• Kamis, 25 April 2024

Ahli Pidana: Bawaslu Lakukan Pembiaran Terhadap Pelanggaran Pilkada Lampung

Kamis, 12 Juli 2018 - 17.55 WIB
174

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Lampung, Eddy Rifa'i menganggap adanya ketidakefektifan penegakan hukum oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Lampung dalam menyikapi tindak pidana Pilkada 2018.

Dimana unsur pembiaran dilakukan dengan cara mengulur waktu penyelidikan. Dan ketika segala bukti sudah terpenuhi namun terlapor diketahui melarikan diri, Bawaslu tak ada tindakan untuk menangkapnya karena dengan alasan sudah melewati batas waktu penyelidikan yaitu lima hari.

Dikatakan Eddy, hal ini menyebabkan pihak Bawaslu menganggap pelaporan masyarakat akan dugaan tindak pelanggaran Pilkada tak memenuhi unsur sehingga menyebabkan gugurnya perkara tersebut.

BACA: Dalam Sehari, 4 Pengguna Sabu Diamankan Polres Tanggamus

BACA: Saksi Ahli: Secara Tegas, Saya Katakan, Paslon 3 Harus Didiskualifikasi

"Seperti kejadian di Kabupaten Pringsewu yang terlapornya kabur ke Bengkulu. Tak memenuhi unsur itu bukan berarti barang bukti tidak ada. Barang bukti sebenarnya sudah lengkap, ada saksi, bukti uang sebagainya, tetapi ketika Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) ingin melakukan penegakan hukum si terlapornya ini hilang sehingga Gakkumdu beralasan tak mampu menangkap terlapor dan dianggap sudah lewat dari batas waktu penyelidikan," ujar Rifai, di gedung DPRD Provinsi Lampung, Kamis (12/07/2018).

"Padahal di dalam pasal 16 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Gakkumdu itu bisa menangkap terduga pelaku tindak pidana atas perintah penyidik walau waktu lima hari itu sudah selesai, tapi nyatanya mereka tak melakukan itu," imbuhnya.

Lebih lanjut Rifai mengatakan, sentra Gakkumdu juga tak bisa berkata bahwa pelaporan temuan untuk money politics ini berlaku untuk 1X24 jam dan setelah lewat kalau Bawaslu tak bertindak maka akan kadaluwarsa. Hal itu di mata hukum tak dibenarkan karena itu hanya untuk pembahasan pertama dan kedua saja, tetapi bukan berarti batas waktu itu menyebabkan suatu tindak pidana bisa kadaluwarsa.

"Itu hanya alasan karena dari teori hukum pidana itu tidak benar, walaupun sudah lewat waktu dia masih bisa dipidana. Karena batasnya juga bisa diatur dalam pasal 73 KUHP," pungkasnya.

Masih Rifai, kinerja penyelenggara Pilkada yakni KPU dan Bawaslu tentunya diawasi oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK juga banyak melihat bahwa Bawaslu, KPU melakukan pembiaran dengan berbagai faktor seperti ketidaktahuan, kurang profesional, faktor yang diduga KPU dan Bawaslu "masuk angin" akhirnya MK mengeluarkan Terstruktur Sistematis Masif (TSM).

Jika perbuatan TSM itu terbukti benar dilakukan mulai dari struktur KPU, Bawaslu, hingga di level partai dengan sangat tersistem yang di MK pelanggarannya sebesar 50 persen dari kabupaten/kota maka akan diberlakukan diskualifikasi calon dan Pilgub ulang. Dan jika ternyata Bawaslu dan KPU membiarkan tindak pidana itu terjadi maka keduanya bisa terkena sanksi pidana sesuai pasal 29 UU Pilkada.

Saat ini ia menyerahkan penyelesaian persoalan ini kepada pansus DPRD Provinsi Lampung tentang dugaan tindak pidana Pemilu Pilkada yang baru lima hari terbentuk untuk bekerja memanggil pihak-pihak yang diyakini memiliki bukti terkait dugaan tindak pidana Pilkada. Dengan bukti-bukti yang ada selanjutnya tim pansus bisa meng-crosscheck ke Bawaslu, dan kalau memang ada buktinya tetapi Bawaslu tak bekerja dengan baik maka bisa saja Bawaslu dilaporkan ke kepolisian sebagai tindak pidana.

"Menurut saya mereka melakukan pembiaran, kalau dari beberapa kasus yang ada ternyata pelaksanaan penegakan hukum itu tidak efisien itu sudah menunjukkan mereka membiarkan. Padahal ancamannya itu jelas," pungkasnya.

BACA: Michael Mulyadi Dituntut 10 Tahun Penjara di PN Tanjung Karang

BACA: Atasi Ketimpangan, Bappeda Lamtim Gelar Konsultasi SDGs

Sementara, Ketua pansus Mingrum Gumai mengatakan, ketika pihaknya mendapatkan laporan beserta bukti-bukti yang konkrit dari masyarakat, maka selanjutnya segera dikoordinasikan oleh Bawaslu yang memiliki tupoksi dalam penindakan kasus dugaan tindak pelanggaran Pilkada.

"Kita terima laporan dari masyarakat melalui humas DPRD yang memang sudah ditugaskan untuk menerima pengaduan, selanjutnya akan kita diskusikan bersama dengan Bawaslu," ujar Mingrum.

Dengan tak adanya batas waktu pada pansus ini, pihaknya tak ingin mengintervensi kinerja Bawaslu sebagai pengawasan, namun pansus ini dibentuk untuk membantu Bawaslu dalam mengungkap pelanggaran Pilkada yang menyebabkan rusaknya demokrasi di Provinsi Lampung. (Erik)

Editor :