• Jumat, 29 Maret 2024

Pelangi di Rumah Kedua

Jumat, 16 November 2018 - 18.43 WIB
460

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Gedung tinggi yang kokoh dan berada di pusat kota itu bukanlah kantor. Bukan juga pusat perbelanjaan.Gedung warna-warni itu kami sebut “rumah kedua”. Rumah tempat kami mengenali siapa diri kami dan meyakini bahwa kami memiliki potensi. Rumah yang terus memecut semangat untuk meraih mimpi-mimpi.

Warna warni gedungnya menggambarkan keberagaman. Ada ratusan warna di dalam gedung itu, warna-warni kehidupan. Di gedung itulah warna-warni kehidupan dibentuk dan bersinergi. Kami menyebut warna-warni itu sebagai pelangi kehidupan. Pelangi yang kelak bisa menebarkan keindahan dan kebaikan untuk masyarakat.

Senin sampai Jumat adalah waktu di mana rumah kedua kami akan penuh sesak dengan penghuninya. Hari-hari yang akan membawa kami pada cerita baru, pemahaman baru, pertanyaan demi pertanyaan, serta kebingungan demi kebingunan. Waktu demi waktu yang akan membimbing kami menjadi pribadi yang lebih kuat.

Mulanya bagi saya rumah kedua itu sama saja dengan rumah kedua lainnya di belahan dunia manapun. Namun akhirnya saya pun mulai melihat keunikan di dalam rumah kedua itu. Layaknya seorang gadis yang sedang jatuh cinta, saya melihat banyak keindahan di dalamnya. Keterbatasan dianggap seperti tantangan untuk meningkatkan kualitas diri.

Sudah cukup banyak cerita yang kami lalui. Mari saya ceritakan beberapa kisah di dalam rumah kedua itu bersama mereka yang berseragam putih-merah.

Seperti pagi sebelumnya saya melangkahkan kaki masuk ke rumah kedua dengan disambut oleh beberapa pamong yang menebarkan senyum dan sapa yang ceria. Pamong-pamong ini bertugas untuk menyambut kedatangan pelangi-pelangi kami. Harapannya para pelangi kami dapat merasakan bahwa kehadiran mereka sudah dinantikan dan kami dapat memercikkan semangat kepada mereka untuk memulai harinya. Cukup sudah saya mendapatkan percikan semangat dari rekan-rekan di depan tadi. Saya pun melanjutkan langkah kaki menuju tangga ke lantai dua.

Mungkin pagi itu Tuhan ingin mengirimkan semangat lebih untuk saya. Saat melangkah menuju tangga ke lantai dua, tepat di bawah tangga saya melihat seorang ibu yang bertugas sebagai petugas kebersihan sedang mengepel lantai dan ada beberapa pelangi kami yang berjalan menuju ke arahnya. Sebenarnya pemandangan ini adalah pemandangan yang biasa dan sudah menjadi rutinitas pagi di sekolah kami, tetapi yang menjadikannya sedikit menarik adalah beberapa pelangi tersebut menghampiri ibu petugas kebersihan dan mencium tangannya. Wajah si ibu pun penuh dengan senyuman seraya menjawab salam mereka. “Morning...” sayup-sayup saya mendengar kata itu keluar dari mulut si ibu. Rasanya pemandangan sederhana itu cukup memecut semangat dan optimisme saya bahwa pendidikan karakter yang ditanam di sekolah ini perlahan tapi pasti akan membuahkan kebaikan yang jauh lebih besar nantinya.

Dengan optimisme bahwa pendidikan karakter adalah gerbang menuju peradaban yang lebih baik, maka rumah kedua kami ikut dalam barisan perubahan untuk mewujudkan peradaban yang lebih baik tersebut. Rumah kedua kami meyakini bahwa membentuk dan merubah karakter seorang anak dapat dimulai dari gerakan sederhana dalam lingkungan terkecil, yaitu rumah dan sekolah. Sejak berdiri di tahun 2007, kami mulai menanamkan pendidikan karakter pada siswa. Dengan segala keterbatasan yang ada, rumah kedua kami berupaya untuk mewujudkan visinya, yaitu menjadi institusi pendidikan global yang memfokuskan dalam pembentukan karakter dan pendalaman pengetahuan dengan memacu potensi siswa sebagai akar bangsa.

