Pendampingan Oknum Anggota P2TP2A Lamtim ke Korban Asusila Tanpa SPT

Kepala UPTD PPA Provinsi Lampung, Amsir saat mengikuti program Kupas Podcast di Studio Podcast Kupas Tuntas, Kamis (16/7/2020). Foto: Lucky/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Lampung, Amsir menegaskan, pendampingan yang dilakukan DA salah satu oknum anggota Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur (Lamtim) terhadap N korban asusila, di luar dari standar operasional prosedur (SOP).
“Apa yang dilakukan oleh pelaku di luar rekomendasi dari lembaganya. Jadi tanpa ada SPT (surat perintah tugas) dari lembaganya, si pelaku ini melakukan pendampingan dengan membawa korban ke rumah pelaku atau mendatangi rumah korban,” jelas Amsir dalam program Kupas Podcast di Studio Podcast Kupas Tuntas, Kamis (16/7/2020).
Bahkan dalam melakukan pendampingan, kata Amsir, begitu dekatnya antara pendamping dengan korban. Dan yang sangat ia sayangkan, pendamping berlawanan jenis kelamin dengan korban.
“Ini sudah menyalahi aturan. Seyogyanya mendampingi itu ketika korbannya perempuan, pendampingnya harus perempuan juga dan itu SOP-nya sudah ditetapkan, tapi dilapangan yang terjadi seperti itu. Pendampingan yang dilakukan oleh pelaku ini atas kemauannya sendiri bukan berasal dari rekomendasi,” ungkapnya.
Namun Amsir menerangkan, selama korban mendapatkan pendampingan atas tindak asusila yang dilakukan paman korban, pendampingan dilakukan oleh dua orang anggota dengan satu berjenis kelami perempuan dan satunya DA itu sendiri.
“Antara DA dan rekan perempuannya ini satu paket. Tetapi ini di luar ketentuan lembaga, DA dengan sendiri melakukan pendampingan beralasan keamanan, padahal itu di luar rekom lembaganya. Dan Lembaga tidak bisa mengontrol sepenuhnya, lembaga hanya bisa mengontrol ketika melakukan pelayanan identifikasi kasus, BAP kepolisian,” kata dia.
Dia juga meluruskan terkait informasi yang sudah beradar di masyarakat, bahwa tersangka DA adalah seorang anggota pendmping di P2TP2A Lamtim, bukan sebagai ketua. Kemudian tersangka bukan berstatus aparatur sipil negara (ASN), melainkan merupakan hasil rekrutmen dari lapisan masyarakat dan tempat kejadian DA bertindak asusila terhadap korban bukan di rumah aman, tetapi di rumah tersangaka itu sendiri dan rumah korban. Karena P2TP2A Lamtim belum memiliki rumah aman.
Lebih lanjut, ia menekankan kepada setiap P2TP2A di 15 kabupaten/kota, ketika akan melakukan pendampingan terhadap korban harus dipersiapkan dengan matang segala apa yang dibutuhkan oleh korban, terutama berkaitan dengan SPT.
“Setelah itu baru dilakukan penjangkauan korban, identifikasi kasusnya, di mana, bagaimana, siapa pelakunya, kIta lakukan pengelolaan kasus, korban kita lindungi mestinya di rumah aman, tapi di Lamtim tidak ada rumah aman. Diharapkan lembaga itu memiliki rumah aman untuk ditangani secara psikologisnya, kita berikan dorongan morilnya, periksa kesehatannya,” tuturnya. (*)
Berita Lainnya
-
497 Sekolah di Lampung Tak Punya Toilet Siswa
Minggu, 15 Juni 2025 -
Ayah Tiri di Bandar Lampung Tega Tiduri Anaknya Hingga Hamil
Minggu, 15 Juni 2025 -
Tiga Gudang BBM Ilegal Terbakar Selama 2025, Wahrul Fauzi: Kalau Polda Serius Semua Bisa Diungkap
Minggu, 15 Juni 2025 -
Resmi Diluncurkan, Lampung-In Sebagai Kanal Pengaduan Masyarakat
Minggu, 15 Juni 2025