• Selasa, 02 September 2025

Orkestrasi Cipta Kondisi Kyai Mirza Hadapi Demonstrasi, Iramanya Harmoni?, Oleh: Yudha Priyanda

Senin, 01 September 2025 - 21.51 WIB
60

Yudha Priyanda Wartawan Kupas Tuntas. Foto: Yudha/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Cuaca mendung menyelimuti Kota Bandar Lampung pada Senin pagi, (1/9/2025). Aliansi Lampung Melawan (ALM) telah mempersiapkan diri menyambut hari itu. Bukan tanpa sebab, hari itu bertepatan dengan gerakan aksi demonstrasi, menyikapi berbagai persoalan negeri yang menyayat hati.

Aliansi Lampung Melawan (ALM) ini dimotori oleh Mahasiswa, Ojek Online, unsur masyarakat. Mereka menentang berbagai hal yang dianggap merugikan masyarakat. Terdapat sejumlah tuntutan yang dirumuskan oleh ALM, isinya menyangkut persoalan nasional maupun daerah. 

Berkaca pada aksi demonstrasi di sejumlah daerah di Indonesia, terjadi kerusuhan bahkan memakan korban jiwa. Di Kota Makassar, empat orang tewas dan gedung DPRD dibakar. Di Jawa Barat tak kalah panas, aksi demonstrasi berlarut hingga terbenamnya matahari yang menyebabkan Aparat Penegak Hukum menyemprot gas air mata. Di Jakarta rumah-rumah anggota DPR RI yakni Sahroni, Uya Kuya, dan Eko Patrio, menjadi sasaran penjarahan oleh masyarakat.

Gelombang protes ini tidak lepas dari naiknya tunjangan DPR RI, dan yang paling mencolok adalah tunjangan Rp50 juta per bulan pengganti rumah dinas, di tengah kebijakan efisiensi Presiden Prabowo. Hal itu memicu kemarahan publik. Disusul meninggalnya Ojek Online Affan Kurniawan terlindas barakuda milik kepolisian dikala demonstrasi.

Melihat situasi mencekam di sejumlah daerah di Indonesia, publik Lampung khawatir hal serupa terjadi di Provinsi berjuluk Sai Bumi Ruwa Jurai. Kenyataannya berbeda, aksi demonstrasi berlangsung aman, meskipun sempat bersitegang.  Demonstrasi kurang dari enam jam. Cukup singkat jika dibandingkan dengan gerakan serupa di daerah lain. Mengapa demikian?

Orkestrasi di Balik Aksi Demonstrasi

Hipotesis penulis dari aksi demonstrasi yang aman adalah keterlibatan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal sebagai dirigen orkestrasi demonstrasi ini. Bukan keterlibatan secara langsung, melainkan menciptakan narasi Lampung yang aman dan kondusif.

Sebagai seorang yang berada kursi BE 1, sangat mudah bagi Kyai Mirza begitu biasa disapa, untuk mendapatkan informasi perkembangan politik, gerakan-gerakan mahasiswa. Memiliki koneksi dengan Kapolda Lampung yang jajarannya lengkap dari tingkat desa/kelurahan. Memiliki intel yang siap memberikan banyak informasi. Sederhananya, Kyai Mirza memahami aksi demonstrasi ini sebelum benar-benar terjadi.

Apakah Kyai Mirza melakukan komunikasi dengan pimpinan demonstrasi sebelum terjadi? Bisa iya bisa tidak. Jika melakukan perbandingan dengan demonstrasi dari masa ke masa, maka pimpinan aksi demonstrasi akan dihubungi, dicari atau bahkan diintimidasi oleh penguasa. Hemat penulis, Kyai Mirza tidak melarang gerakan ini, hanya saja ingin menciptakan narasi kondisi yang aman, damai, tenteram meskipun ada demonstrasi.

Propaganda aksi damai sudah terlihat dari beberapa hari sebelumnya. Terdapat statemen-statemen di media massa ajakan menjaga Lampung dari para tokoh agama. Muncul flayer-flayer dengan narasi menjaga Lampung. Bahkan, unsur Forum Komunikasi Perangkat Daerah (Forkopimda) melantunkan doa di kantor DPRD Lampung pada Minggu, (31/8/2025) agar tidak terjadi kerusuhan dan korban jiwa. Mirza memiliki kuasa penuh dalam proses orkestrasi ini.

Jika merujuk pada sistem pembagian kekuasaan milik Montesquieu, maka eksekutif, legislatif, yudikatif memiliki kedudukan yang sama dengan fungsi yang berbeda. Sederhananya, Gubernur dan Ketua DPRD bisa saling kritik dikarenakan setara secara posisi, maka idealnya sulit untuk sepakat. Situasi di Lampung berbeda, Ketua DPRD sendiri merupakan Sekretaris dari Gubernur Lampung di partai. Dengan kata lain, menurut apa kata gubernur. Ya, orkestrasi menciptakan narasi demonstrasi yang damai mudah dilakukan. Kepentingan eksekutif dan legislatif senada.

Irama yang Harmoni

Lampung aman kondusif adalah sebuah irama yang ingin diciptakan penguasa Lampung. Tinggal bagaimana aplikasi di lapangan saat aksi demonstrasi. Mirza sendiri telah berjanji untuk menemui massa aksi. Di hari demonstrasi, Mirza mengumpulkan orang penting di Lampung. Yaitu, Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika, Pangdam Sriwijaya, Ketua DPRD Lampung lengkap dengan jajaran Ketua-Ketua Fraksi. Setelah rapat, mereka langsung menemui massa aksi.

Di sini terlihat gaya komunikasi Kyai Mirza yang tidak provokatif “mengademkan” suasana. Mirza dan jajaran hadir menemui massa aksi dengan duduk sila, memulai kalimat dengan kata “Ini adik-adik, saudara kita semua yang mau jaga Lampung,” kata Mirza. 

Dia mengapresiasi gerakan ini, menunjukan masyarakat Lampung tidak diam. Mirza janji menyetujui semua tuntutan dari ALM dan diserahkan kepada Presiden Prabowo.

Gaya komunikasi ini tentu berbeda jika kita mengingat kata dari politisi Sahroni yang memicu kemarahan publik. Sahroni melontarkan kata yang reaktif yaitu “tolol,” berujung pada aksi-aksi demonstrasi dan penjarahan di kediamannya.

Andrew Heywood seorang ilmuwan politik dari Inggris yang menulis buku teori politik menuangkan gagasan bahwa bahasa adalah instrumen penting bagi pejabat publik. Bahasa itu bukan hanya seperti cermin yang pasif menampilkan sesuatu yang di depannya. Bahasa juga bisa dikatakan sebagai kekuatan positif yang mampu menggugah emosi dan rasa. Disinilah Mirza menggunakan kekuatan bahasa itu, massa aksi tidak memanas.

Dengan begitu besarnya peranan bahasa, kerap kali disalahgunakan oleh politisi sebagai bentuk propaganda politik, senjata politik. Pada akhirnya, Mirza mampu menciptakan menggunakan bahasa sesuai keinginannya, ada irama yang harmoni dalam proses orkestrasi cipta kondisi aksi demonstrasi kali ini. (*)