• Selasa, 21 Oktober 2025

Puluhan Tahun Hidup Tanpa Identitas, Warga Karangrejo Metro Akhirnya Miliki KTP dan Bisa Berobat

Selasa, 21 Oktober 2025 - 10.41 WIB
170

Lurah Karangrejo, Erwin Syarif. Foto: Arby/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Setelah lebih dari dua dekade hidup tanpa identitas kependudukan yang sah, Sulami binti Poniman (43), warga RT 24 RW 06 Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Metro Utara, Kota Metro, akhirnya resmi memiliki Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota Metro pada 17 Oktober 2025.

Dengan terbitnya dokumen kependudukan tersebut, Sulami kini dapat mengakses pelayanan kesehatan pemerintah, termasuk pengurusan BPJS Kesehatan yang selama ini terkendala.

Kisah perjuangan administrasi kependudukan Sulami mencerminkan kompleksitas birokrasi yang kerap kali dihadapi warga rentan, terutama perempuan lansia dengan kondisi kesehatan yang menurun.

Lurah Karangrejo, Erwin Syarif, menyampaikan bahwa upaya ini merupakan hasil koordinasi lintas instansi dan intervensi langsung dari Wakil Wali Kota Metro, Dr. M. Rafieq Adi Pradana.

“Sesuai laporan yang kami sampaikan ke Pak Wakil Wali Kota, ada satu warga kami yang sangat membutuhkan pelayanan kesehatan, namun terkendala karena tidak memiliki dokumen kependudukan sama sekali. Setelah ditelusuri, ternyata ibu Sulami sudah pindah ke Lampung Timur sejak 2003 dan kehilangan semua dokumen setelah suaminya meninggal,” jelas Erwin saat dikonfirmasi di kantornya, Selasa (21/10/2025).

Sulami lahir di Karangrejo pada 1 Desember 1982. Ia menikah dengan almarhum Wagimin pada 2003 dan mengikuti suaminya pindah domisili ke Bedeng 49, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.

Saat itu, ia telah memiliki KK dan KTP dengan alamat baru. Namun, musibah datang ketika Wagimin meninggal dunia pada 2008. Ironisnya, seluruh dokumen kependudukan Sulami dimusnahkan oleh pihak keluarga suaminya tanpa alasan yang jelas.

Setelah menikah kembali dengan Purnomo di Tambah Dadi, Kecamatan Purbolinggo, Sulami sempat mendapat bantuan dari pemerintah setempat untuk memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Namun, setelah Purnomo wafat pada 2022, KIS tersebut tidak lagi berlaku dan Sulami kembali ke Karangrejo, tinggal bersama kedua orang tuanya dalam kondisi sakit-sakitan.

Di Karangrejo, ia menghadapi kenyataan pahit, tidak ada satu pun dokumen yang ia pegang. Proses pelacakan data kependudukan di Lampung Timur pun tidak membuahkan hasil. Ketua RW 06 Karangrejo sempat mengajukan permohonan penelusuran, namun data Sulami tidak ditemukan dalam database Kecamatan Batanghari.

Menjawab persoalan tersebut, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Metro mengambil langkah jemput bola. Pada 2 Oktober 2025, tim dari Seksi Pendaftaran Penduduk melakukan perekaman biometrik langsung ke rumah Sulami, mengingat kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan untuk datang ke kantor.

"Namun, karena status kependudukan Sulami masih tercatat sebagai warga Lampung Timur, Disdukcapil Metro hanya bisa membantu proses perekaman dan penerusan data. Proses ini menunggu penerbitan NIK baru dari Disdukcapil Kabupaten Lampung Timur, yang akhirnya berhasil dilakukan setelah dilengkapi dengan surat keterangan dari Pemerintah Desa Rejo Agung, Kecamatan Batanghari," ungkap Lurah Karangrejo.

Setelah NIK berhasil diterbitkan, Disdukcapil Kota Metro memproses mutasi kependudukan secara daring. Dokumen KK dan KTP Sulami pun resmi dicetak dengan alamat barunya di Karangrejo. Pihak keluarga menyampaikan apresiasi yang tinggi atas perhatian Pemerintah Kota Metro karena suami telah sah tercatat sebagai warga Metro dan segera diproses untuk mendapatkan BPJS Kesehatan.

“Kami mewakili keluarga mengucapkan terima kasih kepada Pak Wakil Wali Kota, Disdukcapil dan pak lurah atas perhatian dan bantuannya. Semoga ini menjadi awal yang baik bagi Bu Sulami agar bisa mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara, khususnya hak atas layanan kesehatan,” ujar salah seorang keluarga di RW 06.

Langkah ini menunjukkan pentingnya peran aktif pemerintah daerah dalam menjawab kebutuhan warganya, terutama mereka yang berada di posisi paling rentan.

Kasus Sulami bukanlah yang pertama, dan kemungkinan besar bukan yang terakhir. Banyak warga miskin, lanjut usia, atau perempuan tanpa pendamping yang mengalami kehilangan akses terhadap layanan publik akibat tidak memiliki dokumen identitas.

Persoalan semacam ini menuntut solusi sistemik, mulai dari pendataan ulang warga marginal, kolaborasi antar daerah dalam hal administrasi kependudukan, hingga edukasi masyarakat soal pentingnya dokumen sipil.

Kota Metro patut diapresiasi karena telah menunjukkan bahwa dengan kemauan politik, birokrasi bisa dibuat lebih manusiawi. Kini, harapan baru menyala di rumah kecil milik Bu Sulami. Dengan identitas yang kembali dimiliki, pintu untuk hidup lebih layak pun kembali terbuka. (*)