• Kamis, 25 April 2024

Pemprov Lampung Minta Kabupaten/Kota Bentuk TPKAD

Jumat, 30 November 2018 - 09.20 WIB
36

Kupastuntas.co, Bandarlampung – Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung diminta untuk membentuk Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD). Sebab hingga kini, selain Pemprov Lampung, baru empat yang membentuk Tim TPAKD yakni Bandar Lampung, Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Way Kanan. Sisanya diharapkan segera terbentuk di 2019.

Hal itu disampaikan Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Hamartoni Ahadis, saat membuka Rapat Pleno TPAKD Provinsi Lampung di Ballroom Sheraton Hotel, Kamis (29/11/2018). Menurut Hamartoni, kehadiran TPAKD penting dalam mempercepat akses keuangan di daerah sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dia mengatakan, melalui program kerja seperti Gerbang Desa Saburai, peningkatan akses permodalan untuk pelaku UMKM, dan pemberdayaan BUMDes, TPAKD memberikan dampak terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat desa.

“Di 2019, kita mengusulkan beberapa poin kegiatan. Di antaranya mendorong penambahan agen Laku Pandai Bank Lampung di desa. Minimal satu unit di setiap kecamatan se-Lampung," kata Hamartoni.

Pemprov juga mendorong pembentukan lembaga keuangan mikro gabungan kelompok tani (gapoktan) sebagai pelaksana billing system penebusan pupuk bersubsidi. Kemudian, peningkatan jumlah masyarakat pemanfaatan pembiayaan Ultra Mikro (Umi) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hal ini untuk menyiapkan ketersediaan sarana produksi pertanian, perikanan, perkebunan, dan pencapaian target indeks keuangan inklusif 75 persen serta menggiatkan aktivitas literasi keuangan.

Di sisi lain, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Lampung, Indra Krisna, mengatakan berdasarkan data 2016, literasi keuangan di tingkat nasional hanya 29,7 persen dan inklusinya mencapai 67,8 persen. Sedangkan literasi Lampung 26,9 persen dan inklusi keuangan mencapai 69,8 persen. Ke depan, OJK menargetkan indeks literasi keuangan naik minimal menjadi 35 persen Sedangkan indeks inklusi naik minimal menjadi 75 persen.

“Masyarakat banyak yang memiliki produk keuangan. Tetapi tidak sepenuhnya mengerti mengenai produk tersebut. Sehingga, indeks literasi lebih rendah dari indeks inklusi. Tentunya diperlukan upaya dan strategi guna mencapai hal tersebut, dan kami yakin target tersebut tercapai,” ujar Indra Krisna. (Erik)

Editor :