• Minggu, 13 Juli 2025

Banjir dan Hama Monyet Jadi Ancaman Petani di Daerah Perbatasan Hutan TNWK

Senin, 16 Desember 2019 - 14.40 WIB
244

72 hektare sawah di perbatasan hutan TNWK sering terendam banjir dan menjadi ancaman satwa monyet. Foto: Agus Susanto/Kupastuntas.co

Lampung Timur - Petani Desa Sukorahayu, Kecamatan Labuhanmaringgai, menyimpan berbagai persoalan pertanian yang berdampak pada pengurangan hasil panen.

Desa Sukarahayu merupakan Impres Desa Tertinggal (IDT) yang berbatasan dengan hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur.

Kasi Kesra Desa Sukorahayu dan Ketua Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) Sujarwo mengatakan, air dan hama monyet menjadi persoalan yang belum bisa terselesaikan sepuluhan tahun terakhir.

72 hektare dari 180 hektare sawah di desa penyangga hutan TNWK tidak pernah menerima suplai air. Air yang berasal dari waduk Way Curup tidak sampai mengalir ke sawah yang ada di ujung Desa Sukorahayu, tepatnya Dusun Sukaresmi.

"Sehingga petani hanya mengandalkan air hujan untuk bisa bercocok tanam," kata Sujarwo dan Sumari.

Setiap musim rendeng (hujan), 72 hektare sawah selalu terdampak banjir. "Kalau hujan tanaman tertutup air (kebanjiran) kalau terlalu lama terendam, padi mengalami pembusukan".Ujar Gapoktan Desa Sukorahayu Sujarno.

Namun, kata Sujarwo, meskipun sering mengalami fuso mayoritas petani dan nelayan di daerah tersebut tetap bercocok tanam.

"Ya gimana, musim kemarau tidak bisa tanam karena air terbatas, musim hujan bisa tanam namun terancam banjir," ujar Sujarno.

Namun, kata Sujarno, untuk mengatasi persolan suplai air dan banjir, pemerintah telah membangunkan sebuah kanal melalui program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi) sepanjang 8 ribu meter.

Selain suplai air yang terbatas dan banjir saat musim hujan, hama monyet dari hutan TNWK juga menjadi sumber kegagalan panen petani setempat. Ratusan ekor binatang cerdik biasa merangsek tanaman padi yang masih berumur dua bulan.

"Umur dua bulan tanaman padi mulai berisi air (padi muda) yang di sukai monyet," terang Sumari.

Menurut Sumari, sangat sulit mengusir monyet-monyet tersebut karena keberadaannya menyebar, sementara petani hanya mengandalkan bunyi-bunyian dari kaleng. "Saat kami bunyikan kaleng monyet-monyet berlari ke pinggir bergerombol, selang beberapa waktu monyet kembali merangsek," ujar Sumari.

Sumari mengatakan petani merasa kesulitan dalam mengatasi hama monyet ini."Antisipasi yang saat ini kami lakukan menunggu, rombongan monyet keluar setiap pagi pukul 05.00 WIB, siang 10.00 WIB dan sore 16.35 WIB," terang Sumari. (*)

Editor :