• Senin, 13 Oktober 2025

Antara Makan Bergizi Gratis atau Beasiswa: Program Mengentaskan Kemiskinan? Oleh: Koderi

Senin, 13 Oktober 2025 - 08.29 WIB
30

Koderi, Penggerak Teknologi Pendidikan dan Dosen Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Di tengah upaya pemerintah menekan angka kemiskinan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu gagasan besar yang menyedot perhatian publik.

Program ini bertujuan menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak sekolah, agar tumbuh sehat dan terhindar dari stunting.

Namun, muncul pertanyaan yang layak direnungkan: apakah anggaran besar untuk makan gratis lebih efektif dibanding dialihkan ke beasiswa pendidikan jangka panjang?

Kesejahteraan Fisik vs Pemberdayaan Intelektual

Secara konsep, MBG adalah bentuk intervensi sosial yang memberi manfaat langsung. Anak-anak dari keluarga miskin bisa makan dengan layak, orang tua sedikit terbantu, dan kehadiran siswa di sekolah meningkat.

Dalam jangka pendek, ini adalah langkah baik untuk menjaga generasi muda tetap sehat dan fokus belajar.

Namun, efek program ini lebih banyak bersifat konsumtif dan sementara. Setiap tahun, negara harus terus menyiapkan dana besar untuk menyiapkan makanan, sebuah siklus yang tidak menciptakan kemandirian ekonomi. Ketika anggaran berhenti, manfaatnya pun berhenti.

Sebaliknya, program beasiswa pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Anak-anak dari keluarga miskin yang mendapat beasiswa memiliki peluang lebih besar untuk menempuh pendidikan tinggi, memperoleh keterampilan, dan akhirnya keluar dari lingkaran kemiskinan.

Dampaknya memang tidak secepat MBG, tetapi lebih berkelanjutan dan produktif.

Pendidikan Sebagai Jalan Keluar dari Kemiskinan

Kita belajar dari banyak kisah bahwa anak-anak dari keluarga sederhana sering kali justru sukses karena semangat belajar yang tinggi.

Meskipun makan seadanya, mereka mampu berprestasi hingga perguruan tinggi. Artinya, semangat dan kesempatan pendidikan jauh lebih menentukan dibanding sekadar terpenuhinya kebutuhan makan harian.

Sayangnya, banyak anak cerdas dari keluarga miskin yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena terkendala biaya.

Peran beasiswa menjadi sangat strategis bukan hanya membantu finansial, tetapi membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik.

Efisiensi Anggaran dan Dampak Sosial

Apabila anggaran  dana MBG dialihkan ke beasiswa, maka negara dapat menanggung jutaan anak hingga perguruan tinggi.

Setiap rupiah yang diinvestasikan menghasilkan efek jangka panjang berupa tenaga kerja terdidik, produktivitas meningkat, dan ekonomi rakyat terangkat.

Sementara itu, MBG tetap penting untuk tahap usia dini. Anak yang kekurangan gizi sulit belajar meski mendapat beasiswa.

Karena itu, program gizi seharusnya ditargetkan pada kelompok paling rentan, seperti anak PAUD dan SD kelas awal, sementara beasiswa berlanjut untuk jenjang SMP hingga perguruan tinggi.

Menemukan Titik Seimbang

Jadi, bukan soal memilih MBG atau beasiswa, tetapi bagaimana menyeimbangkan keduanya secara cerdas. MBG menjadi pondasi kesehatan, dan beasiswa menjadi jembatan pendidikan.

Keduanya adalah dua sisi dari strategi besar pengentasan kemiskinan, MBG membangun tubuh yang sehat, Beasiswa membangun pikiran yang kuat.

Ketika tubuh sehat dan pikiran cerdas berjalan seiring, maka kemiskinan tidak hanya ditolong tetapi dientaskan dari akarnya.

Penutup

Pemerintah memang wajib memastikan rakyatnya tidak lapar. Tapi lebih dari itu, negara juga punya tanggung jawab mencerdaskan dan memerdekakan rakyat dari kebodohan dan ketergantungan.

Makan bergizi gratis adalah langkah penting, tetapi pendidikan yang terjamin dan berkelanjutan adalah solusi sejati menuju bangsa yang mandiri. (*)