• Jumat, 26 April 2024

Muhammad Kadafi, Rektor Muda Peduli Anak Yatim

Senin, 10 Desember 2018 - 17.18 WIB
467

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Selalu berpenampilan bersih rapi menjadi salah satu ciri khasnya. Di usianya yang relatif muda, pada usia 25 tahun ia sudah menyandang gelar Magister Hukum. Pada usia 32 tahun, ia menyandang tugas yang tak biasa bagi orang muda seusianya, yaitu Rektor Universitas Malahayati.

Kehidupannya berjalan sukses dan mapan. Namun, bukan berarti rezeki yang didapatnya dihabiskan untuk gaya hidup suka-suka. Justru ia selalu berbagi dengan orang yang ekonominya kurang mampu. Terutama kepada anak-anak yatim. Dialah Dr Muhammad Kadafi SH.

Tak tanggung-tanggung, ada sekitar 8 ribu anak yatim yang diasuhnya dan diberikan santunan rutin setiap bulan, tersebar di 8 provinsi. Kecintaan dan kepeduliannya terhadap anak yatim bukan tanpa alasan. Ia memang sudah dididik oleh sang ayah, yakni Rusli Bintang yang mengajarkannya untuk peduli terhadap penderitaan anak yatim.

Rasa cinta kasihnya kepada anak yatim menjadi alasan Kupas Tuntas memberikan penghargaan kepada rektor muda ini sebagai Akademisi, Nominasi: Peduli Anak Yatim pada ajang Kupas Tuntas Awards 2018 yang telah diselenggarakan pada 3 Desember 2018 bertepatan dengan HUT ke-12 Kupas Tuntas, di Hotel Emersia, Bandar Lampung. Kepeduliannya yang begitu besar terhadap hidup anak-anak yatim patut diapresiasi agar dapat terus menginspirasi dan memotivasi masyarakat luas.

Rulsi Bintang, Ayah Inspiratif

Dahulu, Rusli Bintang sudah terlebih dahulu merasakan perihnya menjalani hidup sebagai seorang yatim. Harus membanting tulang dari kuli bangunan hingga buruh pecah batu untuk bisa menghidupi 6 adik dan juga ibunya. Kadafi pun tak sungkan menceritakan pengalaman sang ayah yang kemudian menginspirasinya hingga saat ini.

Saat itu, Rusli Bintang yang hanya lulusan SMA harus berjuang menghidupi keluarganya. Karena minimnya kondisi keuangan keluarga Rusli Bintang, ia sampai tidak bisa membayar uang untuk ujian negara adiknya bernama Darmawan. Rusli muda berupaya sebisa mungkin, namun tak kunjung didapat.

Merasa tertekan lantaran terancam gagal ikut ujian, adik Rusli masuk rumah sakit, dan keesokan harinya meninggal dunia. Peristiwa ini menjadi pukulan yang begitu keras bagi Rusli. Ia merasa bersalah lantaran merasa gagal jadi tulang punggung keluarga. Namun, peristiwa itu menjadi titik balik dalam hidup Rusli. Ia berjanji, kelak akan berupaya sebisa mungkin membantu setiap anak yatim, seperti yang dia alami.

“Tahun 1972 adik beliau meninggal dunia lantaran stres tak dapat melanjutkan ujian negara. Namun di situlah beliau berikthiar suatu saat jika Allah memberikan rezeki jangan sampai anak yatim merasakan susahnya seperti beliau,” kata Kadafi.

Setelah peristiwa menyedihkan itu, perlahan tapi pasti ayah Kadafi mulai terbuka pintu rezekinya. Mulai dari tukang pecah batu gunung, membuka perusahaan kontraktor hingga membuka empat kampus di empat provinsi, yaitu Universitas Abulyatama Aceh, Universitas Batam Kepulauan Riau, Universitas Malahayati Lampung, dan Institut Kesehatan Indonesia di Jakarta.

Meski putra pendiri kampus, Kadafi tak serta merta mendapatkan posisi Rektor. Sebelum menempati posisi itu, ia pernah menjadi pengurus kantin, Kepala Asrama, Ketua Yayasan, dan mengajar Hukum Ekonomi. Menurut Khadafi, ia duduk sebagai rektor bukan lantaran ditunjuk oleh ayahnya, namun merupakan keputusan senat universitas.

