Konflik Harimau dan Manusia di Lambar, Yusdianto: BKSDA dan TNBBS Gagal Lindungi Warga dari Ancaman Satwa Liar

Akademisi Universitas Lampung (Unila), Yusdianto. Foto: Dok.
Kupastuntas.co, Lampung Barat - Tragedi meninggalnya seorang warga Lampung Barat (Lambar) akibat dugaan serangan hewan buas kembali memunculkan sorotan tajam terhadap lemahnya penanganan konflik satwa dan manusia oleh pemerintah, khususnya lembaga yang memiliki mandat pengelolaan kawasan konservasi.
Peristiwa tersebut menimpa Misni (53), pria asal Pemalang, Jawa Tengah, yang berdomisili di Umbul Tengah, Kalipasir, Pekon Sukabumi, Kecamatan Batu Brak, Lampung Barat.
Korban ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa pada Kamis (10/07/2025) sekitar pukul 19.15 WIB. Ia diduga tewas akibat serangan hewan liar saat tengah beraktivitas di area kebun.
Berdasarkan informasi dari warga dan aparat setempat, lokasi kejadian berada di jalur kebun antara Kalipasir hingga Bawang Bakung Gerdai, kawasan yang dikenal berbatasan langsung dengan wilayah hutan konservasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Camat Batu Brak, Ruspel Gultom, mengonfirmasi bahwa korban diperkirakan meninggal sekitar pukul 16.00 WIB. Proses evakuasi dilakukan oleh warga bersama aparat pekon dan dibantu tenaga medis dari Puskesmas Batu Brak.
"Jenazah korban langsung dibawa ke rumah duka dan telah ditangani oleh petugas puskesmas serta pemerintah pekon,” ujar Ruspel.
Kematian ini menambah panjang daftar kasus konflik manusia dan satwa liar yang terjadi di Lampung Barat dalam beberapa tahun terakhir, yang kerap kali berujung pada korban jiwa maupun kerugian ekonomi masyarakat.
Merespons kejadian ini, Akademisi Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, melontarkan kritik keras terhadap dua lembaga utama yang dinilai paling bertanggung jawab dalam persoalan ini, yakni Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
"Kedua lembaga ini cenderung membiarkan persoalan berjalan begitu saja. Tidak ada aksi nyata yang mereka lakukan pascakejadian. Mereka seperti hanya menjadi tukang arsip, mencatat jumlah satwa, tanaman, dan luas kawasan hutan tanpa ada tindakan konkret di lapangan,” tegas Yusdianto, Jumat (11/07/2025).
Menurutnya, fungsi BKSDA dan TNBBS tidak seharusnya hanya administratif, melainkan harus aktif, responsif, dan solutif dalam menangani persoalan yang menyangkut keselamatan warga di sekitar kawasan hutan konservasi.
"Anggaran negara yang digelontorkan ke dua lembaga itu seperti sia-sia jika tidak berdampak langsung kepada masyarakat. Kita butuh perubahan pendekatan, bukan hanya laporan statistik dan klaim pelestarian,” kritik Yusdianto.
Ia juga menegaskan perlunya pemetaan zona rawan konflik manusia-satwa secara menyeluruh dan terperinci di seluruh wilayah Lampung Barat dan sekitarnya yang berbatasan dengan kawasan hutan.
Tak hanya itu, ia menekankan pentingnya program edukasi, mitigasi, dan sosialisasi intensif kepada masyarakat agar warga yang tinggal di sekitar hutan memahami risiko serta tindakan pencegahan jika berada di jalur lintasan satwa liar.
"BKSDA dan TNBBS harus menjadi motor penggerak kolaborasi lintas sektor, bukan bekerja sendiri-sendiri. Kolaborasi itu harus melibatkan pemerintah daerah, Pemprov, TNI/Polri, tokoh masyarakat, hingga organisasi masyarakat sipil (NGO),” jelasnya.
Yusdianto menyampaikan, pengelolaan kawasan konservasi yang selama ini cenderung tertutup dan eksklusif menjadi salah satu penyebab stagnasi penanganan konflik.
"Sudah saatnya mereka membuka diri. Tidak bisa terus-menerus bekerja seperti di ruang tertutup tanpa keterlibatan masyarakat. Harus inklusif dan transparan,” tandasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Kunjungan Wisata di Lampung Barat Turun 30 Persen, Destinasi Lokal Tetap Diminati
Sabtu, 12 Juli 2025 -
Dikeluhkan Warga, Tambal Sulam Jalan Nasional di Lambar Juga Sering Sebabkan Kecelakaan
Jumat, 11 Juli 2025 -
Ganggu Pengguna Jalan, Warga 2 Pekon Gotong-royong Bersihkan Sampah di Jalan Nasional Lambar
Jumat, 11 Juli 2025 -
Proyek Tambal Sulam Jalan Nasional di Lampung Barat Ancam Keselamatan Pengendara
Jumat, 11 Juli 2025