• Sabtu, 27 April 2024

Kapal di Bawah 5.000 GT Dilarang Beroperasi di Selat Sunda

Jumat, 07 Desember 2018 - 09.04 WIB
696

Kupastuntas.co, Bandarlampung – Mulai tanggal 24 Desember 2018 mendatang, kapal ferry berbobot di bawah 5.000 GT dilarang beroperasi di lintasan Selat Sunda (Pelabuhan Bakauheni–Merak).

Larangan itu mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor: 88 Tahun 2014 tentang Pembatasan Ukuran Kapal yang Beroperasi di Lintas Penyeberangan Selat Sunda.

Dimana dalam Permenhub tersebut disebutkan kapal yang beroperasi di Lintasan Pelabuhan Bakauheni–Merak harus memiliki panjang sekitar 15 mil dan berbobot 5.000 GT keatas. Dengan demikian dipastikan jumlah kapal ferry yang melayani penyeberangan Pelabuhan Bakauheni bakal berkurang.

Ketua Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gasdap) Cabang Bakauheni, Warsa mengatakan, dengan diberlakukan peraturan ini maka akan ada 13-14 kapal ferry yang tidak bisa beroperasi lagi. Pasalnya, kapal-kapal tersebut memiliki bobot di bawah 5.000 GT.

“Saat ini ada sekitar 71 kapal ferry yang melayani penyeberangan Bakauheni–Merak. Sekitar 13-14 di antaranya masih di bawah 5.000 GT. Dan ini kemungkinan akan tereleminiasi,” jelasnya, Kamis (6/12/2018).

Ia melanjutkan, DPP Gapasdap telah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan membahas adanya beberapa kapal yang saat ini sedang dilakukan upgrading (peningkatan) untuk memenuhi bobot 5.000 GT.

“Tetapi pihak Kementerian Perhubungan melalui Dirjen Hubdat meminta aturan ini dilaksanakan dahulu. Karena sudah diberi waktu 4 tahun untuk melakukan upgrading. Tetapi nanti akan dievaluasi, khususnya terkait dengan kapal-kapal yang saat ini sedang dalam proses upgrading ini,” ungkapnya.

Warsa menambahkan, pengurangan kapal ferry dikhawatirkan akan berdampak pada angkutan penyeberangan untuk natal dan tahun baru. Karena, saat itu akan diperkirakan akan ada peningkatan jumlah arus penyeberangan hingga mencapai 10-20 persen. Sehingga, membutuhkan armada kapal yang relatif lebih banyak.

Sementara itu, pengusaha kapal penyeberangan yang tergabung dalam Indonesian National Ferryowners Association (INFA) menyatakan, siap memperbarui armada lintasan Merak-Bakauheni dengan kapal berukuran di atas 5.000 gross ton (GT).

Ketua Umum DPP INFA, Edi Oetomo mengatakan, anggota INFA mengoperasikan 16 kapal ferry di lintasan itu. Hingga akhir 2018, 14 di antaranya siap diganti dengan kapal baru di atas 5.000 GT.

Diakuinya, di lintasan Merak-Bakauheni merupakan penyeberangan terpadat di Indonesia, dan ada dua anggota INFA beroperasi yakni PT Munic Line dan PT Jembatan Nusantara.

"Kapal baru mulai berdatangan. Yang sudah datang sekitar 4-5 dari 14 unit. Ada yang gross tonnya sekitar 8.000 GT," ujarnya, baru-baru ini. INFA mencatat konsumsi bahan bakar kapal baru di atas 5.000 GT ternyata lebih hemat. Edi memberi contoh kapal milik Munic Line berbobot 8.000 GT kini hanya membutuhkan BBM 3,5-4 ton per hari.

Padahal, kapal lama milik perusahaan itu dengan bobot sekitar 4.000 GT mengonsumsi hingga 7,5-8 ton BBM per hari. Dengan konsumsi yang lebih hemat, maka jatah BBM subsidi dari pemerintah untuk kapal-kapal penyeberangan bisa berkurang.

Dikatakan, nantinya para pemilik kapal ferry berbobot di bawah 5.000 GT anggota INFA akan mengalihkan sebagian kapal lamanya ke lintas lain. INFA berharap pengusaha-pengusaha kapal ferry yang lain dapat meniru langkah ini.

Pasalnya, jumlah kapal yang dioperasikan anggota INFA di lintasan Merak-Bakauheni hanya 22% dari total armada ferry di lintasan itu yang sebanyak 70 unit. (Trb/Bns)

Editor :