• Rabu, 24 April 2024

Zainudin Beli Perusahaan Beras Antoni Imam

Selasa, 19 Februari 2019 - 08.41 WIB
150

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Zainudin Hasan membeli perusahaan beras berlabel CV Sarana Karya Abadi, milik anggota DPRD Provinsi Lampung Antoni Imam. Perusahaan itu dibeli Zainudin dengan cara membayar cicilan kredit macet milik Imam Antoni di Bank BRI senilai Rp4,7 miliar.

Hal itu disampaikan Antoni Imam saat menjadi saksi pada sidang lanjutan perkara suap fee proyek Dinas PU-PR Lampung Selatan dengan terdakwa Bupati Lamsel nonaktif Zainudin Hasan di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Senin (18/2/2019).

Perusahaan ini semula milik keluarga anggota DPRD Provinsi Lampung, Antoni Imam. Namun di tahun 2010, perusahaan ini memiliki kendala keuangan karena mengalami kredit macet di Bank BRI Tanjungkarang senilai Rp4,7 miliar. Lalu keluarga berinisiatif untuk menawarkan perusahaan tersebut kepada Bupati Lamsel non-aktif Zainudin Hasan di tahun 2017 untuk dialihnamakan.

"Itu dulu milik almarhum ayah saya. Di 2017 saya tawarkan ke terdakwa lalu ditindaklanjuti oleh Ahmad Bastian men-survey perusahaan," kata Antony Imam di depan majelis hakim yang diketuai Mien Trisnawaty.

Antony melanjutkan, setelah ada kesepakatan, maka perusahaan kini sudah diatasnamakan Zainudin Hasan. "Sekarang sudah punya dia (Zainudin). Seiring waktu BRI melelang sampai 2017, belum ada yang membeli. Sampai akhirnya dibeli oleh Zainudin Hasan," ucapnya.

Antony menjelaskan, selama ini pembayaran kredit ke Bank BRI masih dilakukan atas dirinya. Namun, uangnya berasal dari Zainudin Hasan.

"Kalau sudah lunas baru akan dialihkan nama kepemilikan perusahaan ke Pak Zainudin Hasan," terangnya.

Sementara Supervisor Administrasi Kredit BRI Tanjungkarang Sunartini yang ikut menjadi saksi mengatakan, bahwa benar ada kredit macet yang dialami CV Sarana Karya Abadi.

Lalu, pihak marketing BRI berniat untuk melelang perusahaan itu. Namun di 2017, pembayaran atas kredit macet itu mulai diangsur. "Tapi sampai sekarang belum lunas. Tiap bulan ada transferan ke BRI atas nama Pak Antony Imam," ungkapnya.

Dalam persidangan juga terungkap, Zainudin Hasan masih memiliki perusahaan lain, di antaranya PT Nadya Tama Raya. Hal itu disampaikan saksi Sudarman saat ditanya Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawati apakah PT Nadya Tama Raya milik Zainudin Hasan.

Lalu Sudarman menjawab jika Zainudin Hasan merupakan ownernya. "Kalau bapak (Zainudin) merupakan ownernya," ujarnya.

Mien pun menggali lebih jauh ke Sudarman terkait pembiayaan perusahaan dan uang perusahaan untuk keperluan pribadi terdakwa. "Uang perusahaan ada untuk membeli mobil dan membiayai keperluan seperti membeli barang-barang Pak Zainudin," ungkapnya.

“Termasuk pembelian mobil, motor dan juga sebidang apartemen,” tanya Mien lagi. "Iya, waktu itu beli mobil jenis Velfire, motor Harley Davidson. Kalau apartemen saya kurang tahu," kata Sudarman.

Aliran uang untuk dibelanjakan oleh Sudarman pun diakui sebagian berasal dari Gatot Suseno. "Ada uang yang saya terima dari Gatot Suseno, dan uangnya untuk DP mobil  Toyota Vellfire seharga Rp 380 juta dan satu unit mobil Mitshubisi Xpander, sudah lunas semua yang mulia," lanjutnya.

Mien menanyakan lagi dan minta Sudarman mengingat benar atau tidak pernah membayar sebuah apartemen di Jakarta. "Oh ya saya lupa yang mulia, benar pernah membeli apartemen kalau tidak salah tahun 2017," tandas Sudarman.

Dalam sidang kali ini, rencananya dihadirkan 12 orang saksi. Namun 1 orang absen tanpa keterangan. Para saksi yang hadir adalah Sudarman dari PT Nadya Tama Raya, Sarjono Marketing PT Nadya Tama Raya, Muhammad Yusuf karyawan PT Krakatau Indonesia, Asnawi General Manager PT Krakatau Indonesia.

Selanjutnya, Ahmad Bastian Direktur CV Ras Berjaya, Pipindria (seorang arsitek), Bobby Zulhaidir Direktur PT Krakatau Karya Indonesia, Rusman Effendi Direktur CV Berkah Abadi, Imam Sudrajat (kontraktor), Sunartini Supervisor Administrasi Kredit Bank BRI Tanjungkarang, dan Antony Imam Anggota DPRD Provinsi Lampung.

Sementara itu, Jaksa Penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto menjelaskan, ada dugaan aliran dana fee proyek yang disimpan kedalam rekening khusus atas nama Gatot Soeseno.

Rekening milik Gatot Soeseno tersebut dikendalikan oleh saksi Sudarman, juru tagih Zainudin Hasan. Kemudian dana dari luar (fee proyek) yang ditagih oleh Sudarman dimasukkan ke dalam rekening miliknya, lalu uang tersebut ditransfer ke rekening atas nama Gatot Soeseno.

"Diputar dulu uangnya jadi seolah-olah uangnya dari hasil usaha, artinya kita membuktikan bahwa uang yang diberikan aset itu memang ada kaitan dengan sumber tindak pidana," kata Wawan.

Wawan melanjutkan, uang yang disimpan ke dalam ATM tersebut setiap bulan mencapai Rp100 juta, masuk ke rekening Sudarman lalu oleh Sudarman dibelikan aset seperti yang terungkap di persidangan.

"Banyak cara yang dilakukan terdakwa untuk menyembunyikan harta yang merupakan bagian dari tindak pidana," ucapnya.

Wawan juga mengungkapkan belum mengetahui rinci berapa uang yang telah dikembalikan para saksi dalam perkara ini. Teranyar, Sekretaris Daerah Lamsel Fredy SM sebelumnya mengakui menerima uang Rp 50 juta dan telah mengembalikan ke KPK. Lalu Plt Bupati Lamsel Nanang Ermanto mengaku telah mengembalikan uang yang diterimanya Rp 480 juta dari Rp 960 juta sesuai fakta persidangan.

"Saya belum update informasi soal itu. Tapi yang pasti KPK masih menunggu itikad baik dari mereka," pungkasnya. (Ricardo)

Editor :