LBH Bandar Lampung Minta Kementerian ATR/BPN Ambil Alih Penyelesaian Konflik Lahan Anak Tuha
Spanduk tuntutan warga kepada PT BSA. Foto: Ist
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung menilai
bahwa konflik agraria di Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah, kembali
menemui jalan buntu.
Setelah bertahun-tahun menunggu penyelesaian tanpa kejelasan,
warga tiga kampung di Anak Tuha akhirnya mulai kembali menggarap lahan yang
selama ini mereka yakini sebagai milik mereka, namun juga diklaim sebagai hak
guna usaha (HGU) oleh PT Bumi Sentosa Abadi (BSA).
Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas
mengatakan, keputusan masyarakat untuk turun kembali ke lahan sejak 9 November
2025 ini bukan tindakan spontan, tetapi akumulasi dari frustrasi panjang akibat
negara yang absen dan perusahaan yang tidak mampu menunjukkan dasar hukum
penguasaan tanah tersebut.
Prabowo menjelaskan, dalam sejumlah pertemuan antara masyarakat,
Polres Lampung Tengah, BPN Lampung Tengah, dan PT BSA, perusahaan berulang kali
gagal menunjukkan dokumen legalitas yang menjadi dasar klaim HGU mereka di
wilayah Anak Tuha.
"Alih-alih memperjelas status hukum lahan, PT BSA justru
menghindar dari pertanyaan publik. Ketika masyarakat diminta menunjukkan bukti
sejarah penguasaan tanahnya, perusahaan dibiarkan tanpa kewajiban membuka
dokumen apa pun. Ketimpangan ini menunjukkan bagaimana perusahaan selama
bertahun-tahun menikmati kenyamanan dari minimnya kontrol negara," jelas
Prabowo saat dikonfirmasi, Senin (17/11/2025).
Lebih lanjut ia mengatakan, pada rapat Gugus Tugas Reforma
Agraria (GTRA) Lampung Tengah tanggal 6 November 2025, publik kembali melihat
negara gagal menjalankan mandatnya.
"BPN Lampung Tengah enggan mendorong evaluasi, verifikasi,
atau klarifikasi terhadap PT BSA, padahal kewenangan tersebut sepenuhnya berada
di tangan lembaga negara," tambahnya.
Menurutnya, forum tersebut yang seharusnya menjadi ruang
penyelesaian justru berubah menjadi ruang penundaan, melahirkan harapan palsu
bagi masyarakat.
"Karena negara tak kunjung memberi kepastian, warga tiga
kampung bergerak memulihkan haknya sendiri. Mereka kembali menggarap lahan yang
sudah lama menjadi ruang hidup dan sumber penghidupan sebelum diklaim oleh PT
BSA," ujarnya.
Ia mengatakan, langkah ini adalah upaya mempertahankan ruang
hidup, bukan tindakan kriminal. Reklaiming lahan yang dilakukan masyarakat
merupakan respon atas praktik penguasaan yang tidak transparan dan tidak
berbasis hukum.
YLBHI–LBH Bandar Lampung menegaskan bahwa konflik agraria di
Anak Tuha tidak akan terselesaikan selama pemerintah daerah dan BPN Lampung
Tengah terus mempertahankan sikap pasif.
Oleh karena itu, mereka mendesak:
1. Kementerian ATR/BPN RI mengambil alih sepenuhnya penyelesaian
konflik Anak Tuha.
2. Melakukan audit menyeluruh terhadap dasar penguasaan lahan
yang diklaim sebagai HGU PT BSA.
3. Menjamin pemulihan hak masyarakat tiga kampung yang telah
lama dirugikan.
Menurutnya, masyarakat Anak Tuha telah terlalu lama dipinggirkan
dan berjuang tanpa perlindungan. Negara tidak boleh lagi sekadar hadir dalam
retorika. Penyelesaian konflik agraria harus mengedepankan keadilan substantif,
bukan melanggengkan klaim sepihak korporasi.
"YLBHI–LBH Bandar Lampung akan terus mengawal perjuangan
masyarakat hingga hak atas tanah mereka benar-benar dipulihkan,"
pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Lampung - Malaysia Sepakati Akselerasi Penempatan 200 Pekerja Migran ke Sektor Perkebunan
Senin, 17 November 2025 -
BNNP Lampung Tingkatkan Pengamanan Jalur Sumatera, Peredaran Narkoba Semakin Terbatas
Senin, 17 November 2025 -
4.302 KPM di Lampung Diusulkan Lulus PKH dan Terima Bantuan Pemberdayaan Usaha
Senin, 17 November 2025 -
Gubernur Lampung Buka Pekan Pendidikan Wartawan, Tekankan Pentingnya Integritas di Era AI
Senin, 17 November 2025









