• Sabtu, 27 April 2024

Apa Benar Konsumsi Obat Hipertensi Sebabkan Gagal Ginjal?

Minggu, 15 Juli 2018 - 21.19 WIB
191

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Masyarakat acap kali memiliki persepsi keliru mengenai penyakit mematikan, yakni Gagal Ginjal. Ada yang menganggap bahwa tekanan darahnya sudah normal ketika telah mencapai ambang batas normal sehingga tidak perlu mengkonsumsi obat-obatan lagi. Ada pula yang beranggapan bahwa meminum obat-obatan hipertensi dapat merusak ginjal.

Hal ini jelas dibantah oleh Tunggul D Situmorang, Ketua Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Perhi) yang baru saja dilantik. Menurutnya, banyak asumsi dan anggapan yang salah di masyarakat terkait penggunaan obat-obatan hipertensi.

BACA : Tega! Ibu Ini Bunuh Dua Anak Kandungnya

BACA : Ada Guru Honorer Hendak Nyaleg, Disdik Tubaba Akan Surati Kepala Sekolah

Menurutnya, obat-obatan anti hipertensi tidak merusak ginjal karena akan melindungi ginjal. Justru ketika tekanan darah tinggi menjadi tidak terkontrol, akibat konsumsi obat tidak teratur, dapat menyebabkan komplikasi pada organ tubuh lainnya, termasuk merusak ginjal.

“Persepsi yang salah di masyarakat kalau banyak makan obat akan merusak ginjal. Padahal obat hipertensi itu justru akan melindungi ginjal karena dapat mengontrol tekanan darah,” ujarnya usia dilantik sebagai Ketua Perhi atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH) pada Minggu (08/07/2018).

Menurutnya, ketika pasien tidak lagi mengkonsumsi obat-obatan maka tekanan darah akan menjadi tidak terkontrol yang pada akhirnya mengakibatkan gagal ginjal. Hipertensi memang memiliki keterkaitan yang erat dengan penyakit jantung dan ginjal. Bahkan bisa dikatakan bahwa hipertensi merupakan penyebab utama penyakit mematikan tersebut.

Hipertensi diyakini memicu adanya tekanan berlebihan pada pembuluh darah pada ginjal sehingga pembuluh darah ini akhirnya rusak dan ikut memicu penurunan fungsi penyaringan pada ginjal. Jika dibiarkan saja, ginjal bisa benar-benar rusak dan kehilangan seluruh fungsinya.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang paling banyak didiagnosis pada fasilitas kesehatan selama semester pertama 2018, dengan jumlah kasus mencapai 185.857. Nyaris empat kali lipat lebih banyak dibandingkan penyakit diabetes mellitus tipe 2.

Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar 2013, sebanyak 25,8% penduduk Indonesia merupakan penderita tekanan darah tinggi. Dari jumlah tersebut, 2/3 diantaranya tidak terdiagnosis atau tidak merasa mengalami masalah hipertensi, dan hanya 1/3 yang terdiagnosis. Bahkan dari data tersebut, hanya 0,7% orang yang terdiagnosa tekan darah tinggi minum obat Hipertensi.

Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar penderita hipertensi tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi dan tidak mendapatkan pengobatan. Hipertensi yang tidak mendapat penanganan baik akan menyebabkan komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, diabetes, gagal ginjal dan kebutaan.

“Untuk pasien yang terkena penyakit gagal ginjal, 2/3 di antaranya yang melakukan cuci darah, disebabkan hipertensi dan diabetes. Ini semua sebetulnya bisa dicegah di hulu sebelum merusak organ lainnya.”

Tunggul menambahkan jika penderita rutin mengkonsumsi obat anti hipertensi, maka akan mengurangi risiko stroke sekitar 35% hingga 40% dan gagal jantung hingga 50%. Sebab, dua penyakit tersebut yaitu stroke (51%) dan penyakit jantung koroner (45%) merupakan penyebab kematian tertinggi.

BACA : Ketua DPRD Mesuji Monitor Program PKT Pakai Sepeda

BACA : BMOIWI Lamtim Diminta Tingkatkan Kontribusi dan Peran di Masyarakat

“Terjadinya kerusakan ginjal akibat hipertensi tidak terkontrol, akan berujung pada gagal ginjal. Tentu biayanya akan menjadi semakin besar karena harus cuci darah. Ketika hipertensi terkontrol, maka kerusakan ginjal bisa dicegah,” ujarnya.

Oleh karena itulah, perlu bagi para penderita hipertensi merubah gaya hidup, merubah pola makan dengan mengurangi konsumsi garam, dan rutin memeriksa tekanan darah tinggi, baik di rumah maupun di fasilitas kesehatan. “Kalau bisa dicegah dari awal, maka tidak akan membuat orang terkena serangan jantung atau gagal ginjal yang justru akan menelan biaya besar. Oleh karena itulah harus ditanggulangi secara bersama-sama,” tuturnya. (*)

Sumber: Bisnis.com

Editor :