• Jumat, 26 April 2024

Ketua KPU Lampung: DCT Tidak Banyak Berubah

Rabu, 19 September 2018 - 08.42 WIB
68

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung segera mengirimkan surat edaran kepada KPU kabupaten/kota terkait diperbolehkannya eks koruptor untuk menjadi calon anggota legislatif pada Pemilihan Umum 2019 mendatang. Dengan demikian, dalam penetapan DCT nanti tidak akan mengalami perubahan signifikan dari DCS.

Hal tersebut disampaikan Ketua KPU Provinsi Lampung Nanang Trenggono usai menghadiri Pelatihan Penanganan Pelanggaran Pemilu 2019 oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung bersama instansi yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu yakni kepolisian dan Kejaksaan di Hotel Sheraton Bandar Lampung, Selasa (18/9/2018).

Baca Juga: Karo Ops Polda Lampung: Penyidikan Pelanggaran Pemilu Harus Dapat Izin dari Polda

Nanang menjelaskan, pihaknya akan mengakomodir keputusan Mahkamah Agung (MA) terkait diperbolehkannya mantan koruptor menjadi caleg pada pemilu 2019, dengan segera melayangkan surat edaran kepada KPU kabupaten/kota se-Provinsi Lampung untuk menindaklanjuti keputusan MA itu.

"Iya kita akan mengakomodir keputusan dari MA setelah kita mendapatkan surat edaran dari KPU RI terkait hal ini," ungkapnya.

Nanang juga mengaku, sudah mengkonfirmasi perihal hal tersebut kepada KPU RI dan diminta untuk menindaklanjuti apa yang sudah menjadi keputusan dari MA.

Baca Juga: Tega! Dijanjikan Kerja Jadi Pegawai Hotel di Papua, Gadis Asal Balam Ini Dipekerjakan di Panti Pijat

"Sebelumnya kan kita (KPU Lampung) hanya bertindak sebagai pelaksana, dan kita menunggu keputusan dari KPU RI. Dan hasilnya KPU RI akan segera menyebarkan surat edaran kepada KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk menindaklanjuti keputusan MA," ujarnya.

Nanang menegaskan, dengan adanya keputusan tersebut maka Daftar Calon Tetap (DPT) yang akan diumumkan pada 20 September 2018 mendatang tidak akan mengalami perubahan signifikan dari Daftar Calon Sementara (DCS) yang telah dilakukan uji publik.

"Jadi DCT tidak ada pengurangan, maka penetapan DCT dan pengumuman di media massa masih sesuai dengan tahapan sebelumnya, tidak ada perubahan," ujarnya.

Baca Juga: Caleg yang Tak Masuk DCT Boleh Ajukan Gugatan ke Bawaslu

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat masih akan membahas kemungkinan pemberian tanda untuk calon anggota legislatif (caleg) mantan narapidana korupsi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan surat suara. Jika dengan menandai caleg eks koruptor KPU dianggap diskriminatif, maka KPU akan menghapus opsi tersebut.

"Kalau KPU menandai calon tersebut dalam daftar calon jadi diskriminatif atau tidak, kalau jadi diskriminatif KPU mempertimbangkan untuk tidak melakukan itu. Apalagi di surat suara, tentu saja tidak," kata Komisioner KPU Hasyim Asyari, kemarin.

Baca Juga: Bawaslu Lampung: Kampanye di Luar Jadwal Bisa Dipidana

Seperti diketahui, banyak pihak yang mengusulkan KPU menandai caleg mantan napi korupsi di TPS dan surat suara, setelah hasil uji materi Mahkamah Agung (MA) menyatakan mantan napi korupsi diperbolehkan maju sebagai caleg. Dengan menandai caleg eks koruptor, masyarakat diharapkan tahu dan punya pertimbangan untuk memilih caleg tersebut.

Namun demikian, menurut Hasyim, pada dasarnya status caleg mantan napi korupsi telah dipublikasikan melalui situs pencalonan pemilu yang bisa dilihat oleh seluruh masyarakat. Selain itu, caleg mantan napi korupsi juga diharuskan mempublikasikan statusnya melalui media cetak yang bisa diakses publik.

Berita Terkait: Kota Metro Siap Jadi Lokasi Tes CPNS 2018

"Pernyataan itu ada putusan pengadilannya, SKCK-nya, ada pengumuman dia di media, itu kan nantinya kita akan publikasikan di sistem pencalonan Pemilu 2019," terang Hasyim. Namun demikian, usulan menandai caleg mantan napi korupsi tetap dipertimbangkan KPU, dan nantinya akan dibahas bersama. Paling penting, pemilih mendapat informasi mengenai publikasi status caleg eks koruptor.

"Tentang metode menandainya, nanti kita bicarakan mana yang paling strategis, tapi intinya yang ingin kami sampaikan bahwa dokumen-dokumen sebagai penanda bahwa yang bersangkutan napi kan sudah ada dan publik bisa mengakses. KPU harus berhati-hati betul dalam membuat pilihan yang tepat dalam mempublikasikan ke masyarakat," paparnya. (Sule/Kps)

Editor :