Bagi kami pendidikan karakter seperti darah, harus mengalir ke seluruh organ tubuh. Ia adalah pasokan yang turut menggerakkan setiap organ agar bekerja sesuai fungsinya. Dengan analogi itu, rumah kedua kami bergerak untuk menyusupkan pendidikan karakter ke dalam semua kegiatan sekolah. Guru, satpam, dan seluruh karyawan pun menjadi sasaran tembak pendidikan karakter di sekolah. Kami adalah pengganti orangtua di sekolah. Oleh karena itu, kami adalah orang pertama yang akan menjadi teladan, sahabat, motivator, bahkan inspirator untuk anak-anak.

Melanjutkan cerita di pagi itu, saya pun kembali berjalan menuju ruangan di lantai dua. Ruangan di mana pelangi-pelangiku datang untuk berceloteh tentang hari yang mereka lalui. Ada yang datang mengadu karena temannya jahil, rebutan tempat duduk, dan ingin menunjukkan prestasinya di kelas. Tak jarang pula mereka datang untuk bermain sejenak melepas kejenuhan. Bahkan ada yang datang hanya untuk menegurku dan meminta pelukan hangat. Ruangan itulah tempatku berkarya dan berbagi dengan pelangi-pelangiku. Aku menyebut ruangan itu ruang celoteh. Mereka bebas untuk mengekspresikan semua rasa dan pikir.

Pernah suatu ketika saya kedatangan tamu di ruang celoteh. Kala itu bukan pelangiku yang datang. Tetapi, si empunya pelangi yang datang, sang ibu. Ia menceritakan bahwa sudah beberapa minggu ini sang anak diganggu oleh temannya. Sebelum datang ke ruang celoteh, sang ibu mengaku bahwa ia sudah mengajarkan sang anak untuk berani berkata tidak, menolak jika ada yang mengganggu, dan lawan jika ada yang mulai menyakiti secara fisik. Sang anak menjawab “Kalau aku balas, nanti tidak akan selesai. Aku tidak mau berbuat jahat. Biarlah temanku yang berubah lebih baik”. Sang Ibu pun terdiam dan tidak bisa melanjutkan ceramahnya. Untuk itulah sang ibu datang ke rumah kedua untuk meminta bantuan agar sang anak dan temannya bisa belajar dan bermain dengan baik.

Menindaklanjuti cerita sang ibu di hari itu, saya pun bergegas mencari sang pamong kelas. Kami berdiskusi mencari cara untuk mengetahui dengan jelas penyebab permasalahannya. Kami tidak ingin mereka merasa ketakutan dan dipojokkan seperti tersangka. Kami ingin kedua pelangi ini bercerita dengan santai dan apa adanya. Jika ada kesalahan yang mereka perbuat, maka mereka bisa menyadarinya dan mencari cara untuk memperbaiki diri.

Siang itu akhirnya solusi pun kami dapatkan. Kami akan menyisipkan tema mengenai “Kerukanan” di kelas kedua pelangi yang sedang berselisih paham itu. Tema ini kami sampaikan pada mata pelajaran character building atau pendidikan karakterPada pelajaran tersebut kami memutarkan film edukasi yang mengajarkan tentang kerukunan antarteman. Melalui video tersebut kami menggali informasi tentang bagaimana mereka berinteraksi, mengetahui siapa yang kurang disukai di kelas, mengapa mereka kurang disukai oleh teman-temannya, dan bagaimana harapan teman-teman di kelas terhadap mereka yang kurang disukai. Kami juga ingin menyampaikan kepada pelangi-pelangi kami bahwa sebenarnya mereka adalah pribadi yang unik.Terkadang keunikan pada setiap individu dapat memicu kesalahpahaman jika tidak ada rasa saling menghargai dan menyayangi.

