• Sabtu, 05 Juli 2025

Melawan Gelap Gulita di Teluk Brak Tanggamus

Senin, 07 September 2020 - 11.47 WIB
174

Warti bersama anak nya tinggal di dusun Teluk Brak, Tanggamus. Foto: Wanda/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Tanggamus - Hidup di pesisir pantai dengan medan sulit serta tanpa aliran listrik PLN, tak membuat kehidupan warga Dusun  Teluk Brak, Pekon Kiluan Negeri, kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus menjadi gelap. Mereka berusaha 'melawan' dengan menerangi malam melalui energi tenaga Surya.

Kehidupan tanpa listrik di tengah zaman modern ini dirasakan oleh Tujuh Kepala Keluarga (KK) di Teluk Brak. Kampung ini adalah salah satu kampung terpencil dan terisolir di Tanggamus, bagaimana tidak, untuk menuju ke Dusun yang berjarak sekitar 80 Kilometer dari Kota Agung, Tanggamus itu tak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat.

Menuju kesana, hanya bisa dilalui oleh dua cara yakni menyeberang laut melalui perahu jukung dan kedua yakni melalui motor dengan medan yang curam dan penuh tanjakan hanya bisa dilalui motor dari Kiluan negeri .

Wartawan Kupastuntas.co pun mencoba satu dari dua cara itu untuk menuju kesana yakni menyebrangi lautan dari arah dermaga 

Kiluan, kecamatan negeri Kelumbayan. Butuh setengah jam lebih menyebrangi lautan agar sampai di Dusun Teluk Brak.

Warti (67) , warga Dusun Teluk Brak sudah 30 tahun tinggal disana, selama itu pula listrik dari PLN pun tak kunjung datang, tak hanya aliran listrik, namun juga sinyal telepon apalagi jaringan internet pun tidak ada di kampung itu.

"Kami kalau ingin menelpon keluarga di luar sana, harus pergi ke ujung pantai dulu untuk mencari sinyal, disini hanya ada sinyal Telkomsel saja yang ada,"ujar Warti saat diwawancarai Kupastuntas.co dirumahnya.

Untuk menerangi rumah di Tujuh  KK disana berisiniatif untuk  memakai listrik tenaga surya sejak dua tahun terakhir ini.

"Untuk menyalakan lamgpu rumah di dalam rumah dan penerangan jalan. Sampai mengisi daya baterai handpone juga cukup,"kata dia Sabtu (5/9).

Lampu-lampu rumah maupun penerang jalan itu, sudah memakai setingan. Akan menyala secara otomatis mulai pukul 18.00 dan mati pukul 09.00.

"Perawatannya juga cukup mudah, hanya mengecek ketinggian air aki saja," ujarnya.

Mengenai listrik dari PLN, menurut nenek dengan dua cucu ini merupakan hal yang mustahil bisa terjadi. Sebab sudah puluhan tahun mendiami rumah berdinding papan itu pun tak pernah sekalipun direspon oleh PLN maupun Pemerintah .

"Pernah anak saya mengusulkan dalam rapat musrembang sewaktu dua tahun lalu agar listrik diharapkan masuk kesini, tetapi sampai saat ini belum juga,"ungkapnya.

Tak hanya penerangan listrik dan tak adanya jaringan telekomunikasi. Rumah-rumah disana juga tak pernah mendapatkan Bantuan Sosial (Bansos) dari Pemerintah.

"Mungkin wajar saja , karena menuju kesini sangat sulit, harus naik gunung dan menyebrangi lautan, tetapi kami cuma berharap agar diberikan penerangan listrik saja. Agar kami bisa menonton televisi,"ungkapnya.

Warso (42),  warga lainnya di Kampung itu mengharapkan hal yang sama, agar aliran listrik dari PLN bisa sampai ke rumahnya.

Menurutnya, jika matahari mulai tenggelam, aktivitas warga kampung hanya berdiam diri di rumah dengan mengandalkan listrik dari tenaga Surya saja.

Kampung terasa hening tanpa ada suara musik dari sound system maupun hiburan dari tontonan televisi. Kami juga ingin merasakan itu,"harapnya. (*)

Editor :