• Sabtu, 20 April 2024

Cerita Pemburu yang Jadi Anggota Pam Swakarsa Balai TNWK

Kamis, 16 Juli 2020 - 11.48 WIB
396

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Bicara soal Hutan Taman Nasional Way Kambas tidak lepas dengan peristiwa perburuan, hingga soal kebakaran hutan yang selalu terjadi di setiap musim kemarau, semua itu terjadi dilakukan oleh seseorang dengan alasan ekonomi dan ironisnya pelaku sebenarnya sadar bahwa apa yang telah dilakukan merupakan perbuatan salah dan melanggar hukum.

Saat berkunjung di rumah kediaman mantan pelaku pemburu, Rabu (15/7/2020) sesosok pria dengan postur tubuh sedang, dengan kulit hitam bercerita tentang prilaku jahatnya beberapa tahun lalu, sebagai pemburu tradisional, dengan menggunakan segerombol anjing piaraan nya, yang sudah terlatih,

"Dulu saya pemburu, jika saya ingin memburu saya berangkat jam 5 pagi dan pulang sore serta akan membawa 6 ekor anjing," ungkapnya

"Hal itu saya lakukan untuk menyambung hidup dan mencukupi kebutuhan keluarga dan hasil buruan saya jual. Satwa yang menjadi sasaran saya yaitu menjangan, rusa dan celeng (babi hutan)," terangnya.

Pria paruh baya itu terus bercerita tentang perburuan masa lalu yang pernah dia lakukan, saat dirinya masih aktif berburu dalam satu minggu bisa tiga kali masuk hutan mencari mangsa, hasil dari berburu nya dia jual dan hasilnya tidak lebih dari 200 ribu.

"200 ribu itu untuk kebutuhan sehari hari, jika habis saya akan masuk ke hutan lagi, "ucapknya dengan tatapan mata menerawang jauh seolah penuh dengan penyeselan.

Bahkan pria yang tinggal di Desa Braja Yekti, Kecamatan Braja Selebah itu, 10 tahun silam menjadi orang yang paling dicari oleh anggota Polisi Hutan Taman Nasional Way Kambas, namun setiap terpergok oleh anggota Polhut di dalam hutan, namun selalu lolos dari kejaran Polhut.

"Pernah saya ketemu rombongan Polhut di hutan, tapi saya lari meski suara tembakan ke udara tidak saya hiraukan, kalau hanya balapan lari didalam hutan lima Polhut belum tentu bisa menangkap saya," terang pria berperawakan kurus, dengan tinggi badan 160 senti meter itu.

Namun saat ini justru sebaliknya, pria bernama Surat alias kaleng sudah "Insyaf" dan menjadi mitra Pam Swakarsa Balai TNWK selama 6 tahun bersama tim ERU (mitra TNWK) untuk menghalau gajah gajah liar agar tidak masuk hutan.

"Tidak ada iming iming tertentu dari pihak Balai TNWK tapi hati saya benar benar tergugah untuk tidak melakukan perburuan lagi dan ingin mengabdi kepada Balai TNWK sebagai tebusan perbuatan saya masa lalu," ungkapnya.

Lanjutnya, bukan hanya dirinya melainkan sebagian rekan rekan nya yang dulu sering melakukan perburuan tradisional saat ini menjadi anggota Pam Swakarsa, untuk mengabdikan diri dengan Balai TNWK.

"Saya mengakui tidak ada berkahnya uang hasil buruan dan sekarang kehidupan saya lebih damai, lebih bersahabat dengan pak Polhut, lebih bersahabat dengan hutan dan satwanya," tutupnya

Sementara itu Humas Balai TNWK Sukatmoko mengakui perburuan dan kebakaran hutan masih menjadi momok yang susah dihilangkan, berbagai cara sudah dilakukan untuk meminimalisir perburuan, yakni dengan melakukan penangkapan pelaku, melakukan pendekatan dengan menggandeng pelaku perburuan untuk diajak menjadi anggota Pam Swakarsa. "Upaya apapun sudah kami lakukan bersama mitra TNWK, untuk meminimalisir perburuan," ujar Sukatmoko.

Sukatmoko menjelaskan mayoritas pelaku pemburu di dalam hutan TNWK dengan cara tradisional, yakni dengan menggunakan jerat dan menggunakan anjing (geladak). Data yag dikeluarkan Sukatmoko dari tahun 2016 sampai 2020 pihak Balai TNWK telah menemukan jerat sebanyak 546 buah yang menyebar di berbagai titi.

"Jerat tersebut terbuat dari seling, ancamannya semua satwa dan ini sangat membahayakan, bagi semu satwa tapi kalau pemburu geladak tidak sampai masuk di tengah hutan, hanya di wilayah safana yang lokasinya lapang hanya didominasi alang alang," ujar Sukatmoko.

Sukatmoko juga mengapresiasi para pelaku pemburu yang sudah turut menjadi Pam Swakarsa, artinya mereka benar benar insyaf dan terus dilakukan pembinaan, pemberdayaan. Berbeda dengan yang tertangkap dan dihukum masih ada harapan untuk melakukan perburuan kembali setelah menjalani masa tahanan. (*)

Editor :