• Jumat, 26 April 2024

Hasriadi, Sosok di Balik Pencapaian Unila Jadi Universitas Terbaik Ke-5 di Luar Pulau Jawa

Selasa, 11 Desember 2018 - 16.01 WIB
2.1k

Pembangunan Infrastruktur dan Peningkatan Mutu Unila

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Universitas Lampung (Unila) memiliki satu mega proyek yang sempat terhenti bertahun-tahun, yaitu Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Unila. Pembangunan konstruksi RSP Unila dimulai pada tahun 2010 namun di tahun 2011 proyek ini terhenti karena negara tak punya dana pembangunan lanjutan. Baru di tahun 2018, di bawah kepemimpinan Rektor Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. pembangunan RSP Unila kembali dilanjutkan.

Bagi Hasriadi, RSP Unila memang sangat penting. Selain untuk mendukung untuk pelayanan kesehatan masyarakat dan Fakultas Kedokteran Unila, RSP merupakan front office Unila, bagian terdepan lingkungan kampus. Maka tidak heran, melanjutkan pembangunan RSP ini menjadi salah satu misi yang disampaikan Hasriadi saat mencalonkan diri sebagai rektor di tahun 2015 lalu.

“Awal jadi rektor saya bertekad bagaimana caranya rumah sakit ini bisa terwujud, RSP itu front office-nya unila. Selama RSP itu tidak jadi, orang luar tidak akan pernah melihat Unila dari depan. Karena yang kelihatan hanya hutan. Oleh sebab itu saya berusaha untuk mencarikan dana,” kata Hasriadi.

Biaya yang dibutuhkan untuk merampungkan RSP ini memang tidak sedikit. Menurut Hasriadi, untuk infrastruktur saja membutuhkan dana sekitar Rp650 miliar hingga Rp700 miliar. Jika ditambah pemenuhan fasilitas kesehatan, totalnya bisa mencapai Rp1 triliun. Untuk itu, dibutuhkan pendanaan yang cukup besar. Tak mungkin mengharapkan dana SPP mahasiswa. Bagi Hasriadi, dana SPP tak akan cukup.

“Kita memang sejak awal nggak mengharapkan SPP mahasiswa. SPP mahasiswa hanya bisa disisihkan Rp25 miliar, mau jadi Rp700 miliar berapa puluh tahun bisa terkumpul? Mungkin sudah pada pensiun semua belum selesai tuh rumah sakitnya,” ujar Rektor seloroh.

Maka Hasriadi berjuang mencari pendanaan di beberapa sumber. Di antaranya dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk sumber pendanaan luar negeri. Hasil pertemuan terakhir dengan Bappenas, Hasriadi sudah bertemu dengan pihak Asian Development Bank (ADB). Dipastikan akan ada dana pinjaman kisaran Rp550 miliar yang siap dikucurkan.

Namun penyaluran pinjaman itu akan diberikan secara bertahap, tidak bisa langsung turun secara keseluruhan. Sementara pembangunan harus terus berjalan. Oleh sebab itu, Unila kembali mencoba mencari sumber dana dari beberapa pihak lain, agar tidak full dari satu pendanaan saja.

Ia menemui Wali Kota Bandar Lampung Herman HN, dan hasilnya Herman HN menyatakan siap mengucurkan dana Rp30 miliar untuk membantu membangun RSP. Dana dari Pemkot Bandar Lampung dialokasikan untuk membangun dua gedung pertama yang saat ini sudah memasuki tahap finishing. Di tahun 2019 mendatang akan kembali dibangun satu gedung lagi.

“Kita berharap menjelang akhir tahun 2019 sudah berdiri rumah sakit tipe C, kita juga berusaha untuk membangun pusat riset di situ. Jika terwujud saya bisa memastikan itu pusat riset terbesar di luar Pulau Jawa. Itu nanti akan men-support Fakultas Kedokteran Unila,” kata dia.

Usaha dan kerja kerasnya untuk mewujudkan Pembangunan Infrastruktur dan Peningkatan Mutu Unila menjadi satu penilaian sehingga Kupas Tuntas menilai ia layak mendapatkan penghargaan pada malam Kupas Tuntas Awards yang telah dilaksanakan bertepatan dengan HUT ke-12 Kupas Tuntas pada 3 Desember 2018, di Hotel Emersia Bandar Lampung. Hasriadi dianugrahkan penghargaan sebagai  Akademisi, Nominasi Universitas Terbaik Ke-5 di Luar Pulau Jawa.

