• Jumat, 29 Maret 2024

Rumah Sakit Masih Nomor Duakan Pasien BPJS

Kamis, 16 Januari 2020 - 07.43 WIB
4.7k

Pelayanan BPJS Kesehatan. Foto: Ist

Bandar Lampung - Beberapa rumah sakit di Kota Bandar Lampung masih memberikan pelayanan yang berbeda kepada pasien peserta BPJS Kesehatan. Tidak sedikit rumah sakit yang menolak pasien BPJS Kesehatan, dengan dalih ruang perawatan sedang penuh.

Anehnya, setelah ruang perawatan dinyatakan penuh, pegawai rumah sakit justru menawarkan kepada pasien BPJS Kesehatan untuk naik kelas perawatan. Konsekuensinya, pasien harus membayar tambahan biaya sebagai sebagai dampak naik kelas.

Padahal, sejak awal tahun 2020 peserta BPJS Kesehatan sudah dibebani kenaikan iuran hingga mencapai seratus persen dari sebelumnya. Namun, masih saja ditemukan rumah sakit yang menomorduakan pasien BPJS dalam memberikan pelayanan.  

Seorang warga Tanjung Seneng menuturkan, dirinya sempat dibuat kecewa oleh pihak rumah sakit swasta karena orang tuanya tidak bisa dirawat karena kamar kelas 1 sedang penuh. Padahal, saat itu orang tuanya harus benar-benar mendapat pelayanan rawat inap.

“Bagaimana tidak kesal, setelah dibilang kamar kelas 1 penuh, pegawai rumah sakit justru menawari naik kelas dengan status pasien umum. Padahal kami selama ini sudah membayar iuran kelas 1 setiap bulan,” ungkapnya, baru-baru ini.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lampung pun menyebut, selama tahun 2019 masih banyak pengaduan masyarakat terkait buruknya pelayanan yang dialami pasien BPJS Kesehatan.

Ketua YLKI Lampung, Subradayani mengatakan selama ini masih banyak warga yang menelepon YLKI menyampaikan keluhannya terkait pelayanan rumah sakit terhadap pasien BPJS.

 “Kami mendapat banyak pengaduan melalui telepon, sehingga tidak tahu data jelasnya. Namun sepertinya ada yang terkait penuhnya kamar kelas 3 dan 2 serta 1, sehingga terpaksa pasien memindah ruang rawat inapnya ke kelas lebih tinggi,” kata Subadra, Rabu (15/1/2020).

Ia pun mengimbau kepada pihak BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan Lampung agar menindak tegas terhadap rumah sakit yang masih memberikan pelayanan buruk kepada pasien BPJS.

“Iya, harus memberikan sanksi sampai dengan pemutusan hubungan kerja sama kepada RS tersebut, jika terjadi pelayanan tidak baik terhadap pasien BPJS. Karena pasien ini kan sudah melaksanakan kewajiban membayar iuran setiap bulan. Kenapa haknya tidak dipenuhi,” tegasnya.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung, Nur Rakhman Yusuf pun mengakui, pihaknya beberapa kali menerima laporan masyarakat mengenai pelayanan rumah sakit di Provinsi Lampung.

Ia mengatakan, berbagai jenis laporan itu mulai dari pelayanan yang menyangkut BPJS Kesehatan, hingga masyarakat merasa tidak mendapatkan palayanan maksimal dari dokter rumah sakit.

Namun setelah dilakukan pengecekan, Nur Rakhman mengungkapkan, kebanyakan dari laporan itu merupakan miskomunikasi antara pasien atau keluarga pasien dengan perawat atau dokter rumah sakit.

“Seperti ada pelapor yang ternyata tidak pernah menunggu orang tuanya yang dirawat di rumah sakit, dia hanya mendapatkan laporan dari kakaknya yang menunggu di rumah sakit itu. Tapi ternyata dalam penyampaian kakaknya tidak sekomplit dengan apa yang didengar dari dokter, begitu kita dudukan bareng ternyata hanya miskomunikasi,” jelasnya.

Ia berharap, dengan bertambahnya nilai premi BPJS Kesehatan yang dibayarkan oleh masyarakat, berbanding lurus dengan pelayanan yang diberikan.

“Harus lebih ditingkatkan lagi pelayanannya terutama pada peserta BPJS yang selama ini cenderung terabaikan dan yang lebih diutamakan malah peserta yang sifatnya umum. Membayar tunai,” tukasnya.

Menanggapi hal itu, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Bandar Lampung, Muhammad Fakhriza mengingatkan pihak rumah sakit jangan sampai memberikan informasi yang tak benar kepada pasien.

“Jangan sampai ketika ruangan itu tidak penuh tetapi pihak rumah sakit menginformasikan kepada pasiennya bahwa ruangannya penuh, sehingga harus memilih naik kelas pelayanan. Itu yang dikhawatirkan,” tegasnya, kemarin.

Dan ketika ruangan kamar pasien ternyata benar-benar penuh, kata dia, peserta tersebut harus merasa terinformasikan. Menurutnya, ketentuan untuk naik kelas pelayanan pun sudah diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor  51 tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam program jaminan kesehatan.

“Kita minta rumah sakit mengkomitmenkan terkait dengan display ketersediaan tempat tidur. Harus transparansi kalau memang penuh,” pungkasnya. (*)


Telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Kamis, 16 Januari 2020

Baca juga artikel lainnya terkait BPJS Kesehatan atau tulisan lainnya dari Erik Handoko dan Herwanda Pratama




Editor :

Berita Lainnya

-->