• Senin, 06 Mei 2024

Pengamat: Survei Rakata Diduga Pesanan Calon Tertentu

Kamis, 12 April 2018 - 22.17 WIB
118

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Akademisi dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung mempertanyakan pengumuman hasil survei Rakata Institute secara terbatas kepada media, sehingga menimbulkan kesan Survei Rakata hanya sebagai pesanan calon Gubernur dan Wakil Gubernur tertentu.

Diketahui, hasil survei terbaru menjelang Pilgub Lampung yang dilakukan Rakata Institute berbeda dengan hasil survei beberapa lembaga survei yang menempatkan pasangan Ridho Fichardo-Bachtiar Basri selalu pada posisi teratas soal elektabilitas.

Dalam rilis hasil survei di Wiseman Cafe, Bandar Lampung, Kamis (12/4/2018), Rakata Institute menyimpulkan bahwa pasangan Arinal Djunaidi - Chusnunia Chalim memiliki elektabilitas tertinggi (24,60 persen), disusul Herman HN - Sutono (23,70 persen).

Hal ini sangat terbalik jika sebelumnya, bulan maret lalu, lembaga survei Charta Politika merilis hasil survei calon Gubernur Lampung. Elektabilitas paslon yang diusung oleh Golkar, PAN, dan PKB ini menempati posisi ke tiga dengan memperoleh 13,1 persen. Dalam rilis ini elektabilitas Ridho-Bachtiar menempati nomor urut 1 dengan perolehan 35,1 persen, di posisi kedua diisi oleh paslon Herman HN-Sutono dengan 26,3 persen, dan Mustafa-Jajuli sebesar 11,3 persen dengan jumlah responden 800 orang.

Pun demikian dengan rilis hasil lembaga survei SMRC tak jauh berbeda. Paslon Arinal-Nunik menempati posisi ke tiga dengan memperoleh 14,6 persen. Sedangkan paslon Ridho- Bachtiar masih menempati posisi pertama 35,6 persen. Kemudian disusul pasangan Herman HN-Sutono 23,6 persen, dan Mustafa-Ahmad Jajuli 13,8 persen dengan jumlah responden sebanyak 820 orang.

Tak hanya itu, dalam rilis hasil survei tersebut, pihak Rakata Institute hanya mengundang tujuh media yang hadir. Bahkan dalam undangan tersebut pihak panitia mewanti agar undangan tidak tersebar ke luar, selain tujuh media tersebut.

Akademisi Universitas Lampung (Unila) , Yusdianto, mempertanyakan kredibilitas lembaga survei Rakata Institute. Ia mengaku kaget, dengan hasil survei yang dirilis oleh Rakata institute. Ia pun mempertanyakan metode yang digunakan oleh rakata saat survei.

"Formula apa yang digunakan oleh Rakata ini, saya bingung kenapa Paslon Arinal-Nunik bisa lompat menjadi peringkat 1. Padahal setahu saya perbedaan lembaga survei itu tidak jauh berbeda," katanya.

Kata Yusdianto, sudah menjadi rahasia umum jika lembaga survei dibiayai oleh paslon untuk akomodasi operasional survei. Namun seharusnya hal ini tidak mempengaruhi hasil survei, sesuai keinginan pemesan.

"Meski dalam melakukan survei dibiayai oleh seseorang atau kelompok. Tapi jangan sampai hasil surveinya juga menguntungkan si pemesan," katanya.

Tak hanya itu, indikasi Survei Rakata merupakan pesanan salah satu Paslon juga muncul. Alasannya publikasi hasil survei lembaga ini hanya membatasi tujuh media saja, tidak seperti rilis dua lembaga survei sebelumnya.

Terpisah, Ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung, Iskandar Zulkarnain pun angkat bicara mengenai hal ini. Menurutnya, undangan sebuah lembaga survey yang merilis hasil survey dengan membatasi peliputan pers, maka dengan ini Dewan Kehormatan PWI Lampung menyayangkan undangan tersebut, maka lembaga survei tersebut bisa dipidana dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.

Hal itu sangat berkaitan dalam UU No. 40/1999 tentang Pers, disebutkan pada Pasal 4 ayat 2 dan 3, Pasal 6 ayat 4 maka seseorang dikenai Pasal 18 ayat 1.

Dalam Pasal 4 ayat 2 ditegaskan pers nasional tidak dikenakan pelarangan penyiaran, lalu ayat 3 disebutkan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Kedua ayat dalam Pasal 4 itu dipertegas pula Pasal 6 ayat 4 tentang peranan pers, menyebut bahwa pers nasional melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

“Dengan dua pasal itu, maka dapat dikatakan lembaga atau seseorang sudah melanggar UU Pers. Dalam UU itu ditegaskan pada Pasal 18 ayat 1 bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelarangan pada Pasal 4 ayat 2 dan 3 dalam UU Pers, maka ia dipidana paling lama dua tahun atau didenda Rp500 juta,” ucapnya.(Oscar/Wanda)

Editor :