“Begitulah ayah mendidik saya. Saya sebagai generasi pertama dari orangtua saya, sudah sepatutnya mencontoh. Itulah mengapa kepedulian saya terhadap orang kurang mampu seperti nggak aneh lagi. Karena sudah keseharian saya seperti itu,” ungkap mantan pembalap ini.

Kadafi: Aku Dididik untuk Peduli Anak Yatim

Saat ini kepedulian Kadafi terhadap anak yatim terlihat dari sistem universitas yang dipimpinnya. Di dalam statuta universitas, setiap karyawan wajib menjadi orang tua asuh minimal seorang anak yatim. Pada bulan puasa, Kadafi sekeluarga berkeliling mengunjungi setiap rumah anak yatim satu per satu. Dalam sehari bisa mencapai 100 sampai 120 rumah dimulai pukul 09:00 hingga pukul 03:00 pagi. Menurutnya, anak yatim itu bukan hanya butuh materi saja, mereka juga butuh spirit motivasi. Dengan berkunjung ke rumah-rumah anak yatim, Kadafi bisa langsung mendengarkan keluh kesah dari anak yatim dan orangtuanya.

“Saat berkunjung kita memotivasi, juga melihat potensi pemberdayaan ekonomi keluarga. Yang terpenting di sini kita melakukan pembinaan bukan penyantunan,” lanjutnya.

Anak yatim dibina sedari kecil hingga lulus SMA untuk mereka yang bersungguh-sungguh kuliah akan diberikan beasiswa full berupa gratis tempat tinggal, dan gratis SPP sampai lulus. Ada juga anak yatim setelah lulus SMA ingin langsung kerja di tempat Kadafi.

Untuk mendorong agar nilai keagamaan dan jiwa religius mereka baik, para anak yatim diberikan uang pembinaan bagi yang hafiz Quran. Mereka yang hafal 5 juz diberikan Rp5 juta. Yang hafal 15 juz Rp15 juta. Sampai yang halaf 30 juz kita berikan uang peminaan Rp30 juta. Tak hanya itu, perhatian Kadafi juga kepada ibu dari anak-anak yatim itu, yaitu dengan diajak bekerja di kampus maupun rumah sakit di bawah binaannya. Jika keahliannya menjahit, akan dibelikan mesin jahit. Bagi yang punya usaha dagang kecil-kecilan dibatu permodalan. Ada juga mereka yang beternak diberikan hewan ternak untuk dipelihara. Jika ditemukan kondisi rumah yang sudah tidak layak huni, mereka akan mendapat bantuan bedah rumah.

“Untuk anak-anak yatim berprestasi kami berikan penghargaan berupa umrah, terlebih mereka yang hafal Al-Qur'an kita berikan bantuan dana sekaligus di umrahkan bersama-sama dengan ibunya. Alhamdulillah kita telah membina 8.000 anak yatim di 8 provinsi," katanya.

Kepedulian kepada anak yatim tak hanya berhenti di lingkungan Malahayati. Kadafi yang juga aktif di berbagai organisasi selalu berupaya menyebarkan virus kebaikan itu. Sehingga rekan-rekannya juga tergerak hati untuk meningkatkan kepedulian sosial. Seperti di Hipmi dan Kadin. Menurut Kadafi, organisasi tidak hanya bicara bisnis, tapi juga bicara sosial. “Itu semua saya landasi dengan ketulusan dan keikhlasan. Hidup itu kita nggak pernah tahu usia sampai kapan. Oleh karena itu jika punya kesempatan melakukan kebaikan jangan ditunda-tunda. Belum tentu kita hidup sampai hari esok,” kata dia.

Berkat kerja kerasnya dalam membina anak yatim, kini Kadafi sudah melihat hasilnya. Banyak anak yatim binaannya yang sudah sukses. Ada yang jadi ASN, karyawan BUMN, ada juga yang bekerja di perusahaan-perusahaan swasta ternama.

“Alhamdulilah, dari situlah saya melihat keberkahan yang Allah berikan kepada orangtua saya. Jadi jangan pernah hitung-hitungan. Allah itu senang dengan orang-orang yang nggak pernah hitung-hitungan. Yang penting ikhlas, Inyalallah akan allah mudahkan. Kalau bisa melakukan 100 atau 1000 kebaikan, kenapa kita harus melakukan hanya sedikit?,” tandasnya.

