• Jumat, 29 Maret 2024

Jadi Saksi Ahli, Mantan Ketua MK Sebut Kalau Calon Memiliki Hubungan, Petahana Pasti Mendukung

Senin, 28 Desember 2020 - 14.21 WIB
500

Sidang dugaan Pelanggaran TSM Pilkada Kota Bandar Lampung yang digelar Bawaslu Lampung, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli melalui video Conference, di Hotel Bukit Randu, Senin (28/12/2020).

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Mantan Ketua Mahkama Konstitusi Periode 2013-2015 Dr. Hamdan Zoelva menjadi saksi ahli yang dihadirkan oleh pasangan calon walikota dan wakil walikota Bandar Lampung 2 M. Yusuf Kohar-Tulus Purnomo (Pelapor) dalam sidang dugaan pelanggaran Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) yang digelar oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Lampung di Hotel Bukit Randu, Senin (28/12/2020).

Dalam sidang tersebut, kuasa hukum pelapor Prof Yusril Ihza Mahendra menanyakan, kepada saksi ahli apabila Bupati atau Walikotanya tidak maju, tapi yang maju adalah keluarganya dan dia membuat kebijakan baik langsung atau tidak langsung yang menguntungkan keluarganya tersebut, apakah itu bisa masuk dalam TSM?

Pasalnya menurut Prof. Yusril dalam UU 10 tahun 2016 pasal 73 tidak bisa memprediksi, bisa saja terjadi yang melakukan pelanggaran bukan petahana tapi dia berpidato di mana-mana dan meminta untuk istrinya maju dalam pilkada.

Menjawab terkait pertanyaan tersebut, Hamdan menjelaskan, pada pasal 73 ayat 4 yang berbunyi selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Menurut Ahli Hukum nasional tersebut, pasal tersebut bisa dilihat dari dua perspektif, pertama, bahwa subjek yang melakukan pelanggaran, dari tafsir pasal 73 dari pasal 1 sampai 4, subjek yang melakukan pelanggaran adalah calon pasangan calon sementara di ayat 4 diperluas subjek yang melakukan pelanggaran yaitu paslon, anggota partai politik, tim kampanye, relawan atau pihak lain.


Baca juga : Dr. Muhtadi: Saksi Harus yang Melihat, Mendengar Langsung, BukanKatanya

"Pihak lain ini bisa menyasar siapa saja, jadi pelanggaran yang dilakukan petahana dalam mendukung salah satu pihak masuk kategori pihak lain yang masuk dalam sanksi pembatalan pemilu. Dan jika dilihat dari persoalan keadilan dan kesetaraan, tidak boleh siapa pun diuntungkan oleh pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan orang lain. Prinsip ini sejalan dengan pasal 73, kalau tidak mengcover pihak lain, suatu saat kalau mau nyalon tinggal minta tolong saja ke petahana tanpa kena sanksi apa-apa, oleh karena itu digunakan kata pihak lain dalam UU itu," ungkapnya melalui Video Conference.

Selain itu, lanjut Dr. Hamdan, apabila ditanya apakah dalam sengketa proses yang berjalan di Bawaslu dengan hasil pembatalan calon, juga bisa diterapkan kepada yang bukan petahana? Menurutnya, hal ini bisa diputuskan dalam sidang Bawaslu. Menurutnya pelanggaran yang dilakukan petahana merupakan pelanggaran TSM yang menguntungkan salah satu calon wali kota.

Baca juga : Sidang TSM Pilkada Lamteng, Saksi Ahli : Majelis Bisa Gunakan 2 Pendekatan Hukum

"Karena tak perlu dibuktikan lagi, kalau petahana dan calon memiliki hubungan keluarga atau suami istri, bisa dipastikan petahana akan mendukung istrinya. Apalagi dibuktikan fakta di lapangan ada mobilisasi massa untuk menguntungkan paslon itu," tandasnya. (*)

Video KUPAS TV : Ratusan Anggota Polisi Dipecat Sepanjang Tahun 2020!

Editor :

Berita Lainnya

-->