• Selasa, 26 Agustus 2025

Parlemen Dinilai Lamban Tanggapi Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu 2029

Selasa, 26 Agustus 2025 - 14.45 WIB
48

Pengamat Politik Universitas Indonesia Mandiri Tiyas Apriza. Foto: Yudha/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengamat Politik Universitas Indonesia Mandiri Tiyas Apriza menilai, respons dari Parlemen masih lemah untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 bahwa pemilu nasional dan pemilu lokal tidak lagi boleh diselenggarakan secara serentak mulai 2029.

Putusan MK tegas menyatakan bahwa pemilu nasional untuk Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD dan pemilu lokal untuk DPRD, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wali Kota akan dipisahkan, dengan jeda pelaksanaan sekitar 2–2,5 tahun.

Pengamat menilai putusan tersebut tidak mendapatkan respons yang baik dari legislator di parlemen dan sampai saat ini belum ada tindak lanjut dalam pembahasannya.

"Hal ini harusnya menjadi titik awal perbaikan demokrasi di Indonesia dengan memperhatikan kondisi sosial masyarakat yang menginginkan proses pemilihan menjadi lebih sederhana," ujarnya saat dimintai keterangan, Selasa, (26/8/2025).

Tiyas mengatakan, berdasarkan data dari Litbang Kompas bahwa 41,7% masyarakat menganggap pemilu serentak membingungkan. Desain keserentakan pemilu lima kotak suara membuat terjadinya penumpukan beban penyelenggara pemilu yang berpengaruh pada kualitas pemilu.

"Selain itu, terjadi kekosongan masa kerja penyelenggara pemilu setelah melakukan tahapan pemilu dan pilkada sehingga menjadi titik efisiensi dan tidak efektif," katanya.

Dampak lain kata Tiyas dari Putusan Mahkamah adalah dapat mengubah arah perpolitikan di Indonesia. Partai Politik tentu sudah melakukan konsolidasi internal untuk memetakan ulang dalam kandidasi dan potensi memenangkan pemilu pada tahun 2029.

"Putusan tersebut harus segera ditindaklanjuti oleh DPR RI sebagai pembuat Undang-Undang sehingga proses evaluasi pasca pemilu bisa memperbaiki beberapa celah yang dianggap memiliki kekosongan hukum," bebernya.

"Proses ini tentunya harus segera disambut baik sebagai langkah strategis legislator di parlemen dalam menerjemahkan masalah pemilu di masyarakat sehingga menjelang 2029 antara penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan masyarakat bisa bersinergi dalam mengedepankan asas dan nilai demokrasi," tutupnya. (*)