Tak hanya RSP Unila, semenjak menjabat jadi Rektor, begitu banyak pembangunan fisik yang sudah diresmikan oleh Hasriadi. Seperti Gedung Student Center dan Masjid At-Tarbiyah, Gedung Perkuliahan E Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Gedung Teaching Factory meliputi gedung Business Learning Centre (BLC) dan Entrepreneur Development Center (EDC), ruang Satuan Pengendali Internal (SPI), lahan parkir (shuttle bus) dan berbagai fasilitas di kampus hijau tersebut.

Hasriadi mengakui, Unila memang punya permasalahan besar terkait infrastruktur. Sebab gedung-gedung di Unila kebanyakan adalah gedung tua yang sudah perlu direnovasi. Belum lagi jumlah mahasiswa Unila yang saat ini sudah over kapasitas.

Sebab kampus Unila dengan luas sekitar 40 hektar ini awalnya didesain hanya untuk menampung 15 ribu mahasiswa. Sementara saat ini jumlah mahasiswa Unila sudah lebih dari 35 ribu orang. Oleh sebab itu, Hasriadi kembali mencoba mendekati Kementerian PUPR untuk mendapatkan beberapa sumber pembangunan.

Perjuangan untuk ini, kata Hasriadi guna mendukung visi Unila menjadi 10 besar perguruan tinggi di Indonesia pada 2025. Tidak sekedar mengandalkan proses akademik saja tetapi berusaha menciptakan inovasi-inovasi baru, seperti melengkapi sarpras dan gedung. Berbagai pendanaan kini sudah masuk dan hasilnya dapat dilihat pembangunan di sana-sini terus berjalan.

“Salah satu yang sudah berjalan yaitu pembangunan Rusunawa untuk mahasiswa. Di tahun 2018 sudah dibangun satu gedung. Di tahun depan akan dibangun dua lagi. Tidak kurang dari 10 gedung kita sudah bangun. Ada yang renovasi, ada yang baru, ada juga melanjutkan pembangunan sebelumnya,” jelas dia.

Selanjutnya di tahun 2019, Unila akan melanjutkan pembangunan secara besar-besaran. Yaitu membangun 4 embung senilai Rp37 miliar. Kemudian akan dibangun pusat pengelolaan sampah. Tujuannya, agar Unila benar-benar menjadi kampus hijau.

 Kampus II Pada 2020

Tak berhenti sampai di situ, Rektor Unila Hasriadi bertekad akan mewujudkan pembangunan kampus II agar bisa membagi jumlah mahasiswa. Diketahui Unila sudah mendapatkan hibah lahan seluas 150 Ha di kawasan Kota Baru, Lampung Selatan dari Gubernur Lampung M Ridho Ficardo. Bagi Hasriadi aset lahan yang diterima sangat luar biasa karena luasnya lebih dua kali lipat dibanding lahan Unila saat ini.

Hasriadi sudah membagi peruntukannya. Kampus II akan diisi dengan Fakultas Eksakta, seperti Teknik, Pertanian, MIPA dan sebagainya akan dipindah ke Kota baru. Sementara yang tetap di kampus utama yakni Fakultas Kedokteran dan Ilmu Sosial.

“Saya tinggal menunggu proses sertifikat. Nanti kan separo kita pindah kesana. Saya mengucapkan terima kasih kepada Gubernur atas pemberian lahan itu,” kata Ketua Dewan Riset Provinsi Lampung ini.

Perjuangan selanjutnya, kata Hasriadi yaitu kembali mencari pendanaan di pusat. Sebab ia menargetkan di tahun 2020 pembangunan fisik di Kampus II Kota Baru harus sudah dimulai. Sementara di tahun 2019 lahan sudah dibenahi untuk persiapan. Langkah besar lainnya yang sudah masuk perencanaan Hasriadi yaitu untuk membangun kawasan tekno park Unila di daerah Sulusuban Lampung Tengah. Sebab di daerah tersebut Unila juga memiliki lahan yang cukup luas. Sekitar 300 ha.

