Sejumlah Petani di Lampung Tengah Dipanggil Polisi Usai Aksi Spontan di Hari Kemerdekaan

Konflik agraria antara warga dan PT. BSA di Kecamatan Anak Tuha. Foto: Istimewa.
Kupastuntas.co, Lampung Tengah - Sejumlah petani dari Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah, dipanggil polisi usai menggelar aksi spontan menuntut penyelesaian konflik agraria pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia, pada Minggu (17/8/2025) lalu.
Aksi tersebut dilakukan masyarakat dari tiga kampung, yakni Bumi Aji, Negara Aji Tua, dan Negara Aji Baru. Mereka menanam singkong, pisang, hingga bibit pohon di lahan yang menjadi objek sengketa dengan PT Bumi Sentosa Abadi (BSA) sebagai simbol perlawanan.
Menurut Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas, aksi tersebut merupakan wujud kekecewaan petani yang selama puluhan tahun belum mendapatkan kejelasan hak atas tanah mereka.
"Di saat seluruh rakyat Indonesia merayakan kemerdekaan, ratusan petani di Anak Tuha justru belum merdeka dari konflik agraria,” ujarnya, Senin (18/8/2025).
Namun, bukannya mendapatkan tanggapan dari pemerintah, sejumlah warga justru menerima surat pemanggilan dari Polres Lampung Tengah. Salah satunya Siswo (41), warga Kampung Bumi Aji, yang dipanggil untuk diperiksa pada Selasa (19/8/2025).
Pemanggilan itu dilakukan berdasarkan laporan polisi dengan nomor LP/B/50/VIII/2025/SPKT/POLSEK Padang Ratu/POLRES Lampung Tengah.
Prabowo menilai proses hukum ini terlalu tergesa-gesa. Ia menyebut, laporan yang masuk pada hari aksi langsung dinaikkan ke tahap penyidikan tanpa melalui proses penyelidikan.
"Ini bentuk penyalahgunaan prosedur, bahkan sampai salah menuliskan dasar hukum. Yang seharusnya soal perkebunan malah tertulis kehutanan,” jelasnya.
LBH Bandar Lampung juga menyoroti pernyataan Kapolres Lampung Tengah yang menyebut telah mengantongi nama-nama provokator dalam aksi tersebut. Menurut Prabowo, label “provokator” adalah cara klasik untuk mendiskreditkan perjuangan rakyat.
"Alih-alih menyelesaikan akar konflik, aparat justru melabeli masyarakat seolah ditunggangi kepentingan lain,” tegasnya.
Direktur LBH Bandar Lampung, Suma Indra Jarwadi, menambahkan delapan warga telah dipanggil sebagai saksi. Mereka berasal dari tiga kampung di Anak Tuha yang selama ini terlibat dalam konflik lahan dengan PT BSA.
"Surat panggilan diterbitkan hanya selang dua hari setelah aksi. Sangat terburu-buru dan mengabaikan substansi masalah,” kata Indra.
LBH menilai langkah cepat aparat terhadap laporan perusahaan berbanding terbalik dengan lambannya respons terhadap laporan masyarakat kecil.
"Banyak laporan warga miskin yang didampingi LBH bertahun-tahun tidak diproses, tapi laporan terhadap petani bisa langsung disidik dalam hitungan jam,” imbuhnya.
Pihaknya menegaskan bahwa persoalan di Anak Tuha bukan ranah pidana, melainkan konflik agraria yang harus diselesaikan melalui jalur dialogis.
"Warga berhak hidup dari tanah leluhur mereka. Negara seharusnya hadir melindungi, bukan justru menakut-nakuti,” ujar Prabowo.
LBH mendesak pemerintah daerah, DPRD, hingga aparat penegak hukum untuk menghentikan kriminalisasi terhadap petani Anak Tuha.
"Sudah saatnya negara berpihak pada rakyat kecil yang berpuluh tahun berjuang, bukan terus mengalah pada kepentingan segelintir orang,” pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Panen Raya dan Tanam Bersama Petani Mitra Adhyaksa di Trimurjo Lamteng
Kamis, 14 Agustus 2025 -
Tandatangani MoU Jaga Desa, Ardito Wijaya Siap Kolaborasi Kawal Keuangan dan Aset Desa
Kamis, 14 Agustus 2025 -
Bupati Ardito Wijaya Hadiri Rakor dan FGD Survei Seismik 2D Gerbera, Dukung Eksplorasi Migas di Lampung Tengah
Rabu, 13 Agustus 2025 -
Pemkab Lampung Tengah Gelar Rakor Penanggulangan Kemiskinan 2025–2029, Fokus Sinergi dan Inovasi Program
Kamis, 07 Agustus 2025