Siapkan SDM Menjelang Tahun Bonus Demografi

Sebagai Rektor Universitas Malahayati, M Kadafi juga seorang yang sangat peduli dengan peningkatan mutu pendidikan. Di Kampus Malahayati, Kadafi selalu menekankan pengembangan ilmu pengentahuan dan teknologi yang berbasis etika dan religius.

Kini, kampus dengan suasana yang asri itu sudah membuka beberapa Fakultas, yaitu Kedokteran, Teknik, Ekonomi, Kesehatan Masyarakat, Alanis Farmasi dan Makanan, dan Fakultas Hukum. Di Provinsi Lampung, kata Kadafi, Malahayati mendapat akreditasi tertinggi PTS di Kopertis wilayah II Sumbagsel.

Ia selalu mendorong para mahasiswa agar tak hanya cerdas secara ilmu pengetahuan tetapi punya sisi-sisi religius. Sebab menurutnya, seseorang dapat dikatakan berilmu bukan karena dia pintar, tetapi bagaimana dia mengimplementasikan ilmu, kompetensi, dan bakat yang dianugerahkan Allah SWT. “Jika ilmu hanya milik dirinya dan tidak diaplikasikan dalam kehidupan nyata ilmu itu tidak ada maknanya. Makanya saya selalu sampaikan orang pintar saat ini sudah banyak. Orang lulus dengan IPK tinggi di atas 3 koma itu banyak sekali. Lalu apa yang membedakan? bagaimana dia mengembangkan anugerah yang diberikan Allah kepadanya,” kata Kadafi.

Ia mengatakan, pada tahun 2024 mendatang Indonesia akan memasuki bonus demografi, masa keemasan bangsa. Pada saat itu terjadi, diperkirakan penduduk usia produktif (15 hingga 64 tahun) akan membeludak, mencapai 70 persen. Untuk itu, mulai saat ini harus dipersiapkan penguatan modal manusia, dalam hal ini pendidikan dan keahlian SDM.

Untuk menghadapi bonus demografi itu, mahasiswa juga harus mengubah mindset dari karyawan menjadi juragan. Selama ini, mindset mahasiswa kebanyakan adalah kuliah untuk jadi karyawan. Padahal di saat bonus demografi terjadi, para juragan itulah yang mempunyai kesempatan yang luar biasa untuk maju.

“Tidak mungkin semua lulusan akan menjadi karyawan atau ANS. Otomatis dibutuhkan para entrepreneur baru dalam melihat peluang saat bonus demografi. Tentunya dengan mengembangkan usaha terbaru sesuai perkembangan zaman,” kata kadafi.

Peluang usaha saat ini terus berkembang seiring kemajuan teknologi. Para lulusan harus melihat peluang-peluang tersebut. Peluang ekonomi kreatif saat ini sangat terbuka. Di Lampung misalnya,  Kadafi menyebutkan, Lampung punya potensi ekonomi kreatif di sektor 3 F (Food, Fun, dan Fashion).

“Lihat mana potensi ekonomi kreatif yang bisa dikembangkan. Seperti pariwisata, kita siapkan agar para lulusan punya skill agar bisa membuat usaha di bidang itu. Sekarang pintar saja tidak cukup, tetapi pengembangan bakat dan memanfaatkan potensi yang ada,” tandasnya.

Maka dari itu, Kadafi mempersiapkan para lulusan yang siap bersaing. Berbagai upaya dilakukan di jajaran Universitas Malahyati, seperti evaluasi secara terus menerus, studi banding, pertukaran mahasiswa, dosen, dan juga melihat peluang-peluang baru.

Ia juga mendorong para mahasiswa agar membuat perencanaan dalam menjalani hidup ke depan. Saat ini, hidup harus sistematis dan punya target capain hingga 10-20 tahun ke depan. Sebab persaingan akan semakin ketat.

“Kalau kita hanya mempersiapkan hidup untuk 3 sampai 5 tahun ke depan, belum sampai di situ kita sudah tertinggal. Sekarang tidak bisa lagi coba-coba, harus semua harus terukur. Banyak orang gagal karena masalah sepele di masa lalu. Ini selalu saya tekankan kepada para mahasiswa,” tandasnya. ***

Editor :