• Rabu, 24 April 2024

Petani Gula Merah dalam Jeratan Tengkulak, Pemkab Lampung Timur Diminta Turun Tangan

Kamis, 03 Oktober 2019 - 17.49 WIB
977

Kupastuntas.co, Lampung Timur – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Timur perlu memperhatikan ekonomi rakyat kecil, seperti petani gula merah. Sebab masih banyak petani gula merah di Lamtim yang menopang modal usaha dari para tengkulak.

Namun ketika nira kelapa diolah menjadi gula merah yang begitu manis rasanya, bukan para petani gula yang untung besar. Tapi para tengkulak yang kantungnya makin tebal.

Pasalnya, para petani gula merah yang dimodali tengkulak harus menjual gula hasil produksinya kepada si tengkulak. Tentunya dengan harga juga yang ditentukan secara sepihak oleh tengkulak. Dengan kondisi seperti itu, Pemerintah Daerah melalui Dinas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) harus mencetuskan solusi demi kepentingan rakyat kecil.

Santoso, salah satu petani gula merah di Desa Sumurbandung, Kecamatan Way Jepara, mengatakan, ia memilih menjalankan usahanya dengan modal pribadi meskipun sering mengalami kekurangan. Namun itu lebih baik karena tidak terikat dengan para tengkulak. Petani gula merah yang dimodali tengkulak, kata Santoso, selain harus menjual kepada pemodal, hargapun di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET).

"Kalau harga umumnya Rp10 ribu per kilo, biasanya petani yang dimodali tengkulak harga gulanya dibeli Rp9 ribu, artinya lebih murah seribu rupiah,” ujar Santoso, Kamis (3/10/2019).

Di daerah tersebut, kata dia, tidak sedikit petani gula merah yang terikat dengan tengkulak. Para tengkulak ini memberikan modal kepada petani gula dengan melihat jumlah produksi gula per bulan. Itu pun kata, Santoso tengkulak masih ada yang meminta jaminan berupa surat surat berharga. Seperti surat tanah atau surat yang ada nilai jualnya.

“Maka kami petani gula merah berharap ada terobosan dari pemerintah, dengan memberikan program pemberian modal seperti pinjaman lunak. Selama ini pinjaman lunak untuk usaha usaha kecil seperti petani gula belum pernah ada," kata Santoso.

Di sisi lain, saat ini petani gula merah mengalami penurunan produksi hingga 50 persen akibat dampak musim kemarau. Seperti yang dialami Santoso, selama kemarau, dalam dua hari hanya bisa memproduksi gula merah sebanyak 20 kg, dengan jumlah pohon kelapa 35 batang. Padahal jika musim hujan bisa mencapai 40 kg dalam sehari untuk 35 batang pohon kelapa.

“Penyebabnya yaitu, jika musim kemarau nira yang keluar tidak sebanyak seperti musim hujan. Persoalan harga normal yaitu Rp10 ribu per kilonya," kata ayah dua anak itu.

Menurutnya, penghasilan dari usaha buat gula merah sangat kecil. Hanya cukup digunakan untuk kebutuhan sehari hari. Santoso mengakui dalam satu rumah yang dihuni empat orang biaya hidup sehari-hari hanya dari gula merah yang ia produksi. Sedangkan kelapa yang dimanfaatkan untuk bahan baku gula adalah milik orang lain.

“Artinya dengan sistem bagi hasil. Pokok dalam satu hari saya setor 35 ons gula merah, karena satu pohon kelapa setornya 1 ons," ujar Santoso. (Agus)

https://youtu.be/h-jUH4m0eg4

Editor :