• Sabtu, 27 April 2024

Tarian Cebong dan Cerianya Kelelawar

Minggu, 12 Januari 2020 - 21.47 WIB
687

Tarian cebong dan cerianya kelelawar. Foto: Ilustrasi

Oleh: Agus Susanto  

Hujan rintik dan semilir angin malam menyelubung di kampung saya, terlihat pada layar hanpon waktu menunjuk pukul 22.15. Dengan dua rekan saya sebut saja Kacung dan Komeng bercengkrama diatas cakrok (pos ronda), dengan berselimut sarung serta hidangan kretek (rokok) sedikit menghalau dingin malam di musim hujan.

"Kung, kung, kung, kung" suara katak bersahutan dari berbagai kubangan kubangan air, seolah sedang merayakan sesuatu yang memang menjadi harapan gerombolan katak.

"Apa yang di teriakin katak, malam malam seperti ini, bikin bringsik telinga saat saat manusia istirahat". Ucapan itu tiba tiba keluar dari mulut Kacong.

"Biarkan mereka (katak katak), bersenandung menikmati perubahan iklim dari musim kemarau merajuk musim hujan, toh itu sebagian rasa sukur dari rombongan katak menyambut guyuran hujan," saut Komeng atas keluhan Kacong.

Bisa saja nyanyian nyayian katak di dalam kubangan dan berlangsungnya rintikan hujan, menjadi waktu berkembang biak (masa kawin),"musim hujan ini masa kawin katak, buktinya dikubangan kubangan ribuan kecebong bermunculan seolah menari nari," terang Komeng.

Lanjut Komeng, bukan hanya katak dan cebong yang bersenandung ria menyambut musim hujan. Kelelawar pun mendapat rasa bahagia atas musim semi ini.

"Kok bisa, apa yang dirasakan oleh kelelawar dengan musim hujan, kelelawar kan binatang yang tidak suka berendam dalam air," tangkap kacung atas lontatan kata kata Komeng.

Komeng menjawab atas penasaran yang di ucapkan Kacong."Buktinya setiap pagi di teras rumah saya, berserakan serbuk serbuk buah buahan yang bercampur dengan kotoran kelelawa," jelas Komeng.

Artinya, musim huja ini semua tanaman buah memunculkan buahnya, dan kelelawar menikmati itu, yang selama kemarau tidak pernah di temui. "Coba pas kemarau kemarin, tidak musim buah di sekitaran rumah, tidak ada kelelawar singgah. Dan juga semua kubangan mengering tidak ada nyanyian katak dan tarian kecebong," jelas Komeng.

Saya menyimpulkan atas dua argumen Kacung dan Komeng. Bahwa musim hujan ini sebuah perubahan iklim yang ditunggu oleh semua mahluk, manusia, binatang dan juga tumbuhan. Selepas timbulnya bencana bukan salah nya hujan, namun rusaknya alam, akibat ulah manusia yang tidak bertangung jawab.
Editor :