Kekerasan Perempuan dan Anak di Lampung Tinggi, Pengamat Desak Aparat Hukum Bertindak Tegas

Pengamat Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengamat Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara, menilai tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Lampung menunjukkan masih adanya kesenjangan serius antara norma hukum, budaya masyarakat dan efektivitas pelaksanaannya.
Menurut Benny, kasus kekerasan sering kali bersifat laten atau tersembunyi dan baru terungkap setelah menimbulkan dampak berat.
Ia menyebut faktor penyebabnya beragam, mulai dari lemahnya kontrol sosial, relasi kuasa yang timpang dalam rumah tangga, hingga masih kuatnya budaya patriarkis yang cenderung menyalahkan korban.
"Angka kekerasan yang tinggi menunjukkan bahwa perlindungan hukum sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, belum sepenuhnya berjalan efektif,” ujar Benny, saat dimintai tanggapan, Sabtu (11/10/2025).
Baca juga : Kekerasan Perempuan dan Anak di Lampung Capai 611 Kasus, Pelaku Didominasi Pacar/Teman
Benny menjelaskan, secara normatif instrumen hukum di Indonesia sudah cukup lengkap. Namun, dalam praktiknya, penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak masih belum maksimal.
"Proses penyidikan sering kali lambat dan masih minim penyidik perempuan yang memiliki keahlian menangani kasus berbasis gender. Koordinasi antarinstansi, seperti kepolisian, kejaksaan, lembaga perlindungan, dan pemerintah daerah, juga belum optimal,” terangnya.
Selain itu, budaya victim blaming turut menjadi hambatan besar karena membuat korban enggan melapor atau bahkan mencabut laporan akibat tekanan sosial maupun ekonomi.
"Belum lagi keterbatasan rumah aman dan layanan pendampingan psikologis di daerah-daerah yang jauh dari ibu kota provinsi,” tambahnya.
Baca juga : Sasa Chalim Dorong Pemprov Lampung Perkuat Pendampingan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak
Benny menilai, hukuman terhadap pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak secara formal sebenarnya sudah cukup berat. Misalnya, dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, pelaku bisa dijatuhi pidana seumur hidup atau bahkan kebiri kimia sebagaimana diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2016.
Namun, dalam praktiknya banyak putusan pengadilan yang masih menjatuhkan hukuman ringan, terutama bagi pelaku yang memiliki kedekatan dengan korban, seperti orang tua, paman, atau guru.
"Hal ini menimbulkan kesan bahwa negara belum sepenuhnya berpihak pada korban. Akibatnya, efek jera terhadap pelaku maupun masyarakat menjadi lemah. Ketidakkonsistenan putusan juga mengurangi daya edukatif hukum pidana sebagai sarana pencegahan,” ungkapnya.
Untuk mencegah kasus serupa terus berulang, Benny mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum menerapkan langkah-langkah kebijakan hukum yang lebih progresif dan terintegrasi.
Ia merekomendasikan beberapa langkah penting, antara lain :
- Memperkuat sistem peradilan yang sensitif gender dan anak melalui pelatihan aparat penegak hukum serta penerapan SOP khusus dalam penanganan kasus kekerasan berbasis gender.
- Menegakkan hukum secara konsisten dan tegas, termasuk pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan dalam lingkup keluarga atau yang memanfaatkan posisi kepercayaan.
- Memperluas perlindungan korban, seperti penyediaan rumah aman, bantuan hukum gratis, dan pendampingan psikososial berkelanjutan.
- Mendorong edukasi dan sosialisasi hukum secara masif melalui peran tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lembaga pendidikan.
- Membangun kolaborasi lintas sektor antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, lembaga perlindungan perempuan dan anak, serta organisasi masyarakat sipil.
Benny menegaskan, politik hukum pidana dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak boleh hanya berorientasi pada aspek represif, tetapi juga harus memperhatikan aspek preventif dan restoratif.
"Negara harus hadir secara nyata untuk memastikan perlindungan hukum berjalan efektif, hukuman memberikan efek jera, dan korban memperoleh keadilan serta pemulihan yang layak,” pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
611 Kasus Kekerasan di Lampung, DAMAR: Cermin Rapuhnya Perlindungan Perempuan dan Anak
Sabtu, 11 Oktober 2025 -
Pemprov Lampung Perkuat UPTD PPA, 660 Korban Kekerasan Telah Ditangani Hingga Oktober 2025
Sabtu, 11 Oktober 2025 -
Nusantara Lampung FC Diluncurkan Besok, Uji Tanding Lawan Sriwijaya FC
Sabtu, 11 Oktober 2025 -
Universitas Saburai Wisuda 344 Lulusan, Rektor Sodirin Tegaskan Awal Pengabdian untuk Bangsa
Sabtu, 11 Oktober 2025