Kami merasa beruntung memiliki satu mata pelajaran yang unik, yaitu character building untuk pelangi-pelangi yang berseragam putih merah. Character building ini adalah salah satu pelajaran yang dinanti-nanti oleh pelangi kami. Bagi mereka pelajaran chacater building seperti bersenang-senang. Mereka bisa menonton video, bernyanyi, membaca buku cerita, mendengarkan cerita, bermain permainan tradisional, dll. Di sisi lain mereka juga belajar mengenai nilai-nilai kehidupan. Mereka belajar tentang sopan santun, cara membangun kebiasaan hidup disiplin, menghargai perbedaan, dan masih banyak nilai-nilai kehidupan lainnya.

Nilai-nilai kehidupan yang kami ajarkan kepada pelangi-pelangi kami tertuang dalam satu panduan, yaitu core value. Panduan ini kami serap dari visi misi rumah kedua kami dan juga visi misi pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Core value adalah nilai-nilai inti dalam kehidupan yang diharapkan dapat menjadi ciri khas setiap penghuni rumah kedua kami. Tidak hanya menjadi ciri khas pelangi-pelangi kami, tapi juga segenap pamong, dan juga karyawan yang ada di dalamnya. Ada delapan nilai atau karakter yang ingin kami kembangkan, yaitu analytic and problem solving, confidence, creativity, discipline, empathy and kindness, endurance, fairness and honesty, dan respect.

Selesai dengan tema “kerukunan” di pelajaran character building. Akhirnya kamipun bisa memahami penyebab permasalahan antara kedua pelangi kami.Kami pun berlanjut ke sesi terapi bermainPermainan yang kami pilih adalah bermain peran. Ini adalah sesi untuk pelangi kami mengungkapkan perasan dan pikirannya terhadap temannya secara bebas melalui media permainan. Hal itu kami lakukan guna menyadarkan mereka tentang perilaku yang harus mereka perbaiki.

Saya pun mengundang kedua pelangi itu untuk bermain di ruang celoteh. Masing-masing dari mereka mendapatkan satu boneka tangan dan dengan perannya. Mereka pun mulai bermain. Seru dan ada konflik di dalamnya. Saya melihat ekspresi wajah mereka yang larut dalam alur cerita. Ada emosi yang tersalurkan melalui peran yang mereka mainkan.

Selesai mereka bermain peran. Saya meminta mereka untuk berkomentar. Di luar dugaan, kedua pelangiku ternyata tidak nyaman memainkan peran antagonis. Seperti ini ujar mereka “Miss, aku tidak suka jadi anak yang nakal. Nanti aku tidak punya teman. Aku mau main lagi tapi jadi anak baik ya”.

Masalah kedua pelangiku pun selesai. Keduanya berdamai dan mereka tahu apa yang harus mereka perbaiki.

Pada dasarnya tidak ada anak yang mau menjadi anak nakal. Nakal dan baik adalah label yang diberikan lingkungan. Mereka bukan nakal, hanya sedang belajar untuk menemukan pola perilaku yang baik. Tugas kita adalah memberi contoh, mengawasi, mengingatkan, dan terus mengingatkan. Bukan memberi label dan menghukum.

Rumah kedua kami tentunya belum menjadi rumah kedua yang terbaik. Belum juga dikatakan berhasil dalam mendidik karakter pelangi-pelangi kami. Tetapi, rumah kedua kami adalah bagian dari perubahan yang berupaya optimis dan konsisten dalam mendidik karakter siswa. Banyak perubahan kecil pada perilaku pelangi-pelangi kami yang membuat kami tersenyum. Tidak sedikit pula air mata jatuh saat harus membenahi perilaku yang masih kurang tepat. Banyak orangtua yang datang dan berbagi cerita bahagia karena melihat perkembangan anaknya. Juga tidak sedikit orangtua yang datang dengan cerita sedih. Sekali lagi, rumah kedua kami belum sempurna. Kami hanya bagian dari perubahan yang berupaya untuk lebih baik.

Ditulis oleh :

Mirra Septia Veranika, M.Psi.,Psikolog

Psikolog Sekolah Darma Bangsa

 

Editor :

Berita Lainnya

-->