• Jumat, 26 April 2024

Ini Fee Proyek yang Dikumpulkan Syahbudin Selama Menjabat Kadis PUPR Lampura

Rabu, 20 Mei 2020 - 18.06 WIB
213

Sidang perkara suap fee proyek di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang yang berlangsung secara online, Rabu (20/5/2020). Foto: Oscar/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Semasa menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Lampung Utara (Lampura) di Dinas PUPR, Syahbudin, baru bagi pekerjaan di tahun kedua.

Hal itu diungkapkan Syahbudin, saat bersaksi untuk terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara (Bupati Lampura nonaktif) dalam sidang perkara suap fee proyek di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang yang berlangsung secara online, Rabu (20/5/2020).

Syahbudin yang juga merupakan terdakwa, menyampaikan pada tanggal 17 Juni 2014, dirinya baru menjabat sebagai Sekertaris Dinas PUPR.

"2014 saya belum membagi pekerjaan, tapi saya mendapat pekerjaan, dan kemudian saya menjabat Kadis tanggal 25 Juni 2015," ungkapnya.

Ia menjelaskan, pada tahun 2015, Dinas PUPR mendapatkan anggaran senilai Rp201 miliar untuk pekerjaan fisik dan Rp17 miliar untuk pekerjaan non fisik.

Ia pun membagi pekerjaan tersebut ke Taufik Hidayat, Akbar Tandaniria, dan ke beberapa rekanan secara langsung.

"Berapa fee yang dikumpulkan?" tanya JPU Ikhsan Fernandi.

"Yang saya kumpulkan sendiri sekitar Rp15 miliar," jawab Syahbudin.

Syahbudin melanjutkan, pada tahun 2016, Dinas PUPR mendapatkan pagu sebesar Rp310 miliar untuk pekerjaan fisik dan pekerjaan non fisik sebesar Rp19 miliar.

"Dengan Akbar, pengelolaan Rp65 miliar, kemudian untuk diperjual-belikan ke di DPRD Rp27 miliar melalui Desyadi, kemudian jatah Sri Widodo Rp12 miliar, Sekda Syamsir Rp3 miliar, Aswin Rp1 miliar," ungkapnya.

Sementara, lanjut Syahbudin, pada tahun 2017, mendapatkan dana untuk pekerjaan fisik sebesar Rp408 miliar dan Rp21 miliar non fisik.

"Pada 2018 digantikan Franstori, dan hanya perencanaan hanya non fisik. Ada anggaran digunakan sendiri sebesar Rp38 juta," sebutnya.

Selanjutnya, pada tahun 2019 mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp113 miliar.

"Untuk fee yang dikumpulkan Rp4 miliar," tandasnya.

Sementara itu, saksi lainnya, Dicky FS (Kabid Sosial Budaya Bappeda Lampura), mengaku mendapatkan dua paket pekerjaan dari Syahbudin pada tahun 2017.

"Pada saat itu saya bertemu (Syahnudin) di suatu acara kedinasan, saya minta tolong kepada Syahbudin, tolong beri pekerjaan teman-teman saya yang membantu perjuangan pak bupati," ungkap Dicky.

Selanjutnya ia menerima dua paket pekerjaan pengaspalan jalan dengan nilai pagu Rp600 juta dan Rp700 juta.

"Saya diberi kertas kecil oleh Syahbudin tulisan pena dengan angka menurutnya nomor proyek dan nilainya. Itu bertemu di sekitaran Jalan Pramuka (Bandar Lampung) pinggir jalan," terangnya.

Dicky mengaku tidak mengerjakan paket tersebut, melainkan memberikan ke rekannya dan ditindak-lanjuti dengan menghubungi panitia lelang.

"Apakah disampaikan adanya fee atau saksi mendapatkan fee?" tanya JPU KPK Taufiq Ibnugroho.

"Saya nggak minta, tapi dari mereka mengumpulkan sedikit keuntungan dan diserahkan ke saya. Seingat Rp30 juta, ini dapatnya tahun 2019, tapi proyek 2017. Karena menurut mereka pembayaran tertunda," jelas Dicky.

JPU kemudian mempertanyakan soal adanya keterangan Taufik Hidayat, bahwa saksi Dicky menerima paket pekerjaan pada tahun 2015 hingga 2017.

Namun Dicky membantah hal tersebut dan menegaskan, ia hanya menerima paket pekerjaan tahun 2017 dengan dua paket pekerjaan.

"Tidak pernah," tegas Dicky.

Untuk diketahui, dalam persidangan kali ini, hanya dua saksi yang memberikan keterangan. Yakni Dicky dan Syahbudin. Sedangkan Andi Krisna, tidak hadir karena sakit.

Sidang kembali dilanjutkan pada Selasa (26/5/2020) mendatang. (*)