Keluhan Petani Singkong di Lampung Utara: Hanya Dapat Rp 850 per Kg Hingga Risiko Ditolak Perusahaan

Kondisi tanaman singkong usia 2 tahun belum dicabut karena menunggu harga membaik. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Lampung Utara - Provinsi Lampung memang menjadi daerah penghasil singkong terbesar di Indonesia, tetapi harganya terus anjlok sehingga merugikan petani.
Kondisi terkini harga singkong yang diterapkan perusahaan kepada petani yakni Rp1.350 per kilogram (kg) dengan potongan rafaksi bisa mencapai 37 persen.
Diki, petani singkong di Kabupaten Lampung Utara, mengungkapkan harga singkong saat ini di pabrik BW Purwodadi, Ketapang didapat Rp1.350 per kg dengan potongan rafaksi singkong untuk jenis Thailand 37 persen, jenis Kasesa 32 persen.
"Artinya 1 kg singkong cuma dapet Rp850. Itu pun kalo dikurangi ongkos cabut, ongkos mobil, bongkaran, sisa Rp500 aja. Belum lagi ada biaya bongkar Rp80 ribu per mobil, biaya antri Rp100 ribu per mobil,” keluh dia, Kamis (21/8/2025).
Baca juga : Petani di Provinsi Lampung Menjerit Harga Singkong Anjlok
Sementara di tingkat lapak, lanjut Diki, harga singkong lebih parah lagi hanya Rp900 dengan potongan 35 persen.
"Tetapi kebanyakan petani lebih memilih jual ke lapak karena kalo ke pabrik ribet jualnya, bisa antre lama tiga sampai empat hari, yang ada malah singkongnya jadi gak bisa dijual karena ketika dicek kadar air busuk. Harga segitu bukan berarti bebas jual, makanya mending kami ke lapak walaupun jatoh bersih ke petani paling Rp350 per kilo,” katanya.
Diperparah lagi menurutnya, karena petani menunggu harga naik, usia panen singkong kebanyakan sudah hampir dua tahun, sedangkan pabrik tak mau beli singkong terlalu tua.
"Kemarin saya cabut satu hektar, usia sudah dua tahun dapet 35 ton, duit bersih diterima cuma sekitar Rp13 jutaan, biaya modal Rp8 juta. Nanem lagi ini belum mupuk sudah abis Rp5 juta,” ujarnya.
Baca juga : Petani Singkong Semakin Terpuruk, PPUKI Tanyakan Kinerja Pansus DPRD Lampung
"Ini mau dipanen lagi bingung, uang hasilnya cuma buat biaya tanem lagi. Usia dua tahun belum dicabut karena menunggu harga membaik,” imbuh dia.
Ia menjelaskan, untuk kebun singkong dengan standar tanah di Lampung Utara per hektar hanya mampu menghasilkan 30 ton.
"Dengan harga segitu paling dapet Rp15 juta dengan biaya tanam dan pengolahan lahan minimal Rp8 juta, artinya kalo tanah sendiri masih dapet Rp7 juta. Kalo dibagi 12 bulan penghasilan petani hanya Rp500 ribu per bulan, celakanya kebanyakan petani sewa lahan Rp5 juta setahun. Jadi hancur,” ucapnya.
Dengan parahnya kondisi seperti ini, Diki menyebut kebanyakan petani ingin mengganti jadi menanam jagung, tetapi menunggu hingga Oktober atau November yang diperkirakan curah hujan besar.
"Biaya tanam lebih mahal dibandingkan singkong, bisa Rp15 juta per hektar. Terus resiko gagal lebih tinggi dan khawatir harga anjlok karena semua mau pindah ke jagung,” tuturnya. (*)
Berita Lainnya
-
Jalan Rusak Parah dan Jembatan Jebol, Warga Tanjung Harapan Desak Pemkab Lampura Bertindak
Jumat, 15 Agustus 2025 -
Satpol PP Lampung Utara Diduga Lakukan Pungli dalam Proses Kenaikan Pangkat Pegawai
Selasa, 12 Agustus 2025 -
Tiga Hari Buron, Pelaku Pemerkosaan dan Pembunuhan Pegawai Warung Sate di Lampung Utara Ditangkap
Selasa, 12 Agustus 2025 -
Wanita Muda Tewas Mengenaskan di Lampung Utara, Diduga Diperkosa Sebelum Dibunuh
Rabu, 06 Agustus 2025