• Minggu, 19 Mei 2024

Kopi Impor Masuk Provinsi Lampung, Dewan Kopi Curiga Ada Mafia Bermain

Kamis, 25 Juli 2019 - 07.27 WIB
359

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dewan Kopi Lampung mencurigai ada mafia yang ikut bermain, dengan adanya impor kopi yang masuk di Provinsi Lampung. Untuk itu, Dewan Kopi Lampung akan menelusuri siapa saja perusahaan yang sudah impor kopi dan pihak yang memberikan izin.

Ketua Dewan Kopi Lampung, Mukhlis Basri mengatakan harga kopi yang rendah di tingkat petani tidak menutup kemungkinan berkaitan dengan adanya aktivitas mafia kopi.

Muhklis menduga, mafia kopi sengaja mengimpor kopi dari Vietnam, untuk dicampur dengan kopi Lampung, lalu diekspor kembali. Dengan begitu, lanjut dia, mafia kopi bisa mendapatkan selisih harga dari pembelian kopi Lampung asli dari petani.

"Kami sudah komunikasi dengan pak gubernur, ini tidak bisa dibiarkan. jangan melulu mengambil keuntungan dengan mengorbankan petani kopi kita. Impor kopi harus disetop, karena ini yang membuat harga kopi jadi turun," kata Mukhlis saat dihubungi pada Rabu (24/07/2019) malam.

Menurut anggota DPR RI terpilih asal Lampung ini, Provinsi Lampung adalah daerah penghasil kopi terbesar secara nasional. Sehingga patut dicurigai, jika kemudian masih ada impor.

“Ini bisa saja ada mafia yang bermain. Mafia bermain karena kualitas kopi Lampung yang bagus dibanding kopi Vietnam. Sehingga saat dijual lagi seolah-olah kopi itu dari Lampung semua. Padahal, sudah dicampur dengan kopi impor,” terangnya.

Masih kata Mukhlis, logikanya jika permintaan kopi dari perusahaan tinggi dan petani tidak sanggup memenuhi, maka harga kopi menjadi tinggi. Namun, sebaliknya kini harga kopi terpuruk di kisaran Rp17 ribu per kilogram.

"Apakah karena kualitas bagus, ada impor kopi masuk lebih murah, kemudian untuk dioplos atau campur lalu ekspor lagi. Kami akan menelusuri ini,” tegasnya.

Untun itu, lanjut Mukhlis, pihaknya ingin menelusuri sendiri siapa perusahaan yang mengimpor kopi dan siapa yang memberikan izin.

"Kalau ada izin dari kementerian, tentu di sininya (Lampung) ada yang memberikan rekomendasi, izin dari pusat tidak mungkin turun kalau tidak ada rekomendasi. Lalu perusahaan yang mengimpor kopi ini siapa saja, saya akan menanyakan langsung ke pihak Pelindo, kita akan telusuri ini," kata mantan bupati Lampung Barat ini.

Pernyataan hampir sama dikatakan Kabid Perdagangan Luar Negeri pada Dinas Perdagangan Provinsi Lampung, Yusli Revonadi, bahwa ada dua faktor terjadi impor kopi selain harga di luar negeri lebih murah.

Yakni, barang yang diekspor dari Lampung tidak memenuhi syarat di negara tujuan ekspor, sehingga produk itu dikembalikan ke Lampung. Dan dalam keadaan terdesak, yakni ketika produksi kopi di Lampung mengalami gagal panen karena cuaca.

“Seperti pada tahun 2018 lalu hanya ada ekspor sebesar 135.768 ton, sedangkan terdapat kontrak ekspor yang harus dipenuhi ke negara tujuan. Maka mau tidak mau dia harus menambahnya dengan mengimpor kopi dari negara lain. Jadi impor bukan tujuan utama, tapi hanya untuk menutupi kontrak dengan negara tujuan ekspor," jelas Yusli.

Meski begitu, pihaknya bersama Dewan Kopi dan AEKI akan menelusuri perusahaan mana saja yang melakukan impor dan apa alasannya.

"Kami sudah tidak ada lagi perangkat untuk mengetahui soal impor kopi. Bea Cukai yang lebih tahu. Dulu kalau perusahaan mau impor, kita harus mengeluarkan izin angka pengenal impor. Tapi sejak ada OSS (Online Single Submission), kita tidak miliki kewenangan lagi. Kalau dulu mereka wajib lapor ke kita, sekarang sudah terpusat," paparnya.

Kegiatan Impor Kopi di Lampung Sudah Lama Terjadi

Di tempat terpisah, Ketua Kompartemen Renlitgbang Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung, Muchtar Lutfie menjelaskan kegiatan impor kopi di Lampung sudah lama terjadi, dan itu diterapkan di seluruh daerah di Indonesia. Namun, ia tidak mengetahui secara detail berapa banyak kopi impor yang masuk di Lampung.

Ia mengatakan, dalam pasar global, kegiatan impor memang merupakan salah satu trik dagang pengusaha kopi. Apalagi jika harga kopi di luar negeri lebih rendah, dibandingkan harga dalam negeri.

Muchtar mengaku, masuknya kopi impor berdampak langsung terhadap penurunan harga di tingkat petani. Namun, pihaknya tidak bisa berbuat banyak, karena itu sudah menjadi sistem bisnis yang sudah lama diterapkan.

