• Senin, 01 Desember 2025

Dana Desa Tahap II Tak Cair, Pekon di Lampung Barat Minta Pemerintah Pusat Dengarkan Suara Desa

Senin, 01 Desember 2025 - 17.00 WIB
33

Ilustrasi

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Pemerintah pusat memastikan Dana Desa (DD) Tahap II non earmark tahun 2025 tidak akan dicairkan setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025. Keputusan mendadak ini membuat ratusan desa, termasuk pekon di Lampung Barat, berada dalam posisi sulit karena sebagian besar program telah berjalan menggunakan skema anggaran awal.

Kepastian penghentian pencairan tersebut tercantum tegas dalam Pasal 29B ayat (4) PMK 81/2025 yang menyatakan Dana Desa tahap II tidak disalurkan. Ayat (5) menambahkan bahwa anggaran yang tidak disalurkan itu dialihkan untuk mendukung prioritas pemerintah pusat atau kebutuhan pengendalian fiskal nasional.

Kabid Pemerintahan Pekon pada DPMP Lampung Barat, Fauzan Ariadi mengatakan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki ruang untuk mengintervensi kebijakan tersebut. Ia menegaskan bahwa regulasi PMK bersifat mengikat dan harus dijalankan oleh seluruh pemerintahan desa.

“Regulasi ini sudah sangat jelas. Dana Desa tahap II non earmark memang tidak dicairkan dan dialihkan untuk mendukung prioritas pemerintah pusat. Kita di daerah hanya menjalankan,” tegasnya, Senin (1/12/25).

Menurut Fauzan, situasi ini berkembang cepat dan menimbulkan keresahan di tingkat pekon. Namun DPMP hingga kini belum menerima pemberitahuan resmi dari para peratin (Kepasa Desa) terkait rencana aksi nasional yang akan digelar DPP APDESI di Jakarta pada 8 Desember mendatang.

“Belum ada laporan resmi dari peratin. Tapi kami tahu dinamika di bawah cukup tinggi. Itu hak konstitusional mereka untuk menyampaikan aspirasi,” ujarnya.

Fauzan juga mengingatkan agar setiap pergerakan organisasi dilakukan secara tertib dan tidak mengganggu pelayanan publik di pekon. “Silakan berpendapat, tapi pastikan layanan masyarakat tetap berjalan. Itu yang paling penting,” tambahnya.

Di tingkat lapangan, kebijakan ini langsung menimbulkan kekhawatiran serius. Banyak peratin mengaku terpukul karena sejumlah program pembangunan dan pemberdayaan yang sudah berjalan terancam mandek.

Mereka berharap pemerintah pusat mempertimbangkan kondisi riil desa sebelum mengambil langkah-langkah penghematan fiskal. “Kami tahu negara sedang menata fiskal. Tapi desa juga harus diperhatikan. Jangan sampai kami yang paling bawah menanggung beban paling berat,” ujar salah satu peratin yang enggan disebutkan namanya.

Di sisi lain, peratin menegaskan bahwa mereka tetap akan mengupayakan agar pelayanan dasar tidak terhenti, meski ruang fiskal semakin sempit. Mereka memastikan tetap berkomunikasi dengan warga untuk menjaga stabilitas sosial di tingkat pekon.

Kendati demikian, para peratin menekankan bahwa suara pekon harus didengar. Mereka menilai kebijakan yang bersifat top-down tanpa dialog berpotensi menimbulkan masalah baru. “Pekon ini ujung tombak. Kami yang tiap hari berhadapan dengan warga. Jadi suara kami harusnya juga diperhitungkan,” tutupnya. (*)