• Jumat, 26 April 2024

Petani Salak Pondoh Tanggamus Berteriak Harapkan Perhatian Pemerintah

Kamis, 23 Agustus 2018 - 18.56 WIB
848

Kupastuntas.co, Tanggamus - Petani salak pondoh di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, mengaku kecewa karena kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam meningkatkan taraf hidup mereka. Selama puluhan tahun, mereka merasa terabaikan meski terus menghasilkan salak pondoh yang berkualitas.

Bukan itu saja, petani juga mengeluhkan belum adanya upaya pemerintah daerah menstabilkan harga ketika memasuki panen raya agar harga salak pondoh tidak anjlok. Dimana, pada saat musim panen raya (bulan Februari sampai Mei), harga salak pondoh anjlok hingga Rp2 ribu/kilogramnya dari sebelumnya sekitar Rp5.000/kilogram.

BACA : Jurang Segibeu, Calon Destinasi Wisata Andalan Tubaba yang Baru

BACA : Selain Bakauheni, Hari Ini Kebakaran Juga Terjadi di Kalianda

"Kami para petani tradisional di desa ini sudah putus asa mengatasi bagaimana caranya agar harga salak setiap kali panen tidak turun drastis. Kami tidak berdaya melawan para pengepul yang datang dari kota mempermainkan harga," kata Ujang (36), salah seorang petani salak pondoh di Pekon Sudimoro Induk, Kecamatan Semaka, Rabu (23/8/2018).

Selain persoalan harga, kata Ujang, para petani salak juga mengeluhkan kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap pengetahuan petani akan budidaya salak pondoh. Selama ini, petani belajar budidaya salak pondoh secara otodidak atau berdasarkan pengalaman dari orangtua.

BACA : Bupati Agung Sidak Beberapa OPD, Hasilnya Bikin Geleng-Geleng Kepala

BACA : Polda Tolak Permohonan Penangguhan Oknum Dosen Cabul Unila

“Sehingga itu berpengaruh pada produktifitas buah salak yang terus merosot. Begitu juga soal hama, kami belum tahu bagaimana cara penangangan yang sebenarnya. Semuanya dilakukan berdasarkan pengalaman atau belajar dari tetangga,” kata dia.

Kondisi ini diperparah dengan belum bersatunya para petani salak pondoh di wilayah ini dalam satu wadah seperti kelompok tani (poktan) maupun koperasi.

“Ya bagaimana mau membentuk kelompok tani mas, apalagi membentuk koperasi. Pembinaan dari pemerintah daerah saja tidak ada. Sepertinya kehidupan petani salak seperti kami ini tidak menarik buat pemerintah,” kata Jajang, petani lainnya. (Sayuti)

Editor :