Pembaruan KUHAP Dinilai Perkuat Penegakan Hukum, Protes Publik Jadi Bagian Demokrasi
Sekretaris Komisi I DPRD Lampung, Ade Utami Ibnu. Foto: Ist
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP)
menjadi undang-undang pada Selasa (18/11/2025).
Namun pengesahan tersebut memicu gelombang penolakan dari
kelompok masyarakat sipil dan organisasi mahasiswa yang menilai proses
legislasi minim partisipasi publik serta masih menyisakan pasal-pasal
kontroversial.
Sekretaris Komisi I DPRD Lampung, Ade Utami Ibnu, menilai kritik
masyarakat bukan hal yang perlu dikhawatirkan, melainkan bagian dari iklim
demokrasi yang sehat.
Menurutnya, suara publik justru menjadi elemen penting dalam
memastikan setiap produk hukum tetap relevan dan berorientasi pada keadilan.
“Dengan pengesahan KUHAP ini, kita berharap ada penguatan
penegakan hukum dan keadilan. Undang-undang sebelumnya sudah terlalu lama, jadi
pembaruan ini harus benar-benar melahirkan hukum yang membumi. Penegak hukum
adalah wakil Tuhan dalam menegakkan keadilan, maka profesionalitas harus
dijunjung,” tegas Ade saat diwawancarai, Kamis (20/11/2025).
Ia juga menekankan bahwa penolakan masyarakat terhadap sebuah
undang-undang merupakan hal wajar. Negara, ujarnya, tidak boleh menutup ruang
kritik karena partisipasi publik adalah pilar penting dalam pembentukan
legislasi.
“Pengesahan produk hukum di DPR RI pasti melalui tahapan
partisipasi publik biasanya dilakukan melalui uji publik dan sosialisasi. Namun
penolakan dari masyarakat tetap sah dalam negara demokrasi. Aspirasi itu tidak
boleh dibungkam dan harus menjadi catatan. Jika suatu saat undang-undang tidak
lagi relevan, revisi bisa dilakukan. Masyarakat pun berhak mengajukan judicial
review,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Lampung, Garinca Reza Pahlevi
menilai, penyusunan KUHAP baru telah melalui proses panjang dengan melibatkan
berbagai pihak. Ia menyebut pembaruan hukum perlu dilakukan untuk menyesuaikan
dinamika sosial dan perkembangan zaman.
“Proses pengesahan KUHAP melalui banyak tahapan, termasuk
pembahasan bersama stakeholder dan masyarakat. KUHAP baru yang akan berlaku
pada 2026 ini menjadi bentuk penyesuaian hukum dengan kondisi zaman. Pembaruan
hukum memang harus dilakukan,” ujarnya.
Garinca menambahkan bahwa jika masyarakat menilai terdapat pasal
kontroversial, mekanisme koreksi tetap tersedia secara konstitusional.
“Kalau ada pasal yang dianggap kontroversial, masyarakat bisa
mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Itu mekanisme resmi yang disediakan
negara. Dan jika MK sudah memutuskan, putusannya bersifat mengikat,” katanya.
Pernyataan dua legislator tersebut menegaskan bahwa ruang dialog
antara negara dan warga harus terus dibuka, terutama dalam proses pembaruan
hukum pidana. Meski RKUHAP telah disahkan, evaluasi dan koreksi melalui MK
maupun revisi undang-undang tetap menjadi bagian dari dinamika demokrasi.
Implementasi KUHAP baru akan menjadi ujian bagi penegak hukum
dan pemerintah untuk memastikan pembaruan tidak hanya bersifat normatif, tetapi
benar-benar menghadirkan keadilan yang lebih baik bagi masyarakat. (*)
Berita Lainnya
-
DPRD Lampung Dukung Pembentukan Tim Khusus Anti Bullying di Sekolah
Kamis, 20 November 2025 -
Pameran Kriya Jemari Lampung 2025 Dibuka, Upaya Majukan Kerajinan Daerah dan Dorong UMKM Masuk Pasar Ekspor
Kamis, 20 November 2025 -
Petugas Patroli Temukan 34 Kantong Berisi 90 Ribu Pil Ekstasi di Bawah Tol Bakter
Kamis, 20 November 2025 -
BMKG Prediksi Banjir Rob 21–24 November, BPBD Bandar Lampung Siagakan Patroli di Wilayah Pesisir
Kamis, 20 November 2025









