• Sabtu, 06 September 2025

‎Dinilai Masih Lemah, LCW Desak BMBK Lampung Perketat Pengawasan Proyek CV Bunga Mutiara di BNS Lambar

Sabtu, 06 September 2025 - 12.16 WIB
23

‎Ketua Lampung Corruption Watch (LCW), Juendi Leksa Utama. Foto: Ist.

‎Kupastuntas.co, Lampung Barat - Lampung Corruption Watch (LCW) meminta Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK), meningkatkan pengawasan dan transparansi pengerjaan proyek milik CV Bunga Mutiara yang berlokasi di Kecamatan Bandar Negeri Suoh (BNS).

‎Ketua LCW, Juendi Leksa Utama, menegaskan proyek dengan nilai kontrak hampir Rp1 miliar tersebut tidak boleh dikerjakan asal-asalan.

Pasalnya, sejumlah temuan di lapangan mengindikasikan adanya persoalan serius, mulai dari tidak adanya papan informasi proyek hingga dugaan penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi.

‎“BMBK tidak boleh tutup mata, pengawasan harus lebih intensif dan transparan. Proyek dengan anggaran besar ini seharusnya menjawab kebutuhan masyarakat, bukan justru menimbulkan kecurigaan,” tegas Juendi, Jumat (5/9/2025).

‎LCW menilai berbagai persoalan tersebut menunjukkan lemahnya kontrol pemerintah terhadap kontraktor.

‎Juendi menegaskan bahwa pengawasan bukan sekadar formalitas laporan, melainkan harus dibuktikan dengan monitoring langsung di lapangan.

‎Baca juga : Proyek Bronjong Siluman di Hantatai Lambar Ternyata Dikerjakan CV Bunga Mutiara, PPK Klaim Pengerjaan Normal

‎Publik, kata dia, berhak tahu sejauh mana kualitas pekerjaan yang dibiayai APBD.

Transparansi bukan sekadar menampilkan angka kontrak di atas kertas, tetapi memastikan setiap rupiah digunakan sesuai aturan.

‎Ia juga mengingatkan bahwa proyek infrastruktur tidak hanya soal pembangunan fisik, melainkan menyangkut kepentingan dan keselamatan masyarakat banyak. Jika kualitasnya buruk, dampaknya bisa fatal.

‎Salah satu sorotan publik adalah penggunaan batu bulat untuk konstruksi bronjong. Padahal, secara teknis batu belah lebih direkomendasikan karena lebih kokoh dan sesuai standar.

‎Pihak PPK, Ibrahim, mengakui batu belah sulit ditemukan di sekitar lokasi sehingga rekanan menggunakan batu bulat sebagai alternatif.

‎Namun, Juendi menilai alasan tersebut tidak bisa dijadikan pembenaran. Menurutnya, kontraktor yang tidak mampu memenuhi spesifikasi seharusnya tidak ikut dalam tender.

“Jika tidak sanggup memenuhi spesifikasi, jangan paksakan diri ikut lelang. Ini soal profesionalitas dan tanggung jawab terhadap uang negara,” tegasnya.

‎Baca juga : DPRD Lambar Desak Pemprov Lampung dan APH Usut Proyek Bronjong Siluman di Hantatai

‎Selain itu, Juendi juga menyoroti soal klaim pihak BMBK yang menyebut pekerjaan masih dalam batas normal.

Menurutnya, penilaian itu harus diuji secara independen, bukan hanya berdasar klaim sepihak.

‎“Publik berhak tahu apakah pekerjaan benar-benar sesuai kontrak, bukan sekadar normal menurut versi PPK,” jelasnya.

LCW juga meminta BMBK lebih selektif menentukan rekanan, dengan anggaran hampir Rp1 miliar, masyarakat berharap pembangunan yang dilakukan benar-benar memberikan manfaat nyata, tidak adanya papan proyek, penggunaan material batu bulat, hingga transparansi yang minim membuat publik khawatir proyek ini akan berakhir sia-sia.

‎Karena itu, LCW mendesak BMBK untuk mengambil langkah tegas.

‎“Kalau BMBK hanya mengandalkan laporan di atas meja, hasilnya tidak akan maksimal. Pengawasan harus ketat, transparansi harus dibuka, agar masyarakat yakin bahwa uang rakyat dikelola dengan benar,” pungkas Juendi.

‎Untuk  diketahui, berdasarkan data yang dihimpun Kupastuntas.co, proyek tersebut masuk dalam pekerjaan Rehabilitasi Jembatan Koridor 13 dengan kontrak bernomor 01/KTR/JBT/RHB-JK13/V.03/VII/2025. Kontrak ditandatangani pada 18 Juni 2025 dengan jangka waktu pengerjaan selama 90 hari kalender ‎Anggaran bersumber dari Dinas BMBK Provinsi Lampung, paket pekerjaan senilai Rp987 juta ini tidak hanya mencakup satu lokasi, melainkan terbagi dalam tiga titik pengerjaan.

Di Jembatan Sebatuan Lunik terdapat kegiatan penggantian base, patching, pengaspalan, pengecatan, dan pembersihan.

‎Lalu di jembatan Tembelang Lunik meliputi pembangunan drainase, talud, serta pembersihan aliran jembatan, kemudian di Jembatan Hantatai difokuskan pada pemasangan Bronjong.

Namun, sejak awal pelaksanaan proyek yang dikerjakan CV Bunga Mutiara itu menuai sorotan publik.

‎Tidak adanya papan informasi proyek di lokasi menjadi pertanyaan besar, sebab keterbukaan publik merupakan kewajiban yang diatur dalam regulasi.

Sorotan lain muncul terkait kualitas material yang digunakan.

‎Salah satunya penggunaan batu bulat dalam pemasangan Bronjong di Jembatan Hantatai.

‎Secara teknis, material yang ideal adalah batu belah, namun, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BMBK, Ibrahim, mengakui kontraktor kesulitan mencari pasokan batu belah di sekitar lokasi.

‎“Sudah kami minta cari batu belah, tapi tidak ada, pemasok dihubungi pun tidak sanggup karena stok kosong. Akhirnya digunakan batu bulat yang tersedia. Itu pun masuk sehari hanya tiga mobil L300. Proses jadi agak lambat,” ujarnya.

‎Selain itu, ukuran batu yang digunakan pun tidak seragam, mulai dari sebesar genggaman tangan orang dewasa hingga batu kecil yang dianggap tidak bermanfaat.

‎Terkait hal itu, Ibrahim mengklaim sudah menginstruksikan kontraktor untuk membuang material yang tidak sesuai.

‎Ia juga menyebut Bronjong dipasang sesuai prosedur, yakni dengan menggali hingga mencapai tanah terkeras sebelum disusun bertingkat.

‎Meski demikian, dalam kontrak tidak terdapat item pekerjaan matras Bronjong, melainkan hanya susunan Bronjong bertingkat. (*)