• Kamis, 17 Juli 2025

Cegah Penyimpangan, 35 Hektare Lahan Desa di Trimurjo Lamteng Dikelola untuk Ketahanan Pangan

Kamis, 17 Juli 2025 - 11.05 WIB
19

Acara sosialisasi pembinaan masyarakat taat hukum oleh Kejari Lampung Tengah. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Lampung Tengah - Sebanyak 35 hektare lahan bengkok dan eks tanah bengkok di Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, diamankan Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah dan akan segera dimanfaatkan untuk mendukung program ketahanan pangan melalui pengelolaan pertanian berbasis desa.

Langkah ini diambil sebagai bentuk pencegahan terhadap potensi penyalahgunaan aset desa yang selama ini dinilai rawan dikuasai oleh oknum atau dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi tanpa legalitas yang jelas.

Lahan tersebut nantinya akan dikelola oleh Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) atau Badan Usaha Milik Kelurahan (BUMKel), dengan melibatkan langsung kelompok petani lokal melalui program Petani Binaan Adhyaksa, hasil kerja sama Kejari Lampung Tengah dengan pemerintah desa setempat.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Lampung Tengah, Alfa Dera, menegaskan bahwa tanah bengkok adalah aset milik negara dan tidak boleh dikuasai atau dimanfaatkan secara pribadi. "Lahan bengkok ini milik negara, bukan untuk dikuasai individu. Harus dikelola secara terbuka agar bermanfaat bagi masyarakat banyak," ujarnya saat memberikan keterangan, Rabu (16/7/2025).

Ia menambahkan, seluruh pengelolaan lahan harus terdata resmi di pemerintah desa untuk mencegah tumpang tindih kepemilikan maupun penyalahgunaan fungsi lahan.

Program Petani Binaan Adhyaksa dirancang tidak hanya untuk mengoptimalkan penggunaan lahan desa, tetapi juga untuk mendorong swasembada pangan dan meningkatkan perekonomian desa. Hasil pertanian dari lahan ini nantinya diharapkan langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

“Ini bagian dari penguatan ekonomi desa berbasis pertanian. Petani akan dilibatkan sebagai pengelola utama, dan semuanya harus tercatat serta transparan,” tambah Alfa.

Kejaksaan juga mengajak masyarakat untuk aktif mengawasi penggunaan aset desa, serta melaporkan jika ditemukan penyalahgunaan lahan, baik oleh individu maupun kelompok yang tidak memiliki izin resmi.

Dalam kesempatan tersebut, Kejari Lampung Tengah juga menyampaikan peringatan keras kepada oknum yang bermain dalam distribusi pertanian, termasuk mafia pupuk dan pestisida. "Kepada pihak-pihak yang selama ini bermain-main dengan distribusi pupuk, pestisida, atau yang menghambat swasembada pangan, kami minta untuk mundur. Kalau tidak, kami akan lakukan penindakan," tegasnya.

Langkah ini merupakan bagian dari pendekatan preventif dan represif kejaksaan dalam mengamankan aset negara serta mendukung kedaulatan pangan.

Program ini menjadi pilot project pertama di Lampung Tengah dan diharapkan menjadi model percontohan nasional dalam pengelolaan aset desa secara produktif dan transparan.

Kegiatan ini turut dihadiri oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan Lampung Tengah, Camat Trimurjo, serta para lurah dan kepala kampung se-Kecamatan Trimurjo. Dalam forum tersebut, Kejari mengungkapkan bahwa selama ini pengelolaan tanah bengkok di berbagai desa dinilai belum tertata dan rentan diselewengkan.

Dengan pemanfaatan yang lebih jelas dan akuntabel, masyarakat diharapkan memperoleh manfaat langsung dari segi ekonomi, kesejahteraan, dan ketahanan pangan yang berkelanjutan.

“Tanah bengkok tidak boleh lagi dikuasai individu atau kelompok tanpa dasar hukum yang jelas. Ini aset negara, dan harus kembali pada tujuannya: untuk kesejahteraan rakyat,” tutup Alfa.

Lahan bengkok adalah tanah desa yang diperuntukkan bagi perangkat desa sebagai bagian dari kompensasi atas jabatan mereka, dan biasanya digunakan untuk menghasilkan pendapatan tambahan bagi kepala desa dan perangkat desa. Lahan ini tidak boleh diperjualbelikan, tetapi dapat disewakan, dan hasilnya digunakan untuk berbagai keperluan desa, termasuk tunjangan perangkat desa. (*)