• Kamis, 25 April 2024

Jami Al-Anwar, Masjid Tertua di Lampung Bertahan dari Letusan Dahsyat Gunung Krakatau

Rabu, 16 Januari 2019 - 17.36 WIB
181

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Masjid Jami Al-Anwar dikenal sebagai masjid tertua di Provinsi Lampung dan masih bertahan sampai sekarang. Masjid ini menjadi saksi bisu letusan dahsyat Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 1883, meski saat itu sempat rusak dan sudah direnovasi beberapa kali.

Menurut catatan di sejumlah sumber, setidaknya masjid ini sudah ada sejak 1839 atau sudah berfungsi sejak sekitar 180 tahun lalu walaupun semula hanya berupa surau atau langgar kecil.

Masjid ini terletakĀ di Jalan Laksamana Malahayati Nomor 100 Kelurahan Kangkung, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung. Lokasinya sedikit ke pinggir dari pusat bisnis di kawasan Telukbetung, Bandar Lampung, tak jauh dari pusat belanja oleh-oleh kuliner khas Lampung di seberangnya.

Masjid ini juga memiliki banyak peninggalan bersejarah yang masih ada sampai sekarang. Pemerintah Provinsi Lampung melalui Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Lampung bahkan menetapkan masjid ini sebagai masjid tertua dan bersejarah di Bandar Lampung yang tertuang di dalam SK Nomor: Wh/2/SK/147/1997.

Menurut penuturan Sumanta (51), salah satu pengurus Masjid Jami Al-Anwar, sejak enam tahun yang lalu, masjid ini tertua di Provinsi Lampung, bahkan berdiri sebelum Gunung Krakatau meletus, 26-27 Agustus 1883.

"Gunung Krakatau kan meletusnya tahun 1883, masjid ini sudah ada sejak tahun 1839, tetapi menurut informasi saat itu masih berbentuk surau," ujar Sumanta, saat ditemui di Masjid Jami Al-Anwar, belum lama ini, dilansir Antara.

Catatan sejarah, masjid ini dibangun oleh ulama pendatang yang berasal dari Pulau Sulawesi dari Suku Bugis. Saat masih berbentuk surau, masjid ini digunakan oleh para ulama tersebut untuk perkumpulan mengaji, bersama dengan ulama dan masyarakat setempat lainnya.

"Awalnya dibangun oleh para ulama dari Pulau Sulawesi yang kemudian datang ke Lampung, yaitu Daeng Muhammad Ali, K.H. Muhammad Said, dan H. Ismail. Setelahnya, mereka mendirikan surau untuk mengaji bersama ulama dan siapa pun masyarakat yang ingin mengaji bersama," ujarnya. (Antara)

Editor :