“Di Sulusuban kita akan membuat pusat riset pertanian, kita buka kerjasama dengan beberapa pihak. Pusat untuk holtikultura kan sejauh ini belum ada, kita ingin menjadi yang pertama,” tegasnya.

Meningkatkan SDM dan Kualitas Akademik

Unila mempunyai visi menjadi 10 besar perguruan tinggi di Indonesia pada 2025. Melihat perkembangan saat ini, visi itu semakin mendekati kenyataan. Sebab saat ini prestasi Unila di tingkat nasional sudah luar biasa. Di luar Pulau Jawa Unila sudah berada di jajaran 5 besar. Bersaing dengan Universitas Hasanuddin, Universitas Udaya, Universitas Andalas, dan Universitas Sumatera Utara.

“Di Sumatera kita nomor 3 terbaik, di luar Pulau Jawa kita nomor 5. Bayangkan sekelas Unsri itu levelnya urutan 32, jauh di bawah kita. Itu kan satu echievement yang tidak mudah,” kata Hasriadi.

Guna meningkatkan kualitas akademik di Unila, Hasriadi melakukan berbagai pembenahan, di antaranya mengangkat dosen kontrak menjadi pegawai tetap Unila. Hal itu untuk memberikan kepastian karir kepada para dosen, dan nantinya bisa dikirim bersekolah untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Ia menjelaskan, di awal kepemimpinannya menahkodai Unila pada 25 September 2015, ada tiga tahap yang dia lakukan. Tahap pertama Hasriadi membenahi mindsed. Menurutnya sebelum ia memimpin tenaga kependidikan lama terlupakan. Maka di tahun 2016 ia menargetkan seluruh pelayanan kampus harus berstandar International Organization for Standardization (ISO). Kualitas sumber daya manusia (SDM) juga harus bermutu global. Mutu global itu tidak bisa menurut ukuran sendiri melainkan standar internasional. Karena itu ISO mutlak diperlukan.

Unila juga harus menjadi kampus berbasis riset. Menurut Hasriadi, kampus riset menjadi kunci perguruan tinggi di Indonesia dalam menghadapi tantangan ke depan. Ia mengatakan, sebagai kampus riset maka seluruh kegiatan kampus harus berbasis kepada riset. Kegiatan belajar mengajar juga harus berbasis riset. Begitu juga pengabdian kepada masyarakatnya. Riset Unila, harus bermutu global.

“Dengan perbaikan di sana-sini, akhir 2016 kita sudah akreditasi A. Bayangkan kita 2015 awal kita masih C, tahun berikutnya kita langsung A,” bebernya.

Kemudian dalam klasifikasi universitas riset, Unila kini termasuk salah satu universitas klasifikasi mandiri. Di luar Jawa itu hanya Unila, Andalas dan Unhas yang mendapatkan predikat itu. Bagi dia, itu sudah menunjukkan bahwa Unila berada di jajaran elit perguruan tinggi di Indonesia.

Kemudian tahap kedua, baru Hasriadi mulai melakukan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur Unila baru bisa dimulai di tahun 2017 karena tahun 2016 anggaran sudah ditetapkan peruntukannya. Sehingga Hasriadi tidak bisa melakukan pembangunan infrastruktur saat itu. Setelah masuk tahun 2017, baru Unila mulai membangun berbagai gedung. Bahkan tahun 2018 dilakukan secara besar-besaran.

Setelah infrastruktur tercapai, sambung dia, maka 2019 Unila akan fokus membenahi SDM. Sejumlah dosen mulai dikirim untuk melanjutkan studi. Terutama dari Fakultas Kedokteran dikirim untuk mendapatkan spesialis. Dengan demikian, mereka nantinya akan siap menjalankan RSP Unila disaat sudah beroperasi.

“Salah satu menurut saya yang sangat monumental karena yang bakal kita sandingkan menjadi World Class University atau 10 besar itu kaya Tri Dharma, dan di belakang Tri Dharma itu dosen. Makanya sekarang banyak sekali dosen yang sedang bersiap jadi spesialis, S3, dan kita mencari pendanaan. Dengan begitu kualitas dosen akan kita perbaiki, dan selanjutnya kualitas mahasiswa juga mengikuti,” tandasnya. ***

Editor :