Adat Pangan Balak Warnai HUT Desa Sukajaya di Tanggamus, Ketika Warisan Budaya Menyatukan Warga

Tradisi menyatukan Warga rayakan HUT Pekon Sukajaya ke-14 dengan Pangan Balak, simbol budaya dan kebersamaan Lampung. Foto: Sayuti/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Tanggamus - Langit cerah menaungi Gedung Keserasian Pekon (Desa) Sukajaya pagi itu. Udara
semilir membawa aroma rempah dari dapur-dapur warga yang sejak subuh telah
bergotong royong menyiapkan hidangan untuk Pangan Balak.
Suara tawa anak-anak berpadu
dengan derap kaki peserta karnaval budaya yang mengenakan pakaian adat,
menjadikan hari itu bukan sekadar perayaan ulang tahun desa, tapi sebuah pesta
kebudayaan yang menghidupkan kembali denyut warisan Lampung.
Pekon Sukajaya, sebuah desa
di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, genap berusia 14 tahun. Namun
semangat warga dalam merayakannya terasa seperti napas lama yang baru
dihidupkan kembali.
Untuk pertama kalinya, Pangan
Balak, tradisi adat yang sarat makna kebersamaan dan gotong royong, digelar
sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur sekaligus syukur atas kebersamaan.
“Ini bukan hanya tentang
makan bersama. Pangan Balak adalah hati dan jati diri kita sebagai orang
Lampung,” ujar Abdul Karim, Kepala Pekon Sukajaya yang juga Ketua APDESI
Kecamatan Semaka. Jumat (4/7/25).
“Saya ingin momentum ini
menjadi titik awal. InsyaAllah tiap tahun akan kita gelar, bukan hanya sebagai
acara, tapi sebagai gerakan pelestarian adat," tambahnya.
Acara ini tidak hanya
dihadiri tokoh-tokoh masyarakat, pemuka adat Saibatin, Batin Mangku, dan Batin
Minak Ayu, tapi juga menjadi tempat berkumpul bagi warga dari berbagai penjuru
kecamatan, dari Pematangsawa hingga Pengikhan, dari Dalom hingga Jukhagan. Di
tengah keragaman marga dan latar belakang, semua menyatu dalam suasana guyub
dan hangat.
“Saya sampai merinding lihat
anak-anak muda ikut nari piccak khakot dan sekhah busekhah. Ini jarang sekali
terjadi sekarang. Rasanya seperti kembali ke masa kecil,” ucap Sarni (52),
warga setempat, sambil menyeka air mata haru.
Rangkaian kegiatan dimulai
dengan karnaval budaya arak buarak, diikuti dengan pertunjukan tari pedang,
pencak silat, dan berbagai ritual adat lainnya yang menggambarkan nilai-nilai
kearifan lokal.
Malam harinya, pentas seni dari
sanggar Gemapusaka menghidupkan panggung dengan tarian Sambayan Mulli Menganai,
menampilkan simbol keselarasan antara perempuan dan laki-laki dalam struktur
adat Lampung.
Rendi (21), warga muda yang
turut serta dalam karnaval, mengaku bangga bisa terlibat. “Saya baru pertama
kali ikut Pangan Balak. Ternyata maknanya dalam sekali. Ada filosofi gotong
royong, rasa syukur, dan kebersamaan. Kami yang muda-muda jadi makin cinta sama
budaya sendiri,” katanya.
Puncak acara akan ditutup
pada Sabtu malam nanti dengan pagelaran wayang kulit, menandai akhir dari
rangkaian perayaan HUT Pekon Sukajaya yang berlangsung sejak 3 Juli 2025.
Namun, bagi warga, kenangan
dan semangat hari itu akan terus hidup, mengalir dalam percakapan, dalam cerita
anak-anak, dan dalam setiap upaya menjaga jati diri.
“Pangan Balak adalah cermin
dari siapa kita. Saya berharap pekon-pekon lain di Semaka bisa ikut
melestarikan tradisi ini. Budaya kita kaya, tinggal bagaimana kita menjaganya,”
tutup Abdul Karim dengan penuh harap.
Di bawah cahaya lampu gantung
dan lantunan musik tradisional yang mengiringi, wajah-wajah warga berseri. Tak
ada batas antara tua dan muda, laki-laki dan perempuan.
Di meja panjang berisi aneka
makanan tradisional, semua duduk bersisian, saling berbagi nasi, cerita, dan
senyum, sebuah potret sederhana tentang Indonesia yang rukun dan kaya budaya,
yang dimulai dari pekon kecil bernama Sukajaya. (*)
Berita Lainnya
-
Antre Panjang dan Dapat Satu Tabung, Warga Keluhkan Operasi Pasar Gas Melon Pemkab Tanggamus
Jumat, 04 Juli 2025 -
Pemkab Tanggamus Targetkan Angka Stunting Turun Jadi 14 Persen pada 2025
Jumat, 04 Juli 2025 -
Teror Buaya Way Semaka Berakhir, Sang Predator Berhasil Ditangkap
Jumat, 04 Juli 2025 -
Buaya Sang Predator Ganas Penghuni Sungai Terbesar di Tanggamus Diburu
Kamis, 03 Juli 2025