• Jumat, 26 April 2024

Dengan Usia 97 Tahun, Muhadi Bertahan Hidup dengan Menjual 'Cikrak' Bambu

Sabtu, 29 Agustus 2020 - 18.37 WIB
469

Kakek 97 tahun, bernama Muhadi, saat menjajakan 'Cikrak' bambu untuk bertahan hidup. Foto: Agus/Kupastuntas,.co

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Sinar matahari senja mulai menyingsing, hilir mudik kendaraan di Jalan Lintas Bandar Sribhawono, Lampung Timur masih tampak ramai. Tampak seorang pria sepuh duduk di atas trotoar sambil menjajakan dagangannya. Batinnya berharap bisa mengantongi untung ribuan rupiah.

Jemari tangannya tampak gemetar menghitung lembaran uang kertas pecahan lima ribuan dan dua ribuan. Uang kertas lusuh itu disimpannya di dalam plastik kresek warna biru. Matanya tampak sayup, goresan keningnya menggambarkan kelelahan. Bibirnya yang kering perlahan menghitung lembaran lembaran uang lusuh hasil jualannya.

"Syukur nak hari ini dapat untung Rp8 ribu," kata pria sepuh penjual 'cikrak'.

Saat ditemui di trotoar Bandar Sribhawono, Sabtu (29/8/2020), keuntungan Rp8 ribu itu, didapat dari menjual 4 buah cikrak bambu. Sementara masih tersisa 5 cikrak yang berada di atas sepeda butut keluaran 1984 silam.

Kakek sepuh yang bernama Muhadi itu setiap hari menjual 'cikrak' bambu yang dipasarkan dengan menggunakan sepeda butut miliknya.

"Cikrak nya saya taruh di boncengan, tapi sepedanya saya dorong tidak saya naiki. Sudah gak berani naik karena lewat jalan raya banyak mobil besar," keluh Muhadi.

Dengan usia 97 tahun, di sisa kekuatan diatas raga yang sudah renta, pancatan tapak kaki kakek itu setiap hari beradu dengan panasnya aspal, hanya beralaskan sandal jepit yang sudah menipis.

Pria kelahiran 1923 tersebut berusaha memperjuangkan hidupnya dengan berkeliling berkilo-kilo untuk menjajakan cikrak bambu.

Muhadi mengaku mengambil cikrak bambu itu dari orang lain dengan harga Rp15 ribu, lalu dia jual Rp17 ribu. "Cikraknya beli dari orang bukan buat sendiri," terang Kakek yang mengaku tinggal di Desa Sripendowo, Kecamatan Bandarsribhawono.

Pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah itu tinggal bersama istrinya. Anak-anaknya sudah berumah tangga dan tinggal di daerah yang jauh darinya.

Sang Surya semakin tenggelam, pria 97 tahun itu mulai berkemas. Tangan rapuhnya mecengkram erat stang sepeda, kaki kurus dengan kulit yang sudah mengeriput melangkah longlai menuju pulang, dengan Rp8 ribu untuk kebutuhan makan sampai besok hari. (*)


Video KUPAS TV : TREN BERSEPEDA, BUDAYA BARU ATAU CUMA HOBI SESAAT? - BARENG GOWESER LAMPUNG