• Rabu, 24 April 2024

Kuasa Hukum Baiq Nuril Tolak Saran Ajukan Grasi ke Presiden, Kenapa?

Selasa, 20 November 2018 - 22.30 WIB
18

Kupastuntas.co, Mataram - Mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknun tidak akan mengajukan grasi untuk lepas dari jeratan hukum. Hal ini disampaikan pengacara Nuril, Joko Jumadi, menanggapi pernyataan presiden, Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi mengaku akan turun tangan jika Nuril merasa belum mendapat keadilan, yakni dengan mengajukan Grasi.

"Kalau grasi harus diajukan oleh kami, tim hukum atau bu Nuril. Tapi kami tidak mau mengajukan," kata Jumadi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (20/11).

Jumadi mengatakan perihal pengajuan grasi sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 tentang Grasi. Dalam aturan itu disebutkan bahwa grasi hanya berlaku bagi seseorang yang dijatuhi hukuman selama dua tahun atau lebih.

Pasal 2 ayat 2 UU 22 tahun 2002 menyebutkan bahwa, "Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah pidana mati, penjara seumur hidup, penjara paling rendah 2 (dua) tahun."

Menurut Jumadi, vonis yang diterima kliennya dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) hanya enam bulan penjara.

"Grasi tidak bisa diajukan karena grasi hanya untuk yang pidananya di atas dua tahun," kata dia.

Jumadi mengatakan bahwa dalam upaya penegakan keadilan bagi Nuril, tim kuasa hukum akan menempuh jalur peninjauan kembali (PK).

"Kami konsentrasi kepada perlawanan hukum dalam bentuk PK," kata dia.

Presiden Jokowi, sebelumnya mengatakan bahwa Nuril dapat mengajukan grasi kepada dirinya sebagai kepala pemerintahan bila merasa belum mendapat keadilan dari putusan Mahkamah Agung.

"Saya sangat mendukung Ibu Baiq Nuril mencari keadilan. Akan tetapi seandainya, ini seandainya, ya, belum mendapatkan keadilan bisa mengajukan grasi kepada Presiden, memang tahapan-nya seperti itu. Kalau sudah mengajukan grasi kepada Presiden, itu bagian saya," kata Jokowi, Senin (19/11).

Nuril menjadi sorotan publik setelah MA menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta di tingkat kasasi karena merekam pembicaraan mantan kepala sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim.

Muslim memecat Nuril dan melaporkannya ke Polres Mataram atas dugaan melanggar Pasal 27 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Di tingkat Pengadilan Negeri, Nuril diputus tidak bersalah, karena tidak terbukti mendistribusikan mentransmisikan atau membuat dapat rekaman tersebut diakses publik.

Namun Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke MA. Lembaga pengadilan tertinggi ini justru memutuskan bahwa Nuril bersalah. Kini, tim kuasa hukum Nuril masih menunggu salinan putusan kasasi MA untuk mengajukan PK. (cnn)

Editor :