• Kamis, 28 Maret 2024

Pupuk Mahal dan Sulit Dicari, Petani Tanggamus Pakai Kotoran Hewan

Senin, 13 Agustus 2018 - 18.23 WIB
522

Kupastuntas.co, Tanggamus - Para petani disejumlah kecamatan di Kabupaten Tanggamus mengeluh sulit mendapatkan pupuk NPK Phonska dan DP 36 bersubsidi, kalaupun ada harganya sangat mahal. Mereka terpaksa menggunakan pupuk dari kotoran hewan untuk tanaman mereka.

Mujito (35),  salah seorang petani di Kecamatan Kotaagung Timur mengaku, sejak beberapa bulan ini kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Padahal pupuk  ini sangat dibutuhkan petani.

BACA: Produksi Padi di Tubaba Terus Meningkat Setiap Tahun

BACA: DPRD Tubaba Anjurkan Tutup SPBU Simpang PU

Untuk itu ia berusaha memcari pupuk kepada sejumlah pengecer, agen dan toko pertanian pupuk tidak ada. "Saya sudah keliling sampai Kecamatan Gisting dan Kotaagung. Sayav sedang butuh pupuk untuk pemupukan tanaman rempai tetapi jenis Phonska dan SP 36 sulit didapat," kata dia, Senin (13/08/2018).

Untuk pemupukan katanya, ia membutuhkan urea, Phonska dan SP 36 tetapi sudah beberapa kios didatangi tetap dua jenis itu tidak ada. "Sedangkan untuk pupuk urea cukup tersedia," katanya.

Suparman (47), seorang petani di Kecamatan Gisting juga mengaku kelimpungan karena tidak mendapatkan pupuk NPK Phoska dan SP 36. "Saya sudah keliling sampai Kecamatan Sumberejo dan Talangpadang, tapi ga ada menemukan NPK Phonska dan SP 36," ujarnya.

Zainul (37), petani lainnya yang tersedia dengan jumlah terbatas adalah pupuk non subsidi. Untuk pupuk Phonska dari harga eceran tertinggi (HET) Rp115 ribu (atau Rp2.300 per kilogram) dengan berat 50 kilogram, kini melambung hingga mencapai Rp150 ribu per sak

Itupun katanya, untuk mendapatkannya harus dengan bersusah payah. ''Sudah mahal, carinya susah lagi. Saya terpaksa membeli NPK di luar kecamatan,'' keluhnya lagi.

Tidak hanya NPK saja yang mulai langka dan harganya melambung, pupuk SP 36 juga dirasa demikian. Menurutnya, untuk mendapatkan pupuk SP 36 yang sebelumnya hanya  Rp100 ribu per sak isi 50 kilogram, kini mencapai Rp130 ribu per sak.

Para petani berharap, kelangkaan pupuk ini tidak berlangsung lama karena banyak petani membutuhkannya. Karena bila proses pemupukan terlambat dilakukan maka tanaman tidak tumbuh maksimal, termasuk buahnya seperti rempai, cabai berkurang

"Pemupukan yang pertama sangat menentukan hasilnya nanti karena bila terlambat maka pertumbuhannya tidak maksimal," kata Sugi, petani di Kecamatan Gunungalip.

BACA: Hampir Tiap Minggu, Wilayah Barat Lampung Gempa 2-3 SR

BACA: Bupati Lampung Timur: Kunci Sukses Adalah Pendidikan

Untuk mengatasi sulitnya mendapatkan pupuk, para petani menggunakan alternatif kotoran hewan agar tanaman mereka tidak mati. "Saya gunakan pupuk kandang dari kotoran ayam karena pupuk pabrikan mahal dan langka," kata Mujito.

Menurutnya, dia menggunakan pupuk kandang sejak pemupukan pertama sebab sampai kini belum mendapatkan pupuk. "Pupuk kandang ini saya beli dari Gisting, sekarungnya Rp10 ribu," katanya. (Sayuti)

Editor :

Berita Lainnya

-->