• Sabtu, 12 Juli 2025

Dari Gelas Jus ke Kunci Mobil, Kisah Edi Jadi Bos Mobil Bekas di Metro

Sabtu, 12 Juli 2025 - 09.00 WIB
360

Edi Ariansyah (45), pemilik Amanah Dias Mobilindo Metro, saat menjelaskan mobil dagangannya. Foto: Arby/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Di balik gemerlap deretan mobil bekas (Mobkas) yang berjajar rapi di Amanah Dias Mobilindo, Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Metro, ada kisah sederhana yang menggetarkan hati.

Bukan tentang warisan, bukan pula tentang modal besar, tetapi tentang harapan, kerja keras, dan keyakinan tanpa henti dari seorang ayah yang ingin anak-anaknya tumbuh dengan masa depan yang lebih baik.

Namanya Edi Ariansyah, seorang pria 45 tahun Warga Jalan Pala VI, Iringmulyo, Metro Timur yang memulai hidupnya dari bawah.

Ia pernah menjadi penjual jus buah di pinggir jalan, membuka lapak kecil bertuliskan Istana Jus Buah, lengkap dengan meja sederhana, blender tua, dan harapan yang nyaris tak bersuara.

"Setiap hari saya buka etalase jus tempat jualan. Kadang hanya sekedar laku, kadang ramai, tapi saya tidak pernah berhenti jualan, karena saya tahu saya harus pulang membawa uang untuk beli beras dan susu anak,” kenangnya, menatap kosong sejenak sebelum tersenyum kepada Kupastuntas.co, Sabtu (12/7/2025).

Untuk menambah pemasukan, Edi juga menjadi pengemudi ojek online. Pagi jualan jus, siang hingga malam narik penumpang. Di antara waktu-waktu kosong, ia bermimpi bukan tentang kaya, tapi tentang tenang.

"Saya cuma ingin bisa punya usaha tetap, punya rumah sendiri dan bisa nyekolahin anak-anak tanpa hutang,” ujarnya lirih.

Titik balik hidup Edi datang di tahun 2019, saat ia memutuskan menjual mobil pribadinya yaitu Toyota Veloz tahun 2014.

Mobil yang sehari-hari ia gunakan untuk nge-grab itu akhirnya ia lepas seharga Rp139 juta. Keputusan berat, tapi ia tahu bahwa itu satu-satunya jalan keluar.

"Waktu itu saya mikir, daripada terus muter di tempat, saya harus ambil risiko. Saya jual mobil itu, lalu saya beli dua mobil bekas untuk dijual lagi,” kata Edi.

Dua unit mobil itu pun ia tawarkan ke teman-teman, pelanggan jus, dan bahkan penumpang Grab-nya. Ia belajar berdagang mobil tanpa guru.

Ia belajar memotret mobil yang menarik, membuat caption yang jujur, dan menjawab ratusan pertanyaan pelanggan dengan sabar. Tak jarang ia tertipu, tapi ia terus melangkah.

Hari demi hari, mobil yang ia jual bertambah. Lapak jus perlahan berubah menjadi tempat parkir mobil bekas. Label Istana Jus Buah pun ia ganti menjadi Amanah Dias Mobilindo.

"Saya ganti namanya, karena saya ingin membawa amanah. Bukan cuma cari untung, tapi juga menjaga kepercayaan,” ujarnya pelan.

Perjalanan tak selalu mulus. Pandemi datang menghantam di tahun 2020, membuat pasar lesu dan penjualan nyaris nol. Tapi Edi tak menyerah, pria berdarah Palembang tersebut mulai menjual mobil lewat media sosial, menjawab chat satu per satu dari calon pembeli yang tak ia kenal, bahkan menawarkan video call untuk menunjukkan kondisi mobil secara jujur.

"Orang beli mobil sekarang nggak perlu datang. Lihat foto, lihat video, transfer. Tapi itu semua bisa terjadi karena mereka percaya,” papar Edi.

Pria yang hobi olahraga berlari tersebut juga sadar, pasar terus berubah. Ia belajar membaca tren, mengikuti keinginan pasar, dan menyesuaikan stok mobil. Mobil-mobil tahun muda dengan harga di bawah Rp150 juta menjadi favorit. Ia pun fokus menyuplai segmen itu.

Dan hasilnya tak sia-sia. Kini, Edi mampu menjual 8 hingga 10 unit mobil per bulan, dengan keuntungan rata-rata mencapai Rp 60 juta. Namun, bukan angka yang membuatnya bangga, melainkan proses dan nilai yang ia jaga.

Di rumah, Edi tetaplah seorang ayah yang sederhana. Ia masih mengantar anak sekolah, masih turun langsung mencuci mobil dan tak pernah enggan menyapu showroomnya sendiri.

Dirinya selalu mengingatkan anak-anaknya bahwa keberhasilan bukan datang dari keberuntungan, tetapi dari keringat perjuangan yang tekun dan doa.

"Saya ingin mereka tahu, ayah mereka bukan orang kaya, tapi orang yang tidak pernah menyerah,” ucapnya sambil menahan haru.

Baginya, bisnis bukan sekadar untung dan rugi, tapi tentang keberkahan. Ia tidak mengejar jadi yang terbesar, tapi ingin jadi yang paling dipercaya.

"Yang penting mobil yang saya jual benar-benar layak. Kalau rusak, saya perbaiki dulu. Kalau suratnya nggak jelas, saya nggak jual,” tegasnya.

Kisah Edi Ariansyah bukan cuma tentang mobil bekas, tapi tentang semangat yang tak pernah lelah. Tentang seorang lelaki biasa yang memilih untuk tidak menyerah, walau hidup berkali-kali mencoba menjatuhkannya.

Dirinya mengajarkan bahwa memulai dari bawah bukanlah aib. Bahwa menjual jus bukan berarti tak bisa jadi bos showroom. Dan bahwa mimpi besar bisa tumbuh di tempat yang paling sederhana asalkan dikerjakan dengan sungguh-sungguh.

Di ujung wawancara, Edi menatap mobil-mobil yang terparkir rapi. “Dulu saya hanya punya satu mobil dan segelas jus. Sekarang, alhamdulillah, mobil saya bukan cuma untuk saya pakai, tapi untuk saya jual, dan semoga bermanfaat untuk orang lain,” katanya dengan mata berbinar.

Kisahnya adalah pengingat bahwa dalam hidup, yang paling penting bukan seberapa cepat kita sukses, tapi seberapa kuat kita bertahan dalam proses. (*)