Muchtar berharap Pemerintah Provinsi Lampung bisa cepat mengambil tindakan untuk memperbaiki produktivitas kopi untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Menurutnya, perlu ada perbaikan produksi kopi. Seperti perbaikan kondisi tanah, untuk memastikan tanaman kopi tumbuh dengan baik.

“Kemudian sistem produktifitas kopi, kalau selama ini masih musiman, kedepan diubah. Walaupun dalam sebulan produksinya tidak banyak, tapi bisa kontinyu tiap bulan. Kita mendukung niat gubernur Lampung untuk menaikan produksi kopi lokal sampai empat ton pertahun," ujar Muchtar, Rabu (24/07/2019).

Sementara itu, pengusaha kopi di Bandar Lampung, Rinaldi Hartono membeberkan harga kopi di luar negeri yang lebih murah menjadi faktor daya tarik para pengusaha untuk memilih impor.

"Kalau kurang (produksi) mah tidak, tapi kopi di luar negeri lebih murah. Kopi yang kita punya kualitasnya lebih bagus. Pilihan impor  itu hanya karena harga. Yang pasti impor kopi kita sudah tidak sebanyak tahun kemarin," ujar Rinaldi yang juga pemilik sejumlah toko bubuk kopi ini, kemarin.

Ia mengaku, sebagai pelaku usaha kopi, pihaknya sejauh ini belum pernah mengimpor kopi dari luar negeri. Ia lebih memilih untuk memanfaatkan kopi dalam negeri, khususnya di Lampung.

Di bagian lain, HRD PT Nestle Lampung, Bernard Simanjuntak saat ditanya apakah perusahaannya melakukan impor kopi menyatakan, pihaknya tidak bisa memberikan tanggapan. Ia mengaku tidak tahu persis  dari mana asal biji kopi yang digunakan untuk industri PT Nestle.

"Saya tidak memiliki kewenangan memberikan tanggapan terkait hal itu. Karena segalanya harus berasal dari pusat. Kita nggak bisa jawab," ujar Bernard.

Dimintai tanggapannya, Pengamat Ekonomi Universitas Bandar Lampung (UBL), Erwin Oktaviano menyatakan mendukung langkah gubernur Lampung yang melarang impor kopi.  Tetapi, kata dia, pemerintah harus mampu meningkatkan produksi kopi robusta dengan meningkatkan nilai tambah.

Karena saat ini yang banyak dijual adalah kopi mentah, sedangkan pembeli lebih menyukai kopi yang sudah diolah atau matang. "Jadi seharusnya kita meningkatkan nilai tambah kopi robusta dengan cara memikirkan industri perkopian di Lampung, sehingga tidak hanya menjual kopi mentah tapi juga mengolah kopi mentah tersebut menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dengan nilai tambah yang lebih besar," kata dia.

Menurut dia, impor kopi masuk di Lampung karena pengusaha mencari harga yang lebih rendah dengan kualitas yang baik. “Kalau misalkan banyak orang mengimpor kopi, itu menandakan kopi di Lampung ini kualitasnya rendah. Maka harus ditingkatkan lagi kualitasnya kemudian harganya, dan ketika harga dan kualitasnya mampu bersaing, maka tidak akan mungkin orang akan mengambil kopi dari luar,” paparnya.

Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, produksi kopi robusta tahun 2018 mencapai 104.716 ton atau turun tipis dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2016 produksi biji kopi mencapai 115.479 ton dan 2017 turun menjadi 107.183 ton.

Petani Kopi Lokal Menjerit

Kopi asal negara lain yang masuk ke Provinsi Lampung berdampak langsung terhadap para petani lokal. Saat ini harga kopi lokal hanya berkisar Rp17 ribu-Rp18 ribu per kilogram, padahal saat harga normal bisa mencapai Rp23 ribu-Rp25 ribu per kilogram.

Buyung, seorang petani di Pekon Kembahang, Kecamatan Batu Brak, Lampung Barat (Lambar) menuturkan kini sebagian besar petani kopi menjerit, karena harus menjual dengan harga relatif rendah.

“Harganya Rp17 ribu-Rp18 ribu per kilogram, untuk biji kopi berkualitas cukup baik dan kering. Sementara biasanya biji kopi dengan kualitas sama dijual mencapai Rp23 ribu-Rp25 ribu per kilogram,” ungkapknya, kemarin.

Ia mengaku, penurunan harga kopi yang cukup drastis karena dampak masuknya kopi luar ke Provinsi Lampung. Ia berharap, pemerintah bisa mengambil kebijakan untuk membantu para petani kopi.

“Informasi yang kami dengar banyak kopi impor masuk ke Lampung dengan harga lebih murah. Kalau seperti ini, bagaimana petani kopi nggak menjerit. Apalagi biaya perawatan kopi cukup besar, kalau harganya seperti ini lebih baik kami tanam yang lain saja,” tandasnya. (Erik/Iwan/TL)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Kamis, 25 Juli 2019 berjudul "Kopi Impor Masuk Provinsi Lampung, Dewan Kopi Curiga Ada Mafia Bermain"

 

https://youtu.be/EHTXTrQOgT8

Editor :