• Sabtu, 27 April 2024

Pemprov Lampung Ingin Gunung Anak Krakatau Jadi Taman Wisata Alam

Rabu, 10 Oktober 2018 - 07.41 WIB
118

Kupastuntas.co, Bandarlampung – Mengacu hasil rekomendasi penelitian dari tim teknis evaluasi kesesuaian fungsi cagar alam dan cagar alam laut kepulauan Krakatau, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung melalui Dinas Kehutanan mengusulkan perubahan fungsi sebagian cagar alam Gunung Anak Krakatau (GAK) menjadi taman wisata alam kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.

Usulan perubahan fungsi tersebut mengingat potensi pariwisata yang begitu besar pada GAK. Sebab, hingga kini fungsi GAK masih merupakan cagar alam, dimana pengunjung hanya diperbolehkan untuk melakukan penelitian dan tidak boleh digunakan sebagai tempat wisata.

“Di sisi lain kita lihat ada kebutuhan wisatawan yang selama ini tidak terbendung yang tetap harus berjalan ke sana (GAK). Sementara sesuai dasar hukumnya hal itu jelas melanggar, karena cagar alam tidak boleh digunakan sebagai tempat pariwisata. Sehingga kita melakukan kajian perubahan fungsi dari cagar alam menjadi taman wisata alam," ujar

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Syaiful Bachri, pada konsultasi publik hasil kajian tim evaluasi kesesuaian cagar alam dan cagar alam laut Krakatau di ruang rapat Dinas Kehutanan setempat, Selasa (9/10/2018).

Syaiful menyadari, jumlah personel dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu yang minim untuk mengawasi batas laut yang demikian luas, membuat sulit dalam menjaga kelestarian GAK dari para pengunjung ilegal.

“Selama ini kita sering kecolongan dimana orang seenaknya masuk. Tapi mereka kalau tidak diberi ruang, mereka juga ingin melihat ini ada potensi agar dimanfaatkan untuk kesejahteraan kok tidak diberi peluang. Maka win-win solution kita beri ruang tapi dengan dasar yang benar," katanya.

Menurut Syaiful, potensi cagar alam Karakatau sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Sehingga ketika berubah fungsi menjadi taman wisata alam haruslah memiliki peraturan lebih ketat yang melibatkan masyarakat, pemerintah daerah dan pihak lain.

Sementara terkait pengamanan pada pengelolaan nantinya, Syaiful berjanji akan menyiapkan tim penjaga sehingga ketika GAK diprediksi akan meyemburkan lava pijar maka segera akan ditutup.

“Kalau dia ada peringatan bahwa itu tidak boleh dan harus ditutup sementara maka akan ditutup. Taman wisata itu bukan berarti bebas kapan saja bisa dikunjungi. Tapi semua persyaratan harus dipenuhi ketika menjadi taman wisata alam, apakah itu MCK dan fasilitas lainnya. Saya kira semua itu bisa diantisipasi," ujarnya.

Sementara Ketua Keluarga Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup (Watala) Lampung Edy Karizal, mengatakan kunjungan wisatawan selama ini masih diperbolehkan jika hanya mengelilingi GAK. Namun ketika menginjak gunung maka hal tersebut sudah melanggar hukum dan harus diberi sanksi tegas sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam..

Dikatakannya, selama ini BKSDA tak mampu menjaga kawasan cagar alam Krakatau, sementara pemerintah daerah tak paham bahwa itu tak bisa dimanfaatkan untuk wisata sebelum ada perubahan fungsi.

“Jadi pemerintah daerah salah kaprah. Pemerintah menggunakan GAK itu untuk wisata padahal fungsinya belum diubah dan belum ada MoU antara BKSDA dengan Pemprov. Padahal penggunaan fungsi sudah jelas dipaparkan dalam UU Nomor 5 tahun 1990 itu tapi banyak yang tidak paham," tukasnya.

Namun ia tetap men-support Krakatau bisa terus lestari dan bermanfaat bagi manusia. Dia juga memahami usulan ini menjadi jalan kebijakan yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat Lampung.

Di bagian lain, Plt BKSDA Bengkulu, Suharno, mengatakan berdasarkan hasil penelitian dari tim teknis evaluasi kesesuaian fungsi cagar alam dan cagar alam laut kepulauan Krakatau, pihaknya merekomendasikan dari total luas Cagar Alam Kepulauan Krakatau mencapai kurang lebih 13.735,1 hektare, merekomendasikan perubahan fungsi sebagian kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut Kepulauan Krakatau menjadi Taman Wisata Alam (darat) seluas 5,13 ha dan Taman Wisata Alam (laut) seluas 16,85 ha. Sehingga total keseluruhan seluas 21,98 ha.

Berbagai kajian yang dilakukan di antaranya, kajian aspek keanekaragaman hayati tumbuhan, hewan, biota laut, kajian aspek lingkungan hidup, kajian aspek kelautan dan perikanan, kajian aspek wisata alam, serta sosial ekonomi dan budaya. Dijelaskan Suharno, hasil rekomendasi itu menyimpulkan yakni memberikan pemanfaatan khusus, terbatas untuk kegiatan pariwisata alam.

Ia pun nantinya akan membatasi kunjungan maksimal 200 orang perhari, waktu lamanya kunjungan 5-6 jam perhari, menggunakan alat transportasi laut berukuran kecil dengan kapasitas penumpang  maksimum 30 orang.

“Pengelola dapat melakukan penutupan taman wisata alam dengan memperhatikan rekomendasi status Gunung Api Anak Krakatau yang dikeluarkan oleh PVMBG, serta memberikan pengamanan khusus terkait sistem evakuasi bencana kepada para pengunjung," ujarnya. (Erik)

Editor :