• Sabtu, 20 April 2024

Resmi Tersangka, Agung Jadi Bupati ke-47 yang Terjaring OTT KPK

Selasa, 08 Oktober 2019 - 07.28 WIB
45

Kupastuntas.co, Bandar Lampung -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara (AIM) sebagai tersangka suap, terkait proyek di Dinas Perdagangan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR). KPK menyita uang total Rp728 juta sebagai barang bukti.
KPK juga menetapkan lima tersangka lainnya dalam kasus serupa yakni Kepala Dinas PU-PR Lampung Utara Syahbudin (SYH), Kepala Dinas Perdagangan Lampung Utara Wan Hendri (WHN), Raden Syahril (orang kepercayaan bupati), Chandra Safari (CHS) selaku swasta dan Hendra Wijaya Saleh (HWS) selaku swasta.

"KPK menetapkan enam orang tersangka. Empat tersangka selaku penerima suap dan dua tersangka selaku pemberi suap,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (07/10) malam.

Basaria menjelaskan, kasus suap fee proyek itu terungkap setelah KPK menerima informasi akan adanya transaksi penyerahan uang terkait dengan proyek di Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara, pada Minggu (06/10).

Selanjutnya, tim KPK langsung bergerak ke rumah dinas bupati dan menangkap orang kepercayaan bupati yakni Raden Syahril (RSY) sekitar pukul 18.00 WIB.

Penyidik KPK sempat mengalami sedikit kendala ketika hendak masuk ke rumah dinas bupati karena tidak kooperatifnya beberapa pihak. Tim baru bisa masuk dan mengamankan bupati sekitar Pukul 19.00 WIB. Di rumah dinas ini, KPK mengamankan uang Rp200 juta dari kamar bupati.

Tim KPK kemudian menuju rumah Wan Hendri (WHN) selaku Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara, dan mengamankannya pada pukul 20.00 WIB.

Secara terpisah, tim lain KPK bergerak ke rumah Syahbudin (SYH) selaku Kepala Dinas PU-PR Kabupaten Lampung Utara dan mengamankannya sekitar pukul 20.35 WIB. Di rumah ini KPK mengamankan uang Rp38 juta yang diduga terkait proyek.

Secara paralel, lanjut Basaria, tim KPK mengamankan Reza Giovanna (RGI) di rumahnya pada pukul 21.00 WIB. Kemudian secara terpisah, tim bersama Raden Syahril kembali ke rumahnya dan mengamankan uang sebesar Rp440 juta pada pukul 00.12 WIB.

“Tim kemudian mengamankan CHS (swasta) pada Senin (07/10) dini hari pukul 00.17 di rumahnya, Terakhir, tim mengamankan FRA, sekitar pukul 00.30 WIB. Dari FRA, tim mengamankan uang Rp50 juta yang diduga terkait proyek.Tujuh orang yang diamankan tersebut langsung dibawa ke Gedung Merah Putih KPK melalui jalur darat, dilanjutkan permintaan keterangan,” terangnya.

Selanjutnya pada Senin (07/10) pagi, HWS (swasta) menyerahkan diri ke Polres Lampung Utara pukul 08.00 WIB. Pihak Polres Lampung Utara kemudian membawa HWS ke Polda Lampung. Tim Polda Lampung kemudian mengantarkan WHS ke Gedung Merah Putih KPK dan tiba pukul 18.30 WIB. “Total uang yang diamankan adalah Rp728 juta,” ujarnya.

Basaria menerangkan, uang yang diterima terkait proyek di Dinas Perdagangan. Uang diserahkan kepada bupati oleh HWS melalui WHN dan RSY.

https://youtu.be/TEwKGnGn2Tk

HWS menyerahkan uang Rp300 juta kepada WHN, dan kemudian WHN menyerahkan uang Rp240 juta pada RSY. Sedangkan Rp60 juta masih berada di WHN.

“KPK menemukan barang bukti uang Rp200 juta sudah diserahkan ke AIM dan kemudian diamankan dari kamar Bupati. Uang ini diduga terkait dengan 3 proyek di Dinas Perdagangan,” terang dia.

Ketiga proyek itu yaitu pembangunan pasar tradisional Desa Comook Sinar Jaya, Kecamatan Muara Sungkai senilai Rp1,073 miliar, pembangunan pasar tradisional Desa Karangsari, Kecamatan Muara Sungkai Rp1,3 miliar dan konstruksi fisik pembangunan pasar rakyat Tata Karya (DAK) Rp3,6 miliar.

Sementara terkait proyek di Dinas PU-PR Lampung Utara, KPK juga menemukan uang di mobil dan rumah RSY sejumlah total Rp440 juta.

“Sejak tahun 2014, sebelum SYH menjadi Kepala Dinas PU-PR Lampung Utara, AIM yang baru menjabat bupati memberi syarat jika SYH ingin menjadi Kadis PU-PR maka harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25% dari proyek yang dikerjakan oleh Dinas PU-PR,” terangnya.

Basaria melanjutkan, pihak rekanan dalam perkara ini yaitu CHS sejak tahun 2017 sampai dengan 2019, telah mengerjakan setidaknya 10 proyek di Kabupaten Lampung Utara. Sebagai imbalan atau fee, CHS diwajibkan menyetor uang pada AIM melalui SYH dan RSY.

“AIM diduga telah menerima uang beberapa kali terkait dengan proyek di Dinas PU-PR, yaitu sekitar bulan Juli 2019 diduga telah menerima Rp600 juta, akhir September diduga telah menerima Rp50 juta dan 6 Oktober 2019 diduga menerima Rp350 juta,” terangnya.

Diduga uang yang diterima pada September dan Oktober 2019 itulah yang ditemukan di rumah RSY (orang kepercayaan bupati). Uang tersebut direncanakan digunakan sewaktu-waktu untuk kepentingan AIM.

“Setelah melakukan pemeriksaan, maka dilakukan peningkatan status penanganan perkara ke penyidikan. KPK menetapkan 6 orang tersangka

sebagai penerima AIM, RSY, SYH dan WHN. Dan dua tersangka selaku pemberi CHS dan HWS,” paparnya.

Selanjutnya, untuk AIM dan RSY disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Lalu, SYH dan WHN disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP.

Serta dua pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“KPK sangat prihatin dan miris harus mengawali pekan ini dengan informasi kegiatan tangkap tangan yang dilakukan oleh Kepala Daerah di Lampung Utara. Bupati Lampung Utara menjadi kepala daerah yang ke-47 yang ditangkap tangan oleh KPK, dan kepala daerah yang ke-119 yang ditangani KPK sampai saat ini,” lanjut Basari.

Dan bagi kepala daerah lainnya di seluruh Indonesia, kata Basaria, KPK mengimbau agar tidak khawatir mengambil keputusan secara benar sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak ada embel-embel suap, fee atau sejenisnya.
“Kepala Daerah tidak perlu takut jika tidak melakukan korupsi. KPK pasti akan bisa memilah dengan tepat sesuai aturan hukum dan bukti yang ada, antara mana yang melakukan korupsi dan mana yang berkomitmen untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih. Karena itu pulalah, KPK akan terus melakukan upaya pencegahan korupsi di daerah-daerah di seluruh Indonesia,” pungkasnya. (Ricardo)

Telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Selasa, 08 Oktober 2019 berjudul "KPK Tetapkan Bupati Lampura Tersangka"

Editor :