• Kamis, 25 April 2024

Kisah Tentara Jepang yang Membelot Jadi Pembela Indonesia, Hingga Bertemu Tan Malaka

Minggu, 18 November 2018 - 14.20 WIB
1.3k

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Namanya Yoshizumi Tomegoro. Lahir di Oizumi-Mura Nishitagawa, Jepang. Temannya, Ichiki Tatsuo, lahir di Taraki, kota kecil di prefektur Kumamoto, bagian selatan Pulau Kyushu, pada 1906. Putra ketiga dari enam bersaudara ini berasal dari keluarga samurai miskin. Dulu, keluarganya bekerja untuk klan Sagari yang punya pengaruh besar di daerah itu hingga abad ke-19. Mereka berdua bertemu di Hindia Belanda, negara kepulauan jauh di selatan, pada pertengahan 1930-an.

Saat itu, Ichiki bekerja sebagai wartawan untuk beberapa media Jepang, sementara Yoshizumi merupakan intel yang dikirim pemerintah Jepang ke Hindia Belanda. Sempat pulang kembali ke Jepang, mereka kembali ke selatan ketika tentara Jepang menggantikan Belanda menduduki Indonesia. Ichiki bekerja di Departemen Pendidikan tentara Pembela Tanah Air (Peta). Yoshizumi meneruskan pekerjaannya sebagai intel untuk Angkatan Laut Jepang. Di Peta ini lah Ichiki berkenalan dengan tokoh pergerakan Haji Agus Salim. Agus Salim pula yang memberinya nama Abdul Rachman. Ichiki juga sempat menjadi redaktur majalah Pradjoerit dan Pemimpin Redaksi koran Asia Raya.

Lewat Achmad Soebardjo yang bekerja di Angkatan Laut Jepang, Yoshizumi berkenalan dengan tokoh pergerakan yang agak 'misterius', Tan Malaka. Saat itu Yoshizumi sudah menaruh simpati besar terhadap Indonesia. Menurut Wenri Wanhar, dalam bukunya, Jejak Intel Jepang, Yoshizumi mencuri barang-barang milik kantor penghubung Angkatan Laut Jepang dan menjualnya di pasar gelap. Uang hasil penjualan itu disumbangkan kepada Tan Malaka untuk biaya perjuangan. Oleh Tan Malaka, Yoshizumi diberi nama Arif.

Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II, Abdul Rachman Ichiki maupun Arif Yoshizumi tak ikut pulang ke negaranya. Ada ratusan prajurit Jepang yang juga memilih jalan yang sama. Atas usul Kolonel Sungkono, Komandan Divisi Jawa Timur, para mantan prajurit Jepang yang membelot ke Indonesia dikumpulkan menjadi satu kesatuan sendiri yakni Pasukan Gerilya Istimewa dengan komandan Arif Yoshizumi Tomegoro dengan wakilnya, Tatsuo Ichiki.

Tugas mereka menghadang tentara Belanda di sepanjang jalur Malang-Lumajang. Berkali-kali mereka terlibat pertempuran sengit melawan tentara Belanda. Dalam pertempuran di Arjosari desa di arah tenggara kota Malang, Jawa Timur, Ichiki Tatsuo menjemput ajal dengan menyambut hujan peluru dari tentara Belanda. Menurut seorang teman yang menyaksikan pertempuran sengit di Arjosari pada 9 Januari 1949 selepas subuh itu, Ichiki, atau lebih dikenal sebagai Abdul Rachman di antara teman-temannya, sengaja berlari menyambut tembakan prajurit Belanda untuk membangkitkan semangat kawan-kawan seperjuangan.

"Ichiki lahir di Jepang dan seorang nasionalis. Dia melepas kewarganegaraannya sebagai protes atas sikap pemerintah Jepang yang mengingkari janjinya membantu persiapan kemerdekaan Indonesia," Kenichi Goto menulis di jurnal Indonesia pada Oktober 1976. (Detik)

Editor :